Akan tetapi, warna rambut yang istimewa ini sebenarnya bukanlah hal yang baik. Jadilah, Bai Gungun sudah mulai mengecat rambutnya semenjak usia muda. Pernah ia bertanya pada ibunya tentang alasannya.
Ibunya tersenyum padanya dan berkata itu karena mereka adalah dewa. Bai Gungun adalah seorang anak dewa kecil, dan semua anak dewa kecil memiliki rambut perak dan lambat untuk tumbuh.
Bai Gungun langsung memercayainya karena ia belum pernah bertemu dengan dewa lain ataupun dewa kecil lain secara langsung.
Namun, seiring berjalannya waktu, Bai Gungun menyadari semenjak ibunya memberitahu bahwa mereka adalah dewa, ia sering menggunakannya sebagai alasan untuk banyak hal lainnya.
Sebagai contohnya, ada tujuh kue kastanye di rumah. Ibunya membawa keluar dua piring untuk membagikan mereka dan memberi dirinya empat potong sementara hanya memberinya tiga potong.
Ketika ia memberitahu ibunya dengan serius bahwa ibu teman sekelasnya tidak pernah berebut dengan anak-anak mereka untuk kue semacam ini, ibunya menggaruk hidungnya dan memberitahunya itu disebabkan karena mereka adalah dewa sementara yang lainnya adalah manusia. Dewa-dewi dan manusia punya peraturan yang berbeda mengenai hal ini!
Contoh lainnya adalah bahwa ibunya suka menendang selimut selama tidurnya. Semenjak ia cukup tua untuk mengerti beberapa hal, Bai Gungun akan bangun setiap malamnya untuk menyelimuti ibunya.
Ia selalu mengira bahwa seorang putra hanya terlahir untuk menarik kembali ibunya masuk ke dalam selimut di malam hari.
Lalu, datang satu tahun ketika ia mengetahuinya, selagi berbincang dengan teman-teman kecilnya, kalau semua keluarga orang lainnya berbeda dari miliknya.
Bai Gungun pulang ke rumah dan mengajak ibunya berbicara serius tentang bagaimana seharusnya keluarga mereka mulai sekarang. Ibunya menggaruk hidungnya lagi dan berkata bahwa di dunia dewa, semua anak lelaki terbangun di tengah malam untuk menarik kembali ibu mereka masuk ke dalam selimut. Mereka adalah manusia, apa yang mereka ketahui soal kita para dewa!
Oh, dan masih ada lagi.
Ini, sangat, sangat penting. Bai Gungun tidak ingat lagi kapan tepatnya ia mengetahui untuk pertama kalinya anak-anak di dunia manusia tidak hanya memiliki ibu, tetapi juga ayah.
Setelah salah satu teman dekatnya menanyakan dimana ayahnya berada, Bai Gungun pulang ke rumah untuk bertanya pada ibunya. Ibunya sedang menjemur jagung di halaman waktu itu.
Saat ibunya mendengarnya, sejumlah bonggol jagung berjatuhan dan menimpa kakinya. Ibunya menahan rasa sakitnya dan tersenyum terpaksa padanya.
"Aku melahirkanmu sendirian. Kau tidak punya ayah."
Bai Gungun berlari dengan kaki gempalnya, menghampiri sang ibu untuk memijat kakinya.
"Tetapi semua teman sekelasku punya ayah," ia bertanya kebingungan.
Suara ibunya terdengar sedikit jauh ketika ia menjawabnya: "Itu karena kita adalah dewa. Dewa kecil hanya punya ibu, mereka tidak punya ayah."
Bai Gungun menyadari ada sesuatu yang tidak beres, tetapi ia tidak punya cara untuk mencari tahu soal kebenarannya. Ia hanya bisa mencurigai dalam hati.
Ia dengan tulus berharap bahwa para orang dewasa di dunia dewa tidak benar-benar bertengkar dengan anak mereka demi memperebutkan kue, bahwa orang dewasa di sana akan bangun untuk membantu menyelimuti anak-anak mereka di malam hari, dan bahwa dewa-dewa kecil juga memiliki ayah.
Kalau memang seperti itu, ia juga akan memiliki seorang ayah. Ada kalanya ketika ia bertanya-tanya seperti apa rupa ayahnya jika ia memang punya ayah.
Ia menggunakan orang tua teman-temannya sebagai contoh. Kecuali penampilan, para ayah kelihatannya lebih jago dari para ibu di hampir semua aspek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Lives Three Worlds, The Pillow Book [Terjemahan Indonesia]
Random[Novel Terjemahan] [END] Judul : Three Lives Three Worlds, The Pillow Book Author : Tangqi Gongzi Upper Volume : Prolog+11 chapter+1 bonus Lower Volume : 21 chapter + epilog + 2 extra chapter + 1 bonus Pillow Book of Samsara : Back to Chaos in A Dre...