Lagi-lagi Kyara tidur membelakangiku. Aku mulai merasa kesusahan untuk menebak apa yang dirasakan oleh istriku ini. Sejak awal menikah, aku tidak pernah tahu bagaimana sifat perempuan ini sebenarnya. Dia sangat baik padaku, ketika dia marah, dia hanya akan pergi menghindariku. Tapi sampai saat ini aku tidak pernah tahu bagaimana perasaannya saat aku berkali-kali mengkhianatinya. Kyara hanya diam, tidak pernah sekali pun aku melihat dia marah kepadaku.
"Ra?" kataku sambil mengecup bahunya yang terbuka.
Seperti mengetahui apa yang aku sukai, Kyara selalu tidur dengan mengenakan pakaian yang sangat minim. Baju dengan tali sebesar spaghetti, celana super pendek, dan rambut panjang yang selalu dia ikat habis di puncak kepalanya. Aku sangat suka memandangi Kyara jika dia sudah berpakaian seperti itu, seperti sekarang.
Walaupun sudah beberapa malam Kyara selalu tidur membelakangiku, tapi aku tidak pernah bosan memandangi punggungnya. Pikiranku bisa jauh melayang ke mana-mana setiap kali aku berada di dekat Kyara, membuat si Alan Kecil ikut tidak tenang jadinya.
"Ra?" panggilku sekali lagi.
Kyara berbalik, "Lan... Kan aku sudah bilang aku under construction," jawabnya sambil memandangku.
"Can I have some cuddles?" kataku memohon, "please..."
Aku mendekatkan wajahku ke wajah Kyara. Istriku diam saja ketika kemudian aku menyentuh wajahnya dengan sangat lembut. Tiba-tiba, Kyara membelai rambutku.
"You know, I love you," katanya sambil bergerak untuk mencium bibirku.
Tentu saja aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Kubalas ciuman Kyara dengan sangat lembut, dapat kurasakan saat ini aku tidak ingin melepaskan Kyara.
"Kamu pakai parfumku, ya?" Kyara berhasil membubarkan fantasiku.
"Damn it, Kyara! Harus banget tanya itu sekarang?" teriakku frustrasi.
Kyara terkekeh kecil, "kenapa kamu pakai parfumku untuk bertemu Danish?"
Aku melepaskan pelukanku dari badannya. Dia berhasil membubarkan semua pikiran nakalku, aku kehilangan hasrat begitu saja. Sungguh, aku ingin menendang perempuan ini hingga jatuh dari ranjang. Untungnya akal sehat masih berpihak padaku, sehingga aku hanya menurunkan Kyara dari atas badanku.
"You are really the pain in the ass, Dear..." kataku.
"Don't you dare to say that!" nada Kyara sedikit meninggi, "berapa kali kamu menyakiti aku dan berapa kali aku nggak pernah mengungkitnya?" Kyara beranjak dari ranjang.
"Mau ke mana?"
"Kamar mandi. Bawel!"
Entah sudah ke berapa kali aku selalu saja mengekor setiap kali Kyara pergi ke kamar mandi, padahal aku sudah hapal bahwa istriku itu akan berteriak untuk mengusirku.
"ALAN!!! KELUAR!!!" teriaknya marah.
"Aku juga mau pipis, Ra..."
"Kan bisa gantian. Keluar, nggak?" ancamnya galak sambil mengepalkan tangan.
"Nope!" jawabku enteng dan kemudian membuka celana untuk buang air kecil di closet.
***
"Lan, hari ini aku harus ke kafe..." kata Kyara di ruang makan.
"Aku antar, ya?" pintaku sambil meneguk segela jus jambu dari dalam gelas.
Kyara menggeleng cepat, "nggak usah, ah..."
"Another rejection..." desahku.
"Aku sedang nggak ingin bersama kamu, Lan... Jujur saja..." lirih Kyara menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
Любовные романыSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...