Bagian 4: Makan Siang

1.2K 113 6
                                    

Kyara masih berkeras supaya aku tidak mengantarnya ke kafe hari ini dan tentu saja aku juga lebih berkeras untuk mengantarnya ke mana pun dia pergi hari ini. Bukan hanya hari ini tapi untuk selamanya.

"Lan, aku beneran nggak mau anak-anak tahu kalau aku sudah menikah," ucap Kyara sambil menyisir rambut panjangnya.

"Kenapa sih memangnya? Kamu malu punya suami kayak aku?" aku memperhatikan setiap hal yang dilakukan Kyara di depan cermin itu.

Kyara menggeleng cepat, "ya jelas nggak lah! Siapa yang malu punya suami seorang Alan Chevalier Hartadi? "

Alisku bertaut, "memangnya kenapa sama aku?"

"Lan? Seriously? Kamu nggak salah tanya ke aku?" cecar Kyara sambil menyodorkan sepasang kaos kaki untukku, "kamu pakai sneakers yang hitam, kan?"

"I am dead serious. Kenapa memang sama aku?" tanyaku lagi.

"Kamu sebenarnya tanya ini hanya untuk meminta afirmasi dari aku bahwa kamu adalah laki-laki idaman seluruh perempuan, kan? Berapa banyak perempuan di kota ini yang berebutan mencari perhatian kamu?" Kyara memandangku sekilas.

Aku tertawa terbahak-bahak mendengar penjelasan istriku itu, "ya berarti seharusnya kamu bangga dong punya suami aku?"

Kyara memicingkan matanya, "bangga? Sementara kamu punya Farra dan anak-anak kafe tahu kalau Farra adalah pacar kamu? Bagian mana dari aku yang harus dibanggakan, Lan? Sebagai istri yang tidak pernah dicintai suaminya?" kemudian dia membuang pandangannya dariku.

Aku terhenyak mendengar penjelasan Kyara. Tanpa dia sadari, aku melihat ada bulir air yang ingin keluar dari kedua manik matanya sebelum dia mengalihkan pandangannya dari aku.

"Jadi ini alasan kamu nggak mau aku temani ke mana-mana, Ra?"

Kyara tersenyum tipis, "salah satu alasannya, Lan... Di mana kamu lebih sering jalan sama Farra dan semua orang tahu bahwa Farra lah perempuan yang berhasil memenangkan hatimu. Kemudian aku datang dan berstatus sebagai istri kamu, padahal di sisi lain kamu masih sering terlihat bersama Farra? Sekarang paham kenapa aku menolak untuk terlihat bersama kamu, kan?"

Aku menghela nafas panjang, "aku sama sekali nggak ingin melukai kamu, Ra... Aku minta maaf."

Tanpa mendengar jawaban darinya, Kyara meninggalkan aku sendirian di kamar. Kudengar langkah kakinya yang cepat menuruni anak tangga. Aku masih tertegun dengan penjelasannya barusan, tidak aku sangka bahwa selama ini ada hal besar yang Kyara rasakan tanpa aku ketahui.

"Lan! Pakai mobilku, ya?" teriaknya dari lantai bawah.

Aku buru-buru keluar kamar dan menemuinya di garasi. Kyara sudah berada di dalam mobil putihnya. Mobil yang selalu menemani istriku itu ke mana-mana, tanpa pernah bersama aku tentu saja.

"Ra... Pakai mobilku, ya? Mobil kamu sempit banget ini... Aku mana muat di dalamnya?" kataku sambil membuka pintu mobil Kyara.

"See? Barang-barangku ada di sini semua, bakal ribet kalau mau aku pindahkan ke mobil kamu dulu," tolaknya sambil menunjuk ke arah bangku belakang.

Aku mengitarkan pandanganku ke seluruh penjuru mobil Kyara. Begitu banyak barang di dalam mobil ini. Sepertinya Kyara memperlakukan mobilnya sebagai rumah ke-duanya.

"Astaga! Harus ya semua barang kamu ada di dalam mobil, Ra?" aku berdecak.

"Ikut atau di rumah?" lanjutnya sambil memasang sabuk pengamannya tanpa mempedulikan ocehanku.

***

Jalanan tidak terlalu ramai pagi ini, mungkin karena sudah jam sepuluh. Jadi orang-orang yang pergi bekerja dan anak-anak yang pergi ke sekolah sudah tuntas tadi pagi. Aku memandangi jalanan dengan pikiran yang jauh melayang. Pernyataan Kyara tadi di rumah secara tidak langsung menjadi beban tersendiri di benakku.

Perempuan yang Aku NikahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang