Bagian 31: Second Date

834 60 0
                                    

Aku sudah mandi sejak jam lima sore tadi. Sudah satu jam aku sibuk di dalam dressing room, aku belum menemukan pakaian yang kuanggap pantas untuk pergi makan malam bersama Kyara. Beberapa potong celana dan kemeja sudah berserakan di luar dressing room, semua itu tidak ada yang aku anggap pas di badanku.

Tentu saja aku tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Aku adalah laki-laki yang mampu tampil percaya diri memakai apa saja. Aku punya wajah tampan, rambut hitam kecoklatan yang tebal, kulit putih, hidung mancung, gigi rapi dan putih, badan tinggi, dan rekening dengan saldo aktif yang tidak pernah kurang dari sebelas digit.

Aku tidak pernah merasa memiliki kekurangan dalam diriku, aku juga adalah seorang lulusan strata dua universitas ternama di luar negeri dengan predikat memuaskan. Kenyataan itu membuat aku semakin percaya diri, bahwa sebagai laki-laki aku nyaris tidak memiliki kekurangan. Tapi untuk menemui Kyara, kali ini aku sungguh merasa seperti manusia paling buruk di seluruh dunia.

Dengan tingkat percaya diri yang belum naik levelnya, aku memutuskan untuk mengenakan kemeja berwarna biru muda, celana navy, dan sebuah sweater dengan warna navy juga. Aku jarang sekali mengubah gaya rambut, selalu dengan model cukur yang sama beberapa tahun ini. Aku merapikan rambut under cut-ku dengan gel di ujung jari-jariku dan menyisirnya dengan sangat hati-hati.

Dapat aku lihat refleksi diriku di depan cermin besar di dalam dressing room. Aku berharap agar Kyara terpesona melihatku malam ini. Setelah puas dengan tampilan diriku, aku mulai menyusuri rak parfum di sebelah kanan cermin. Dengan rasa ragu, aku memutuskan untuk mengambil sebuah parfum yang aku ingat bahwa Kyara di dalam masa komaku sangat menyukainya. Aku menyemperotkan beberapa tetes di belakang telinga, leher, dan pergelangan tanganku. Aku hanya mampu membuat keputusan cepat untuk memilih jam tangan, tanpa banyak kata, aku segera meraih jam tangan dengan rantai silver dari sekian puluhan koleksi jam tanganku. Baru kali ini aku pergi berkencan dengan persiapan yang cukup kompleks.

Jam dinding di ruang tengah sudah menunjukkan angka enam dan lima. Aku mempercepat langkahku untuk menuju ke ruang sepatu di dekat garasi. Setelah berjibaku dengan pilihan pakaian, kini saatnya aku harus merasa kesusahan dalam memilih sepatu.

"Oh, God!" aku menatap puluhan sepatu yang tertata rapi di dalam rak itu.

Setelah beberapa menit berpikir, aku memutuskan untuk memakai derby shoes dengan warna coklat tua dan kaos kaki yang berwarna senada dengan warna kulit sepatuku.

Aku bersenandung kecil sambil masuk ke dalam mobilku. Membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk membuatku merasa sesiap ini. Tapi aku merasa sangat bahagia semua persiapan ini aku harapkan bisa membuat Kyara menyukaiku.

Kuraih telepon selulerku di dalam saku celana sebelum menyalakan mesin mobil. Aku mencari nama Kyara di sana dan bergegas meneleponnya.

"Hai, Ra..." sapaku sedikit tegang.

"Hai, Lan..." jawabnya renyah, "aku sudah siap. Kamu jemput aku ke rumah, ya?"

"Okay, Dear... Kirim lokasi rumah kamu, ya?"

Tanpa banyak berbicara lagi, aku segera mengeluarkan mobilku dari garasi dan memacunya untuk menuju rumah Kyara. Aku menyalakan GPS yang tersambung dengan perangkat lunak pada mobilku dan mengikuti intruksi dari sana.

Lima belas menit mobil kupacu dan aku sampai pada sebuah perumahan yang tentu saja tidak asing bagiku. Aku tersenyum, semua sangat sesuai dengan apa yang aku pikirkan.

Mobilku sampai pada sebuah rumah yang ukurannya cukup megah jika hanya ditinggali oleh perempuan lajang seperti Kyara. Tapi aku tidak merasa heran mengingat bahwa Kyara dalam masa komaku adalah bagian dari keluarga yang kekayaannya mungkin tidak terbatas. Aku memarkir mobilku di depan taman yang paling dekat dengan pintu masuk rumah Kyara. Ada beberapa mobil lain di halaman itu.

Perempuan yang Aku NikahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang