Buku 2 - Chapter 15 (5)

253 22 0
                                    

Tanggal 22 Agustus merupakan hari yang baik. Matahari tidak begitu terik, bahkan sesekali ada angin sepoi-sepoi. Cuacanya paling cocok untuk mengunjungi keluarga dan sahabat.

Seolah ia secara khusus memilih waktu seperti ini, Tuan Xize datang mengunjungi Chen Ye di kuil.

Pada saat itu, Chen Ye sedang membaca di taman empat musim. Xize datang melalui pintu masuk melengkung dan berdiri menghadap Chen Ye.

Xize terlihat agak sedih dan pasrah. Ia tidak menegurnya dan duduk berseberangan dengan Chen Ye.

"Dunia di luar sana telah berubah lagi dan lagi, tetapi betapa santainya dirimu, bersembunyi di pengasingan di sini."

Chen Ye mendongak dan melirik Xize. Kemudian ia membalikkan halaman berikutnya dan mengarahkan pandangannya kembali pada bukunya.

"Aku ingat kau sering bilang kalau kuil adalah tempat yang jauh dari urusan duniawi. Karena seperti itu, apa hubungannya tentang hal-hal duniawi itu dengan sebuah tempat yang tidak mengurusi hal duniawi?"

Membalikkan halaman berikutnya, Chen Ye menambahkan, "Aranya, dia ...."

Xize mengerutkan dahi dan menyela Chen Ye.

"Aku tidak pernah merasakan cinta, jadi tentu saja aku tidak akan mengetahui bagaimana cara berpikirmu dan Aranya. Tetapi karena kau mengajukan pertanyaan ini, kau jelas mempedulikannya. Kalau memang begitu, kenapa mendorongnya hingga ke titik ini?

"Tentu saja itu adalah urusan kalian berdua. Bukan tempatku untuk mengatakan apa pun sebagai orang luar. Jalan yang kau pilih, jalan yang Aranya pilih, mereka semua adalah takdir kalian masing-masing."

Xize menghela napas.

"Aku datang kemari hari ini, hanya karena aku mengingat keinginan Aranya. Ia punya dua puluh surat di tempatmu. Sebelum Aranya pergi, ia memintaku mengambilnya kembali."

Seolah Xize tidak mengatakan apa pun. Satu kata yang masuk ke dalam telinga Chen Ye seperti sebatang jarum yang panjang adalah 'pergi'.

Jari Chen Ye menegang di halaman bukunya selagi ia perlahan mengeluarkan suaranya.

"Pergi? Kau menyelamatkannya, lalu membiarkannya pergi?"

Xize jadi sedikit bingung, seolah ia tidak mengerti mengapa Chen Ye mengajukan pertanyaan ini.

Suatu firasat buruk mendadak mengambil alih hatinya. Chen Ye mendadak bangkit dan menuju gerbang taman.

"Karena kau di sini, kau harusnya punya sebuah cara untuk membantuku meninggalkan tempat ini. Tak peduli kemana Aranya pergi, jika kita meninggalkan gunung sekarang juga, kita masih bisa mengejar Aranya. Kau tidak tahu ini, tetapi Aranya adalah orang yang bertingkah. Meninggalkan Aranya sendirian membuatku sedikit cemas ...."

Chen Ye bukanlah seorang yang banyak bicara, tetapi ia takut diinterupsi. Tetapi pada akhirnya, Chen Ye tahu apa yang ditakutkannya. Ia dan Aranya hanya memiliki satu sama lain. Nasib akan melenceng lagi.

Bagaimana kalau satu langkah ini salah, bagaimana ....?

Seolah ia mendadak mengerti, Xize berbicara dari belakang, "Apakah tak ada seorang pun yang memberitahumu? Chen Ye, Aranya pergi ke medan perang dan bertukar tempat dengan ...."

Tetapi Xize dipotong.

"Jangan katakan."

Jangan katakan.

Seolah-olah, jika Xize tidak mengatakannya, semua yang diharapkan Chen Ye akan tetap seperti harapannya.

Taman itu menjadi sunyi senyap. Hanya angin sepoi-sepoi sejuk dengan santai membalikkan halaman bukunya, menghasilkan suara gemerisik ringan.

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang