"Mas Alan!" panggil Danish.
Aku tersenyum canggung dan menoleh ke arahnya, "ya, Nish?" balasku dengan enggan.
Tidak aku sangka bahwa keputusanku untuk jalan-jalan di mall sore ini justru membuat aku bertemu dengan Danish. Padahal aku hanya ingin sendiri seharian ini, setelah bertemu dengan Ethan tadi pagi, aku tidak tertarik untuk menyelesaikan pekerjaanku. Aku hanya ingin membuang waktu dengan berjalan-jalan sendirian, tapi aku justru bertemu Danish di sini. Aku jengah, sebab setiap kali bertemu denganku, Danish hanya akan menanyakan kejelasan hubungannya denganku.
"Sama siapa, Mas?" dia mencoba berbasa-basi.
"Sendiri. Kamu sama siapa, Nish?" balasku juga berbasa-basi.
Danish tersenyum, "sama teman, Mas..."
"Good," kubalas senyumnya, "okay, aku ke atas dulu, ya?" segera aku beranjak tanpa menunggu jawabannya.
"Mas!" Danish meraih tanganku, "mau makan sama aku?"
Aku menghentikan langkah, "bukannya kamu ada janji sama teman kamu, ya?"
"Kita bisa makan bersama, Mas... Temanku perempuan semua. Nanti aku kenalkan kamu sama teman-temanku," bujuk Danish.
"Hhhmmm..." aku berpikir sejenak, "aku nggak bisa lama-lama."
"Karena kamu harus ketemu sama Kyara lagi?" tanya Danish.
Aku tersenyum, "aku harus menjemput dia."
"Apa sih kelebihan dia dibandingkan sama aku, Mas?" Danish memulai percakapan yang sangat aku hindari.
"Kamu pernah jatuh cinta nggak?"
"Pernah, Mas... Sampai sekarang," jawab Danish dengan yakin.
"Nah!" aku mengangkat salah satu alis, "apa yang membuat kamu jatuh cinta sama laki-laki itu?"
Danish memandangku lekat-lekat, "karena laki-laki itu tampan, mapan, dan aku nggak tahu apa lagi yang membuat aku jatuh cina sama dia..."
"Kalau laki-laki itu nggak tampan atau nggak mapan, apa kamu masih mau sama dia?" selidikku.
Perempuan di depanku ini mengangguk cepat, "masih mau, Mas..."
"Apa alasan kamu?"
"Hhhhmmm..." tampak Danish berpikir, "aku nggak tahu. Karena dia adalah dia."
Aku tertawa kecil, "sama seperti aku melihat Kyara. Nggak ada yang lebih baik dari dia dan nggak ada yang lebih buruk dari dia. Karena Kyara adalah Kyara. Sesederhana itu, Dear..."
Ada guratan kesedihan di dalam dua manik mata Danish. Aku bisa membaca sebuah kekecewaan di sana, tapi aku lebih memilih untuk tidak membohongi dia atau diriku sendiri. Karena aku memang mencintai Kyara, seperti itu saja. Tidak membutuhkan alasan atau penjelasan.
"Ini bukan tentang siapa lebih baik dari siapa, Nish... Karena pada suatu titik, hatiku hanya menginginkan Kyara," lanjutku.
"Kamu sadar satu hal nggak, Mas?" tanya Danish lagi.
"Kita lanjutkan di tempat makan yang kamu bilang. Shall we?"
Danish mengikuti aku yang sengaja berjalan mendahului dia. Beberapa kali dia mencoba meraih tanganku agar mau menggamit tangannya, tapi aku sengaja mengalihkan tanganku dengan cara melipat tanganku di dada.
"Mas!" seru Danish, kesal.
Aku menghela nafas, "apa yang kamu nggak mengerti? Aku nggak bisa memberi kamu harapan lagi, Nish. Kamu nggak seharusnya terus berharap sama aku yang nggak punya kepastian buat kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomanceSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...