Angka pada layar kunci hand phone milikku masih menunjukkan jam lima lebih delapan menit. Aku duduk di tepian ranjangku sambil meregangkan otot-otot punggung, kemudian menarik kedua lenganku ke arah belakang untuk mengurangi rasa kaku. Perjalanan kemarin ternyata membuat badanku terasa sedikit pegal, apalagi selama di Bintan aku tidak berenang atau berlari pagi seperti ketika aku di rumah.
Setelah mengusap wajah untuk menghilangkan rasa kantuk dan rasa malas, akhirnya aku memilih beranjak ke arah dressing room, mencari celana renang dan kacamata. Aku ingin menikmati dinginnya air di pagi hari, padahal kebiasaan ini sudah lama aku tinggalkan. Seringkali aku memilih untuk berenang di waktu sore atau malam hari. Tapi hari ini aku sangat ingin merasakan segarnya air bercampur aroma pagi sambil menyesap secangkir kopi panas.
Dengan langkah pasti, aku segera menyambar handuk dan berjalan melewati anak tangga untuk menuju ke dapur. Aku ingin menyesap kopi panas sebelum badanku menjadi satu dengan dinginnya air di dalam kolam.
"Good morning, Sweety!" seru sebuah suara begitu aku sampai di dapur.
Aku terkesiap mendapati kehadiran Kyara di dapurku, "what are you doing? Here?"
"I was checking on you," seulas senyum hadir di wajahnya yang terlihat segar tanpa sentuhan make up, "tadinya aku berharap kamu belum bangun, jadi aku sempat membuat sandwich atau bubur ayam untuk kamu sarapan," jelasnya tanpa aku minta.
"Out of the blue?" alisku bertaut, "nggak ada angin dan nggak ada hujan?"
"Ck!" Kyara berdecak kesal, "aku mau memastikan bahwa calon suamiku sarapan dengan layak."
"Aku mau berenang dulu, Ra..." kataku.
"Sarapan dulu, Lan... Aku bisa bikin sunny side up, roti panggang, dan kopi dalam waktu sepuluh menit kok... Nggak akan mengurangi waktu berenang kamu, kan?" desaknya sambil menyalakan kompor.
"Hhhmmm..." tanpa banyak membantah lagi, aku segera mengambil tempat duduk di salah satu stool.
Kyara berdiri membelakangiku, aku mengamatinya dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Perempuan ini sudah terlihat begitu cantik walaupun matahari belum bersinar penuh. Rambutnya yang panjang diikatnya ke atas kepala, sebuah you can see t-shirt berwarna fuschia polos, dan sepasang celana pendek berbahan jeans menempel dengan cantik pada badannya yang sempurna. Aku menikmati pemandangan di depanku dengan khusyuk, membuat keinginanku untuk berenang sejenak menghilang.
"Ra?" panggilku.
"Ya, Lan?" dia tidak berpaling.
"Kamu ke sini naik apa? Sendiri?"
"Pakai mobil, Lan... Kenapa?" akhirnya Kyara mengalihkan pandangannya padaku, "telur setengah matang dan roti panggang butter. Kopinya mau pakai krim dan gula?"
Aku mengangguk, "agak manis ya, Ra? Aku butuh hentakan kalori untuk pagi ini."
Kyara tersenyum dan segera menuju ke arah mesin kopi yang terletak di atas island sebelah kiriku. Mataku sungguh tidak bisa terlepas dari makhluk cantik di hadapanku ini.
"You look so beautiful in the morning, Dear..." gumamku.
Kyara melirikku dan tersenyum, "kamu nggak merasa bersalah semalam?"
"Oh!" aku menjentikkan jari, "jadi tujuan kamu datang ke sini pagi-pagi adalah untuk membuat aku meminta maaf?"
"Alasan nomor dua itu. Alasan yang pertama karena aku ingin memberi tahumu bahwa aku sudah yakin untuk menikah sama kamu," Kyara mengambil tempat duduk tepat di sebelah stool yang aku duduki, "ini kopimu, Lan..." kemudian menyerahkan secangkir kopi panas dengan aroma menggoda kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomanceSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...