Bagian 19: Menjaga Perasaan

1K 81 6
                                    

"Ra?"

Setengah mati aku menahan emosi ketika aku mendekati meja Kyara yang sedang asyik berbincang dengan laki-laki itu. Aku tidak pernah merasa cemburu selain dengan Danish. Kali ini, aku merasa sesak melihat Kyara begitu intim dengan laki-laki yang tidak pernah aku kenal sebelumnya.

Kyara mengalihkan pandangannya padaku, "Alan? Kenapa ke sini? Makan siang kamu belum diantar sama anak-anak?" tanya Kyara tanpa merasa bersalah.

"Siapa dia?" balasku tanpa mempedulikan serbuan pertanyaan Kyara

"Oh!" Kyara menepuk keningnya perlahan, "ini Bang Kevan, Lan... Kalian belum pernah bertemu, ya?"

Bisa aku rasakan wajahku yang panas sekarang, rasanya aku ingin menghilang dari bumi saat ini juga. Cemburu tanpa alasan membuat aku nyaris marah kepada Kyara.

"Aku sering mendengar tentang kamu, Lan!" sapa Bang Kevan antusias sambil menghambur memelukku.

Aku menyambut pelukan Bang Kevan dengan sedikit kikuk, "sering mendengar dari mana, Bang?"

"Kyara banyak cerita tentang kamu. Apa dia bilang kalau dia sudah suka sama kamu sejak kalian masih kecil?" tanya laki-laki berbadan tinggi itu sambil melirik jahil ke arah Kyara.

Kyara melotot, "don't you dare to say anything!" ancamnya.

"Mbak Kyara, ada telepon dari supplier daging," panggil salah satu karyawan Kyara.

"Okay. Aku ke sana sebentar lagi," jawab Kyara ramah.

Aku menatap Kyara, "it's a boy thing!"

"Okay. Fine. I will take off now," Kyara meninggalkan kami berdua.

"Kyara cerita apa saja, Bang?" aku terkekeh kecil.

"Duduk dulu, Lan..."

Aku mengambil duduk tepat di sebelah kakak kandung Kyara ini. Kyara pernah menceritakan bahwa semua kakaknya menetap di luar negeri untuk waktu yang sudah lama. Aku sama sekali belum pernah bertemu keduanya dan Kyara juga tidak pernah menunjukkan wajah mereka berdua kepadaku.

"Long trip, huh?" tanyaku ramah.

"Sort of. Tapi untungnya aku solo traveling, Lan... Jadi nggak terlalu ribet juga kalau nggak bawa anak-anak begini," jelasnya sambil menepuk bahuku.

"Sebenarnya aku nggak terlau banyak mendengar tentang Bang Kevan atau Bang Keagan. Kyara is not a big sharer," kataku.

Bang Kevan celingukan, "Lan, Kyara jual beer nggak?"

Aku tertawa, "nggak, Bang..."

"Oops!"

"If you want, we can have it tonight."

"Aku nggak lama di sini, Lan... Sebenarnya aku ada urusan bisnis di sini. Nanti malam aku harus kembali ke New York. What a pity..." kata Bang Kevan sambil merogoh saku kaosnya untuk meraih sesuatu, "kamu merokok?"

Aku memandang sekitar, mencari-cari keberadaan Kyara di sekitar kafe. Seringkai sebenarnya Kyara melihat aku merokok, tapi tetap saja aku tidak memiliki keberanian untuk terang-terangan menghisap tembakau di depannya.

"Wow! Kyara nggak tahu kamu merokok?" suara Bang Kevan membahan di seluruh ruangan.

Aku melotot, "aku cuma nggak suka dia mengomel seharian, Bang!" tampikku.

***

Setelah melepas kepergian Bang Kevan untuk kembali ke Negeri Paman Sam, aku sengaja menghabiskan sore di kafe milik Kyara. Ini adalah kali pertama untukku, aku tidak pernah berlama-lama di tempat ini. Karena Kyara tidak pernah mengijinkan aku sejak dulu dan juga aku sejak awal aku tidak pernah mempedulikan Kyara dan segala kesibukannya. Pertama kali aku melihat kafe ini, aku begitu kaget karena usaha Kyara yang aku pikir adalah sebuah warung kopi biasa ternyata adalah sebuah kafe dengan gaya.

Perempuan yang Aku NikahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang