Chapter 11 (10)

366 30 0
                                    

"Kau berani bertanya padaku apa yang terjadi pada Xiao Bai? Bahkan walaupun aku menyukai Jiheng, aku masih tidak suka bagaimana caramu memberikan Jiheng apa yang seharusnya jadi milik Fengjiu. Kau kan bukannya tidak tahu kalau Fengjiu sangat membutuhkan buah itu. Karena kau memberikannya pada Jiheng, Fengjiu tidak punya cara lain selain menyusup masuk ke Mata Air Jieyou dan mencurinya sebelum buah itu dipetik. 

"Bagaimana bisa sihirnya yang hanya tiga puluh ribu tahun bertahan melawan keempat ular yang menjaga buah itu? Fengjiu sekarang sedang terperangkap di dalam formasi ular dengan nyawa sebagai taruhan. Aku, Meng Shao, bahkan Sang Ratu tidak tahu apa yang harus dilakukan ...."

Di tengah pidato Xiao Yan, embusan angin mendadak berputar melewatinya.

Ia berbalik, bertanya pada Liansong, "Kemana perginya Muka Es?"

Liansong menutup kipasnya, ekpresi wajahnya tampak suram.

"Menyelamatkan."

Kemudian, ia menambahkan, "Aku tahu sesuatu pasti akan terjadi."

***

Sekeliling Mata Air Jieyou runtuh. Keempat pilarnya telah ambruk. Tidak ada sisa dari air biru yang jernih. Yang tersisa tanpa cedera di daerah sekitar pilar adalah pohon Saha.

Matahari telah terbit tinggi di luar, namun di dalam medan pelindung, masih gelap gulita. Keempat piton menunggu di keempat sisi, berjaga, mata tinggi memerah selayaknya lentera yang menyala.

Mereka menjaga medan pelindung berkabut dengan asap biru tebal. Di dalamnya ada seorang gadis berjubah putih melayang di udara dengan mata tertutup. Rambut hitam panjangnya mengalir ke bawah layaknya sutra bertinta. Tidak pasti apakah gadis itu koma atau tertidur pulas.

Di luar pilar yang ambruk, angin kencang mendesis dalam pertarungan. Donghua tetap di udara selagi ia memusatkan pengelihatannya pada Fengjiu yang sedang terperangkap di dalam medan pelindung.

Meskipun wajah Fengjiu memucat, dadanya masih bernapas. Sungguh beruntung. Donghua menghela napas lega, ekspresinya tidak berubah.

Sebenarnya, Donghua tahu kalau Fengjiu sangat cantik, tetapi karena Fengjiu sangat bersemangat, perhatian orang-orang cenderung tertarik pada kepribadiannya.

Di saat Fengjiu berbaring diam di dalam medan pelindung, wajah elegannya jadi lebih jelas. Akan tetapi, rok dan atasan putih tidak cocok untuk Fengjiu. Warna merah terang menarik Saha-Manjusaka yang paling cocok untuk Fengjiu.

Donghua sudah pernah melihat begitu banyak wanita cantik seumur hidupnya yang panjang. Fengjiu bukanlah yang tercantik, tetapi di situlah letak lucunya takdir.

Semua wanita cantik, tak peduli seberapa menariknya, tidak pernah berhasil meninggalkan kesan pada Donghua. Hanya Fengjiu, entah senyumannya, entah kernyitannya, entah rasa malunya, bahkan ketika Fengjiu mengolok-olok dirinya, Donghua mengingat semuanya.

Setiap gambaran itu terpatri sejelas kristal dalam ingatannya. Liansong bilang, Fengjiu adalah bayi rubahnya di masa lalu. Baguslah kalau itu benar. Namun, kalaupun bukan, tidak membuat perbedaan bagi Donghua.

Nyanyian lagu Buddha samar-samar terdengar di udara, tenggelam dalam alunan seruling yang merdu, melayang, kemudian hening lagi. Donghua menurunkan pandangannya, matanya berhenti pada Ratu Biyiniao dan para pejabatnya yang bersujud.

Donghua berkata dingin, "Apa sebenarnya medan pelindung itu?"

Masih belum berhasil mengatasi keterkejutan mereka perihal mengapa Dijun sendiri yang datang kemari, mereka tetap diam terbengong tanpa sanggup menjawab.

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang