Chapter 11 (4)

249 24 0
                                    

Tangan itu kini mengoleskan sesuatu seperti salep ke keningnya yang bengkak. Tangan itu terus mengelusnya lembut. Terasa menyenangkan, seperti sebuah mimpi indah, dan Fengjiu tertidur lebih lelap.

Ah, ini adalah aroma salep cotton rosemallow.

Fengjiu tahu sekarang!

Salep Mufurong dapat meredakan rasa sakit dan mengobati bengkak. Ia tahu sekali soal ini.

Ketika ia masih seekor bayi rubah di Istana Taichen, Fengjiu sering berlari ke kebun kecil untuk memetik beberapa bunga Mufurong. Pada saat itu, bersebelahan dengan dinding yang diselimuti Bodhi, terdapat beberapa tanaman Mufurong. Kelopak rapuh mereka bertebaran di tanah setiap kali angin bertiup.

Fengjiu menggunakan kakinya untuk mengumpulkan kelopak bunga di dalam kantong sutra yang diberikan Zhonglin padanya. Ketika Fengjiu sudah punya cukup kelopak bunga, ia akan mengencangkan ikatan kantong dengan giginya dan berlari gembira ke mata air kecil di dekat sana untuk merendam kelopak itu menjadi salep yang nantinya akan ia berikan pada Donghua untuk mengobati luka-lukanya.

Dulu, tangan Donghua sering pecah-pecah entah karena alasan yang tak bisa dijelaskan. Saat ia memberikan salep bunga itu pada Donghua, ia akan mengelus telinga Fengjiu.

Fengjiu bukanlah seorang yang puitis, tetapi ia menuliskan sebait pendek hari itu dalam ingatannya akan perasaannya:

"Bunga mekar dan layu, bunga menjadi bubuk. Dalam kebahagiaan dan harmoni, selalu bersama, kau dan aku."

Ketika Fengjiu menunjukkan puisi ini pada Siming, ia terbahak-bahak dan memberitahu Fengjiu ia mau muntah karena kegombalan Fengjiu.

Fengjiu mendengung dan menunjukkan kalimat tambahan: "Kau mungkin ingin muntah, tapi aku tidak."

Saat Fengjiu pergi dengan gembira, ekornya mengibas, ia berpikir sendiri, kalau ia hanya pernah menuliskan satu puisi seumur hidupnya, tetapi orang yang ia tujukan tak akan pernah bisa membacanya. Dalam mimpinya, Fengjiu merasakan sebuah kesedihan mendadak.

***

Lengan Fengjiu tiba-tiba saja terangkat. Pakaian dalam sutranya diturunkan hingga ke bahunya. Rasa dingin di hatinya dengan cepat menyebar hingga ke jari tangannya. Fengjiu menggigil.

Mimpi ini mulai terasa terlalu nyata. Pikiran kaburnya mulai terbangun akibat menggigil tetapi Fengjiu masih belum sanggup membuka matanya. Meskipun kelopak matanya terasa berat, ia berhasil membukanya sedikit.

Bayangan yang menjadi semakin jelas di bawah secercah cahaya itu ternyata adalah Dijun. Kepalanya sedikit dimiringkan dan tangannya masih berada di bahu Fengjiu.

Rambut perak panjangnya mengalir seperti cahaya bulan di atas selimut sutra. Rambut Donghua sedikit kusut, memberikan wajah tampannya sedikit tampang lesu; matanya yang tenang melihat ke arah Fengjiu di bawah lampu yang bercahaya.

Dijun biasanya berambut kusut bahkan ketika ia tidur dalam posisi yang benar. Bagi Fengjiu, bagian diri Donghua yang ini sungguh sangat manis. Betapa nyata mimpi ini. Akan tetapi, tetaplah harus ada alasan di dalam mimpi.

Fengjiu ingin menanyakan Donghua, mengapa ia pulang begitu larut?

Lalu Fengjiu menjawab dirinya sendiri kalau itu mungkin dikarenakan Donghua membantu menghitung memarnya dari latihan tadi pagi.

Kemudian, Fengjiu ingin bertanya pada Donghua, mengapa ia harus datang di tengah malam?

Lalu, Fengjiu menjawab dirinya sendiri lagi, kalau salep Mufurong bekerja paling baik ketika si pasien berada dalam keadaan tenang.

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang