Hawa panas dari kuah gulai ayam yang terhidang dalam mangkuk di atas meja tidak mampu mengalahkan panasnya dadaku ketika mengetahui bahwa Ethan benar-benar membawa Kyara dalam acara makan siang ini. Ralat, Ethan bukan hanya membawa Kyara, tapi si Brengsek ini juga mengajak Farra dengan sengaja. Aku yakin bahwa Ethan tidak tahu kalau Danish sedang bergabung dengan keluargaku, tapi kehadiran Danish membuat semua skenario yang disusun Ethan ini menjadi semakin sempurna.
"Om Hartadi dan Tante Yudith, namanya Kyara..." Ethan memperkenalkan Kyara kepada kedua orang tuaku.
Aku pura-pura tidak melihat perempuan itu dan terus saja aku mengunyah paha ayam yang aku ambil dari atas piringku. Ingin sekali aku lempar kuah panas gulai ayam ini ke wajah Ethan. Kalau saja itu bukan tindakan kriminal dan bukan tindakan kekanak-kanakan, tentu aku tidak akan berpikir dua kali untuk melakukannya. Mungkin Ethan dengan kuah gulai akan membuat siangku ini menjadi jauh lebih baik.
"Kyara?" Papa melihat ke arah Kyara dan aku bergantian, "bukannya..."
"Bukan, Pa! Bukan dia yang Cheva maksud," potongku cepat.
"Oh..." jawab Papa begitu saja.
"Jadi, di antara Farra dan Danish ini, mana yang pacarnya Alan?" celetuk Mama.
Aku melotot, sepertinya ada potongan tulang ayam yang melaju ke dalam tenggorokanku, "tolong air putih, Ma..." pintaku terbata-bata.
"Minum dulu, Lan..." Kyara buru-buru memberikan segelas air putih ke arahku.
Kuminum air itu sampai habis tak bersisa, "terima kasih, Ra..."
"Are you okay?" Kyara berpindah ke dekatku, dielus-elusnya punggungku dengan lembut.
"Kamu butuh apa lagi, Lan?" kemudian Danish panik, "air putih lagi?"
Aku menggeleng, "sudah cukup, Nish..." tolakku halus.
"Kamu yakin?" kali ini Farra juga ikut-ikut panik.
"I am totally fine..."
Kyara sudah tidak lagi mengelus punggungku begitu dia sadar bahwa banyak mata memandang kami berdua. Padahal tentu saja aku masih sangat ingin menikmati apa yang dia lakukan di atas punggungku itu.
"Kamu lapar sekali ya, Nak?" tanya Mama sambil mengamati piring kosong di atas mejaku, "kamu sudah makan empat potong ayam sendirian."
"Alan lapar memang, Ma... Ingin makan orang!" kulirik Ethan yang berada di depanku.
Dia cuma tertawa kecil, "seharusnya kamu berterima kasih sama aku, Lan..."
Seperti tidak mendengar ucapannya, aku kembali asyik dengan gulai ayam di piringku. Aku tidak peduli sudah berapa potong ayam yang aku habiskan, aku akan terus makan sampai aku lupa kalau aku sedang sangat kesal siang ini.
"Aku ambilkan nasi ya, Mas?" tanya Danish ketika seorang pramusaji datang membawa nampan.
"Alan nggak makan nasi putih, Mbak..." sahut Kyara.
"Kamu yakin ini bukan Kyara yang kamu ceritakan, Chev?" Papa kembali memandangi Kyara dan aku bergantian.
"Bukan, Pa... Cheva yakin. Coba tanya saja sama Kyara sendiri."
"Kamu pacarnya Cheva?" timpal Mama yang sedang sibuk menyendok nasi ke dalam piring Papa.
"Om Hartadi dan Tante Yudith, kan? Saya Kyara. Anaknya Pak Ardian..." Kyara tersenyum ke arah Papa dan Mama.
"Pak Ardian? Pak Ardianto, ya? Pak Ardianto yang pebisnis travel itu?" Papa mengamati Kyara dengan seksama.
Kyara tersenyum senang, "benar, Om Hartadi... Sudah lama nggak bertemu Papa, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomanceSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...