Bagian 12: Go Easy on Me

1K 74 0
                                    

Tanpa bisa kami cegah lagi, orang tuaku tentu saja berencana menginap di rumah kami. Sebenarnya bukan aku dan Kyara tidak bersedia bila orang tua kami berkunjung, tapi dalam keadaan yang sangat belum siap seperti sekarang, tentu saja kehadiran Papa dan Mama membuat kami menjadi sedikit merasakan panik.

"Ra, terus kita bilang apa sama Papa dan Mama aku?" tanyaku panik sambil menaiki anak tangga.

"Aku pindahkan barang-barangku ke atas, sementara kamu alihkan perhatian orang tua kamu, ya?" Kyara mencoba memberikan saran.

Aku menyentuh tangannya, "kebalik, Ra... Kayaknya kamu lebih pintar mengambil hati orang tuaku daripada anaknya sendiri ini."

Kyara menatapku tajam, "seriously, Lan?"

"No doubt about it, Ra..." jawabku sambil menggaruk bagian belakang kepalaku yang sebenarnya tidak gatal.

"Tapi ingat, Lan... Aku belum mau tidur satu kamar sama kamu lagi. Jadi begitu orang tua kamu pulang, aku akan kembali ke kamar bawah," kata Kyara serius.

"Astaga, Ra!" aku mengacak rambutku frustrasi.

Dia berjalan melewatiku dan segera menuju ke kamar. Aku nyaris menyerah melihat sikap Kyara yang justru berubah ketika aku sudah benar-benar melepaskan Farra dari hidupku, bahkan Kyara sendiri melihat dengan mata kepalanya bagaimana aku memutuskan hubungan dengan Farra di kantornya.

"Oke. Aku nggak akan memaksa kamu untuk pindah kamar denganku secepat itu, tapi aku ada satu persyaratan," kataku begitu sampai di pintu kamar.

"Apa itu?" tanya Kyara ogah-ogahan sambil merapikan ranjangku.

"Ranjangmu," kataku sambil menunjuk ke arah ranjang Kyara, "aku keluarkan dari kamar ini sekarang."

"Oke," jawab Kyara singkat.

Inginku bersorak gembira mendengar jawaban dari Kyara. Walaupun aku tahu orang tuaku tidak akan tinggal di sini dalam waktu yang lama, setidaknya aku mendapat kesempatan untuk tidur berdua Kyara sementara waktu.

"Temanin Papa dan Mama aku gih... Aku rapikan dulu kamar kita..." kataku.

Tanpa banyak kata, Kyara segera keluar kamar dan menemui kedua orang tuaku. Aku berencana memanggil orang untuk membantuku mengeluarkan ranjang Kyara, karena ranjang ini begitu berat untuk aku bereskan sendiri.

***

"Chev, Papa dan Mama berangkat ke kafe Kyara dulu, ya? Kamu nggak apa-apa di rumah sendiri? Kenapa kamu nggak ikut saja?" cecar Mama di depan pagar.

Aku menggeleng, "Ada urusan yang harus Cheva selesaikan di rumah, Ma... Mama dan Papa tolong jagain istri Cheva baik-baik, ya? Kalau sudah di kafe, dia sering lupa waktu soalnya," kataku berbohong.

"Bohong!" bisik Kyara di telinga kananku sambil berjalan masuk ke dalam mobil, menyusul kedua orang tuaku.

Aku melambaikan tangan untuk melepas kepergian mereka bertiga. Tentu saja aku tidak berbohong kepada Papa dan Mama tentang urusan yang harus aku selesaikan di rumah itu. Ranjang Kyara yang ternyata berat itu membuat aku berpikir seribu kali di mana harus meletakkannya. Karena, akan sayang sekali jika ranjang yang masih bagus itu harus aku buang.

Sambil menyeduh kopi di dapur, aku berpikir di mana kah aku harus meletakkan ranjang Kyara itu. Sebab jika tidak dipindahkan dengan segera, orang tuaku akan menghujani kami dengan seribu pertanyaan mengapa kami tidur berpisah ranjang padahal ada di kamar yang sama.

Aku menghela nafas pelan, "mungkin aku harus minta bantuan Kyara..." gumamku.

Tanpa banyak kata lagi, aku segera mencari nama Kyara di dalam telepon pintarku. Lagi-lagi aku harus mengandalkan dia untuk mengurusi hal sekecil ini. Semakin lama, aku semakin sadar bahwa sudah setahun lebih ini hidupku sangat bergantung pada perempuan bergelar istriku itu.

Perempuan yang Aku NikahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang