"Good morning, Pak Alan!" sapa Amanda di depan pintu masuk.
Aku mengangkat tangan kananku, melihat arloji, baru jam delapan lebih dua puluh menit, tidak biasanya sekretarisku ini menyambut kedatanganku di depan dealer.
Kulirik dia dengan wajah tidak menyenangkan, "kamu kerasukan apa?"
"Pak Alan kenapa selalu berprasangka buruk sama saya?" dia membalas lirikanku dengan tatapan lebih mengintimidasi.
Aku tertawa, "karena nggak biasanya kamu menyambut saya di depan dealer seperti ini, padahal kan saya nggak datang terlambat," jelasku.
"Kalau ikut aturan pegawai sih, jelas Bapak terlambat dua puluh menit. Tapi berhubung Pak Alan yang menggaji diri Bapak sendiri, walaupun Bapak nggak datang ke kantor juga bukan masalah..." cerocos Amanda, sangat bising.
Aku menjentikkan jari di depan wajahnya, "itu pintar!"
Amanda mencebik, "itu alasan Pak Hartadi merekrut saya, Pak!"
"Ada apa sih, Manda Darling?" aku merapikan lengan kemejaku yang masih terlipat, "sepagi ini sudah cerewet sekali itu bibir. Kenapa?"
Amanda mengamati aku dari atas sampai bawah, seperti seorang polisi yang sedang menginterogasi residivis. Aku jadi merasa salah tingkah akibat pandangan Amanda yang seolah-olah menelanjangi aku itu.
"Siapa yang memilihkan setelan Pak Alan setiap hari?" Amanda memicingkan mata.
Aku mengamati diriku sendiri dari atas sampai bawah, mendadak merasa menjadi makhluk paling buruk di alam semesta, "memangnya kenapa?"
"Sejak Bapak pulih dari kecelakaan itu, saya amati Pak Alan sekarang jadi lebih ganteng. Pilihan baju Bapak juga jadi oke sekali!" Amanda mengacungkan ibu jarinya di depan wajahku.
Aku tersenyum bangga, "aku sendiri, Manda..."
"No. No," sekretarisku itu menggoyang-goyangkan telunjuknya, "nggak mungkin! Pasti Mbak Kyara yang mengarahkan Pak Alan setiap pagi, kan?"
"Kamu pandai sekali kalau mengarang cerita?" kutinggalkan Amanda di pintu dealer.
Beberapa staff tersenyum menyambutku begitu aku masuk ke dalam ruangan besar ini. Sempat aku melihat refleksi diriku sendiri di dalam cermin yang aku lewati ketika melintas di depan kamar mandi karyawan. Hari ini aku memilih celana abu-abu tua, kemeja hitam dengan garis-garis tipis berwarna abu-abu muda, serta sepasang oxford shoes dengan warna coklat tua. Mungkin sampai lima kali aku menatap diriku di dalam cermin, berpikir apakah ada yang salah dengan style kerjaku hari ini sampai Amanda bertanya seperti itu. Memang jarang aku memakai kemeja bermotif untuk bekerja, tapi bukan berarti seleraku payah sama sekali sampai-sampai ketika aku tampil berbeda berarti ada campur tangan Kyara di dalamnya.
Kutinggalkan cermin di dalam kamar mandi karyawan itu setelah aku memastikan bahwa tidak ada yang salah dengan suit yang aku pakai hari ini. Aku bernyanyi kecil sambil masuk ke dalam kabin elevator, entah mengapa hari ini aku merasa sangat bersemangat sekali. Semangat untuk apa, aku juga tidak tahu, karena sebenarnya kedatanganku ke kantor hanya lah sebuah formalitas. Ketika baru saja aku akan menekan tombol untuk menutup pintu di dalam elevator, seorang gadis dengan pleated skirt berwarna biru tua dan blouse putih gading motif bunga-bunga menghalangi pintu elevator dengan tangannya. Begitu pintu kembali terbuka, aku dapat melihat jelas siapa yang akan masuk ke kabin elevator ini.
"Hai!" Kyara menghambur memelukku.
Aku kehilangan keseimbangan saat dia tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya ke atas tubuhku, "segitu kangennya sama aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomanceSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...