"Ra?" panggilku dengan suara parau.
Aku berada di atas ranjangnya dengan selimut yang masih membungkus sebagian besar tubuhku. Ketika aku menoleh ke sebelahku, aku tidak mendapati Kyara di sana.
"Kyara!" aku bangkit dari tidurku dan duduk di tepian ranjang sambil mencari pakaianku yang berserak di lantai dekat ranjang.
Setelah kutemukan celanaku, aku segera memakainya, kemudian beranjak keluar kamar Kyara. Baru saja aku akan membuka pintu kamar dengan nuansa serba putih dan biru ini, Kyara muncul dari balik pintu dengan sebuah nampan di tangannya.
"Kopi?" tanyanya sambil tersenyum.
Kulihat wajah polos Kyara pagi ini, tanpa sentuhan make up sama sekali. Terlihat begitu cantik, apalagi dengan rambut panjangnya yang diikat ke atas sampai habis.
"Ra?" panggilku, "semalam aku tidur di sini?" tanyaku tidak yakin.
Kyara mengangguk kecil, "kalau maksud kamu adalah kita tidur berdua di kamar ini, maka jawabannya iya."
"Lalu? Kita?" sambungku lagi, tidak yakin.
"Having sex?" sahut Kyara cepat.
Aku menggaruk kepalaku, "ya. Kita having sex?"
"Nope!" Kyara tertawa, "apa yang membuat kamu berpikir aku mau having sex sama kamu?"
"Oh..." aku membuang nafas, antara lega dan kecewa.
"Kenapa?" Kyara mengambil tempat duduk di sebelahku, "kamu kok kelihatan nggak senang, Lan?"
"Ra, kamu beneran nggak mau having sex sama aku?" sebuah pertanyaan tolol meluncur ringan keluar dari mulutku.
Tentu saja tawa perempuan dengan celana pendek dan kaos polos ini meledak dengan sangat keras. Bahunya berguncang-guncang dan matanya berair selama dia tertawa. Aku semakin merasa bodoh dibuatnya.
"We did it, Lan... We did it..." kata Kyara sambil mengelus punggungku.
"Seriously?" aku menatap Kyara sungguh-sungguh, "we did it dit it? Like we did it?" cecarku masih tidak percaya.
"Yeah... We did it like human being," jawab Kyara, kemudian mencium pipiku ringan, "thank you."
"For?" aku memicingkan mata, "are we okay?"
"Of course we are okay. Absolutely okay."
"Ra?" panggilku, kemudian aku berlutut di depan Kyara yang sedang duduk di tepian ranjang, "nikah, yuk!"
Kyara tertawa kecil, "jangan GR, Pak Alan... Jadi pacarmu saja aku belum tentu mau. Apalagi jadi istrimu, kan?"
"Ck!" aku berdecak kesal, "kamu mau aku menjadikan kamu pacarku sebelum aku menikahi kamu?"
"No!" jawab Kyara cepat, "selesaikan dulu masalahmu sama semua perempuan-perempuan itu, baru kamu boleh datang kepadaku lagi."
Aku berpikir sejenak, "okay. Setelah semuanya beres, kamu nikah sama aku?"
"We'll see, Alan..."
***
Aku keluar dari kamar Kyara dengan perasaan yang luar biasa. Sambil memakai kemeja putihku yang sudah tidak licin lagi, aku menghampiri Kyara di ruang makan. Tampak dia sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk kami berdua.
"Lan, kamu nggak akan ke kantor pakai suit itu, kan?" Kyara menunjuk ke arah kemejaku yang benar-benar kusut.
Aku mencomot roti panggang di atas meja, "aku pulang dulu. Kamu berangkat ke kafe sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomansaSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...