Belum lama semenjak Ye Qingti menjadi seorang makhluk abadi. Ia hanya memiliki sedikit sekali pengetahuan perihal bagaimana pertarungan dewa-dewi dilaksanakan. Untuk alasan inilah, adegan yang terpampang di hadapan matanya memberikan Ye Qingti kejutan besar ketika ia tiba bersama Fengjiu di rawa berair di luar Laut Biru.
Sebuah dinding transparan keperakan berdiri di atas tanah di samping rawa. Bersamaan dengan bintang-bintang yang terus berjatuhan dari langit layaknya bunga-bunga layu berguguran, mereka menempel di dindingnya dan membuatnya tampak seperti itu adalah pelindung yang terbuat dari cahaya bintang.
Di balik dinding, gelombang biru menerjang kian tinggi. Di puncak gelombang, seorang dewa berjubah ungu sedang melakukan pertarungan sengit dengan seorang iblis wanita yang menggunakan sehelai selendang merah sebagai senjatanya.
Racun hitam di belakang iblis wanita itu bergabung menjadi seekor piton dengan tiga ekor yang bertingkah seperti monster raksasa dengan kesadarannya sendiri.
Ular itu secara serampangan mencari kesempatan untuk menyerang dindingnya demi menghancurkannya dan terlepas dari kurungannya. Saat itu, cahaya keperakan di balik si dewa berjubah ungu berubah menjadi seekor naga, kadang menjadi phoenix, di waktu lainnya jadi seekor unicorn, bertekad melawan piton berekor tiga tersebut.
Jeritan amarah dari si monster pun beresonansi di balik dinding, mengguncang tanah dan mengirimkan gelombang yang berkecamuk melempari hujan deras.
Kebencian tampak di mata si iblis wanita berjubah merah. Dewa berjubah ungu kelihatan pucat, tetapi ia berdiri tegak di tanah seperti pinus yang tak dapat dipindahkan. Pedang Canghe menambah kecepatan dan menjadi lebih mematikan dengan tiap pergerakannya.
Di saat bersamaan, binatang suci yang terlahir dari sinar keperakan itu telah menggigiti sedalam tujuh inci ke dalam si piton. Piton itu berjuang keras untuk melepaskan diri, tak berdaya, menarik si binatang suci bersama dengannya dan menghantamkan diri mengenai dinding dekat rawa berair itu. Tanahnya langsung bergemuruh sementara baik si iblis wanita maupun sang dewa memuntahkan batuk darah.
Ye Qingti mengikuti sampai ke tempat ini untuk mencegah Fengjiu melakukan hal yang bodoh. Saat ia tiba, dan selagi perhatian Fengjiu terarah pada pertarungan, ia menggunakan sihir untuk mengikat tangan mereka bersama-sama.
Walaupun Fengjiu bertekad bergabung dalam perkelahian ini dan cari mati bersama Donghua, jika tangannya terikat dengannya, Ye Qingti menduga Fengjiu tidak akan sesembarangan itu untuk menariknya masuk dalam bahaya bersamanya. Tentu saja, Ye Qingti tahu Fengjiu mungkin akan membencinya seumur hidupnya, tetapi dibandingkan dengan memastikan keselamatan Fengjiu, itu hanya masalah kecil.
Ia menunggu Fengjiu menangis dan memohon padanya untuk melepaskannya, tetapi yang mengejutkannya, Fengjiu hanya memiringkan kepalanya seraya menatapnya dengan pandangan aneh, lalu mengangkat tangan mereka yang terikat ke atas untuk dilihatnya, dan dengan lembut memintanya dengan ekspresi yang sangat tenang, meski wajahnya masih ternoda oleh air mata:
"Apakah kau tahu kalau dinding di sekitar rawa itu adalah medan pelindung yang telah dijalin oleh Dijun dari bintang-bintang di langit? Dengan medan pelindung sekuat itu, tidak ada orang luar yang diperbolehkan masuk kecuali si pembuat sendiri yang mengizinkannya."
Fengjiu dengan pandai meyakinkannya, "Lepaskan saja aku, oke? Meskipun kau tidak mengikatku, aku tetap tidak akan bisa masuk ke dalam."
Baguslah, pikir Ye Qingti, Fengjiu masih bisa menggunakan alasan untuk menggoyahkan orang lain, ia jauh lebih tenang dari yang dibayangkannya. Namun, tentu saja ia tidak memiliki pemahaman yang sama tentang dunia dewa seperti Fengjiu. Bagaimana ia bisa tahu kalau Fengjiu tidak membohonginya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Lives Three Worlds, The Pillow Book [Terjemahan Indonesia]
Acak[Novel Terjemahan] [END] Judul : Three Lives Three Worlds, The Pillow Book Author : Tangqi Gongzi Upper Volume : Prolog+11 chapter+1 bonus Lower Volume : 21 chapter + epilog + 2 extra chapter + 1 bonus Pillow Book of Samsara : Back to Chaos in A Dre...