Buku 2 - Chapter 18 (3)

334 27 0
                                    

Dijun masih bermain-main dengan kotak di tangannya.

Senyuman tersisa di bibirnya saat ia membalas, "Jangan menuduh yang tidak bersalah. Fengjiu kebanyakan tidur di siang harinya jadi ia tidak bisa tidur semalam. Ia membangunkanku untuk membuat kudapan ini bersama-sama dengannya. Dan selain itu, Fengjiu berani menendang sebuah pot bunga ke kepalaku di kali kedua aku bertemu dengannya, dan setelahnya masih bisa menyalahkan Migu dengan tenang dan penuh percaya diri."

Dijun sedikit melirik ke seberang kerumunan dewa-dewi yang memenuhi tribun dan tanpa tergesa berkata, "Ini hanyalah sebuah pertarungan kecil. Apakah kau sungguh mengira kalau Fengjiu akan dengan mudah tertekan?"

Pangeran Liansong mengetukkan kipasnya yang tertutup di atas telapak tangannya dan mendesah, "Berbicara denganmu tidak semenyenangkan seperti bicara dengan Yehua."

Liansong melihat ke arah awan-awan yang bergulir di langit timur.

"Beberapa Zhenhuang yang pendiam sudah tiba. Keluarga Bai Zhi Dijun juga pasti sudah sampai. Aku akan pergi mencari Yehua untuk duduk. Kau juga harus pergi mengambil tempat dudukmu di atas. Saat semua orang datang dan melihatmu duduk di sini, ia akan ketakutan untuk duduk."

Liansong melirik ke tempat duduk teratas, tertawa dan berkata, "Menurut peringkat, kakek Fengjiu juga akan duduk di bawahmu. Hah, karena Fengjiu benar-benar punya keberanian untuk menjeratmu, memang benar, ia tidak perlu gugup untuk acara semacam ini."

Kerumunan dewa-dewi di luar tribun merupakan dewa-dewi kecil dari seberang. Upacara Bingcang Dewi Agung Bai Qian sudah terlalu lama.

Mereka yang menyaksikan upacara itu kebanyakan telah meninggal dunia. Generasi baru dewa-dewi ini hanya dapat menyelidikinya melalui setumpuk catatan sejarah dan terkagum-kagum akan ritual kuno ini.

Sedari tiga hari sebelumnya, mereka telah memenuhi Gunung Tangting untuk mendapatkan tempat mereka.

Ketika para dewa-dewi kecil ini melihat teras dari awan-awan keberuntungan yang melahirkan sebuah dunia luar biasa hanya dalam hitungan detik, mereka mendesah puas dan berpikir pada diri mereka sendiri kalau mereka tidak menghabiskan waktu dalam mengamankan tempat duduk mereka.

Di saat mereka melihat tiga dewa yang datang lebih awal, semuanya dengan penampilan tak tertandingi dan masing-masing tampan dengan caranya sendiri, mereka mendesah puas lagi dan berpikir pada diri mereka sendiri kalau mereka tidak menyia-nyiakan waktu mereka mengamankan tempat duduk mereka.

Upacaranya masih belum dimulai tetapi sudah ada begitu banyak hal menarik untuk disaksikan. Mereka penasaran akan seberapa lebih baik lagi ketika upacranya benar-benar dimulai.

Lagi, mereka mendesah gembira dan berpikir pada diri mereka sendiri kalau mereka tidak membuang waktu mempertahankan tempat duduk mereka.

Masih terlalu cepat untuk jam ritualnya, para makhluk abadi ini pun mulai bergaul dalam percakapan sosialisasi.

Sebagai contohnya, ada seorang dewa dari luar yang menyapa dewa lokal yang duduk di sebelahnya: "Bolehkah aku bertanya, apakah kau seorang dewa Qingqiu? Apakah kau tahu siapa dewa berjubah hitam dan berjubah putih di antara ketiga dewa yang tiba lebih dulu?"

Dewa kecil dari Qingqiu itu mengedipkan matanya dan berkata bangga, "Pria terhormat berjubah hitam itu adalah menantu Qingqiu, Putra Mahkota Jiuchongtian, Pangeran Yehua. Aku tidak yakin tentang pria terhormat berjubah putih dengan kipasnya.

Tetapi karena kau hanya bertanya padaku soal kedua orang itu, mungkin kau tahu siapa yang berambut silver berjubah ungu itu? Ia cukup tampan.

Dan lagi, para dewa yang tiba setelahnya semua mendatanginya untuk memberi hormat. Sekalipun ia terlihat cukup muda, aku menduga ia tidak mungkin tidak memegang posisi yang penting."

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang