Bagian 15: Satya, Danish

949 91 4
                                    

Tiba-tiba saja aku terbangun karena menyadari bahwa ada Kyara sedang tidur pulas di sampingku ketika secara tidak sengaja aku menyentuh punggungnya. Kami tidak masuk ke dalam kamar di waktu yang sama. Aku akhirnya mampu menguasai diriku dan memilih untuk mengalah, kubiarkan Kyara terus menjauhi aku. Walaupun ada perasaan tidak nyaman, tapi aku tahu bahwa Kyara memang membutuhkan waktu untuk sendiri terlebih dahulu.

Ada perasaan lega ketika aku bisa melihat Kyara di sampingku tengah malam begini. Setelah Mama dan Papa pergi, aku sempat merasa tidak siap jika harus tidur terpisah dengannya lagi.

DING!

Telepon seluler Kyara berbunyi, menandakan ada satu pesan yang masuk. Aku beranjak menuju sisi ranjang yang lain untuk mencari di mana keberadaan benda pipih milik perempuan itu.

"Sorry for bothering you this late, I just wanna make sure that you are okay."

Sebuah pesan singkat masuk ke dalam telepon seluler Kyara. Aku melihat sebuah nama di atas pesan yang walau tidak aku buka, tapi bisa aku baca itu.

"Satya..." gumamku.

Aku melihat wajah Kyara yang sedang terlelap dan layar telepon itu bergantian. Pesan singkat ini bukanlah pesan biasa menurutku. Ada rasa tidak suka ketika Satya ini mengirim pesan singkat untuk istriku. Bukankah tidak sopan jika seorang laki-laki menghubungi perempuan tengah malam begini? Apalagi jika perempuan itu memiliki suami?

Ketika aku masih asyik mengamati wajah Kyara dan layar telepon selulernya bergantian, tanpa aku sadari, perempuan itu terbangun. Dia menatapku tepat di saat aku sedang mengamati wajahnya, membuatku sedikit kaget.

"Ra... H-H-Hai!" kataku salah tingkah.

Kyara melirik ke arah telepon selulernya yang sedang aku pegang, "ada yang kamu butuhkan di hand phone itu?"

Spontan aku menyerahkan benda mungil itu kepada Kyara, "aku... aku... aku nggak bermaksud lancang. Maaf..." kataku gelagapan.

"Kamu lagi apa jam segini sibuk sama hand phone orang lain, Lan?" Kyara beranjak, "permisi!" serunya sambil menepuk bahuku.

"Kamu mau ke mana?"

"Kamar mandi. Kenapa? Harus minta ijin kamu juga?" Kyara berjalan meninggalkan aku menuju kamar mandi.

Aku mengekor di belakang Kyara, "Ra, I am so sorry. You know that I didn't mean it. Right?"

Tanpa aku sadari, kami sudah berada di dalam kamar mandi sekarang. Aku menutup pintu kamar mandi perlahan dan tetap berjalan di belakang Kyara yang sedang menuju WC.

Kyara memicingkan mata dan menatapku dengan kesal, "Lan? Seriously? I have to pee!" serunya.

Sama sekali aku tidak mempedulikan kalimat Kyara, aku tetap berdiri di dekatnya, dan terus mencoba menjelaskan apa yang terjadi di kamar tadi.

"Aku nggak ada maksud buka hand phone kamu, Ra..."

"Leave me alone!" seru Kyara sambil menunjuk ke arah pintu.

"Okay. Fine," aku beringsut ke arah pintu, "kamu yakin bakal baik-baik saja di sini sendiri?"

"Go away!'' Kyara melotot.

Aku menunggu Kyara menuntaskan kegiatannya di dalam kamar mandi dengan duduk di sisi ranjang tempat Kyara tidur. Pikiranku kembali melayang kepada pesan singkat yang dikirim Satya kepada Kyara. Aku tidak suka jika perempuan ini menerima pesan dari laki-laki lain.

"Minggir!" Kyara menyenggol badanku dengan cukup kasar, "aku mau tidur lagi!" sergahnya galak.

"Ra, kamu nggak pengen ngobrol?"

Perempuan yang Aku NikahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang