"Amanda?" panggilku.
Pagi ini aku sudah berada di kantor, bahkan sebelum jam delapan. Aku ingin memberitahukan kepada staff-ku bahwa acara berlibur ke Bintan itu akan segera dilaksanakan dalam kurun waktu tiga hari lagi. Jadi aku ingin memberikan waktu agar mereka menyiapkan segala sesuatu yang mereka butuhkan sendiri.
Amanda datang ke ruanganku, "baru jam delapan kurang lima menit, Pak... Saya masih makan pagi," keluhnya.
"Saya juga belum makan, Manda..." aku meringis, "tolong panggilkan Mang Asep."
"Pak Alan mau makan apa?"
"Ada yang jual ayam goreng pagi-pagi begini?" aku menatap jam di dinding di depanku.
"Makan pagi sama aku ya, Mas?" tiba-tiba suara Danish mengejutkan kami, dia berdiri di ambang pintu.
Sontak, aku dan Amanda mengalihkan pandangan ke arah perempuan dengan rambut kecoklatan dan dress putih itu. Pada dasarnya, Danish memang cantik. Jadi apa pun yang dia pakai, sudah pasti akan membuat orang yang melihatnya akan berdecak kagum. Pun aku, aku tidak akan mengingkari bahwa perempuan ini memang cantik. Walaupun badannya tidak terlalu tinggi untukku, tapi justru itu yang membuat Danish tampak menggemaskan.
"Jadi dipanggilkan Mang Asep, Pak?" Amanda beranjak dari ruanganku.
Aku menggeleng, "nanti saja, Manda..." sambil masih berdiri di dekat meja kerjaku.
"Baik, Pak..." Amanda memandang enggan ke arah Danish.
"Thank you, Manda!" seruku, tapi Amanda meninggalkan aku seperti tidak mendengar apa yang aku katakan padanya.
Danish mendekat ke arah mejaku sambil tersenyum, "aku kangen kamu, Mas..."
"Baru saja kita bertemu kemarin, Nish..." aku berusaha menghindarinya, kualihkan pandanganku ke arah balkon di samping ruangan kerjaku.
"Kemarin kamu lebih peduli sama Kyara itu daripada sama aku!" balas Danish kesal.
Aku menghela nafas, "karena memang itu yang harus aku lakukan."
Danish semakin mendekat ke arahku, memperkecil jarak di antara kami, sampai hampir nol. Aku mundur beberapa langkah, memperpanjang jarak di antara kami berdua. Aku tidak akan menjadi munafik dengan mengatakan aku tidak tertarik pada Danish, tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tidak akan membuat kesalahan yang sama. Saat ini aku hanya menginginkan Kyara dan untuk mendapatkan apa yang aku inginkan itu, aku harus bisa menjadi laki-laki yang seperti Kyara inginkan. Aku tidak mau lagi menjalin hubungan dengan banyak perempuan.
"Kamu sudah nggak mau sama aku, Mas?" Danish berusaha meraih tanganku.
"Pak Alan!" suara Amanda di depan ruanganku, seperti sedang menyelamatkanku.
Aku mengalihkan pandanganku padanya, "ya, Manda?"
"Ada Pak Ethan di lantai bawah. Ingin bertemu Pak Alan. Bagaimana?" Amanda tersenyum.
"Suruh masuk saja, Manda. Oh iya, saya minta staff administrasi untuk quick meeting di ruang rapat B, ya?" aku berjalan menuju pintu, sengaja menjauhi Danish.
"Baik, Pak Alan!" jawab Amanda, "terus gimana soal makan pagi Bapak? Saya pesan di kafe Mbak Kyara saja, ya?" seperti sengaja, Amanda memberi penekanan ketika menyebut nama Kyara.
Aku mengulum senyum, memahami kenapa Amanda sengaja menyebut nama Kyara di depan Danish. Belum aku pastikan, tapi aku rasa Papa pernah berkeluh-kesah kepada sekretarisku ini tentang Danish. Mungkin karena dekatnya hubungan Amanda dengan keluarga kami membuatnya menjadi mati-matian membela Papa. Apa pun yang Papa katakan, pasti Amanda akan memihak Papa begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomanceSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...