Chapter 11 (8)

245 24 0
                                    

Sekarang Fengjiu memahami situasinya. Ini mungkin alasan sebenarnya Jiheng datang menemuinya. Meminta maaf hanyalah sebuah alasan untuk membuat Fengjiu tetap di sini. Belakangan ini, ia berhenti memperhatikan apa yang dikatakan orang lain.

Fengjiu juga baru saja meninggalkan arena setelah melalui keterkejutan emosional.

Merasa lelah, Fengjiu mundur selangkah dari Jiheng dan berkata, "Takutnya, aku tidak tahu mengapa kau melukaiku dengan berkata seperti ini. Jika kau tidak mau membagikan buah Saha itu, maka tidak ada lagi yang bisa kita bicarakan."

Jiheng bertenti tersenyum; suaranya sekarang tanpa humor: "Aku tahu perkataan semacam ini pasti akan membuatmu marah, tetapi aku mengatakannya demi kebaikan Yang Mulia sendiri. Tatapan Guruku padamu telah berubah beberapa hari ini. Hatimu pasti sudah tersentuh?"

Jiheng melirik Fengjiu lagi dan melanjutkan: "Aku tidak tahu sudah berapa lama guru hidup. Dalam hidupnya yang kekal, ia sering merasa bosan dalam kesepian. Ia suka mencari hal baru. Kau pintar dan cantik, jadi sudah sewajarnya kau merasa ia tertarik pdamu. Tetapi ia hanya melihatmu sebagai mainan baru. Lebih jauh lagi hanya akan membawa rasa sakit bagimu."

Tanpa membiarkan Fengjiu bersekempatan untuk bereaksi, Jiheng menurunkan kepalanya dan menambahkan, "Kau mungkin mengira aku berkata seperti ini karena aku sendiri mencintainya."

Jiheng terdiam.

"Sejujurnya, aku pernah dinikahkan dengannya. Tetapi dalam masa mudaku yang bodoh, aku meninggalkan sebuah perjodohan yang luar biasa. Selama tiga ratus tahun, Guru tidak pernah sekali pun meninggalkanku. Ia membuatku sadar, kepada siapa orang yang sesungguhnya harus kugantungkan kebahagiaanku. Kedatanganmu membuatku menyadari perasaanku sendiri. Perhatian istimewanya padamu memang sangat menyakitkanku. Itulah mengapa aku meminta buah Saha padanya, untuk menguji seberapa pentingnya diriku di hatinya. Aku, juga, takut apakah kami dapat melanjutkan takdir kami yang telah hancur dulu, tetapi ia tidak berpikir dua kali sebelum memberikan buah itu padaku."

Setelah beberapa saat berpikir, Jiheng menyelesaikan: "Aku ingin hubungan kami berdua kekal abadi. Putri, tolong jangan muncul di antara kami berdua."

***

Lama setelah Jiheng pergi, Fengjiu masih membeku di tempat yang sama. Angin bertiup semakin kencang di pinggiran kota, bahkan meledakkan sinar matahari. Langit pun menjadi buram.

Apa yang Fengjiu katakan ketika Jiheng pergi?

Fengjiu mungkin dengan sopan mengatakan sesuatu berbarengan dengan kalimat "Aku berharap kau dan Yang Mulia sang Raja akan memiliki akhir yang kekal abadi."

Ketika Jiheng mengekspresikan kesedihannya dengan perkataan yang menyentuh hati, wajah Fengjiu sangat dingin, ia bahkan tidak memperhatikan bagaimana Jiheng menjawabnya setelah itu.

Mungkin saja Jiheng menyembunyikan cahaya di matanya selagi ia juga dengan sopan mengatakan bahwa ia selalu tahu kalau Putri Jiu'ge sebagai seorang yang bijaksana.

Fengjiu memang seorang yang bijaksana. Demi mendapatkan buah Saha itu, ia menghabiskan banyak usaha dan menahan begitu banyak kpahitan hanya untuk kalah dari beberapa kata biasa Jiheng pada Donghua.

Fengjiu merasa tersinggung, tapi apa yang dapat dilakukannya. Jauh di lubuk hatinya, ia mengerti bahwa Jiheng adalah satu-satunya yang dicintai oleh Donghua. Belakangan ini, mereka sedang mengalami konflik yang tak dapat mereka selesaikan.

Menggunakan buah Saha, Donghua berharap ia dapat menenangkan Jiheng dan dengan begitu menyelesaikan masalah mereka. Tindakan Donghua sama sekali tidak berlebihan. Masih mempertimbangkan soal Fengjiu, Donghua pergi menemui Ratu Langit dan meminta sekeranjang buah persik. Paling tidak, Donghua memikirkan tentang juniornya. Fengjiu tidak punya alasan untuk merasa diperlakukan tidak adil.

Three Lives Three Worlds, The Pillow Book [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang