Kyara tersenyum ketika aku memanggil namanya, tak lupa dia juga menyapa Danish dengan sangat ramah. Aku semakin kesal dengan tingkahnya. Bertemu dengannya sedang bersama Satya di tempat seperti ini bukan lah hal yang pernah aku bayangkan sebelumnya.
Walaupun Kyara tahu bahwa aku sedang berada di dekatnya, dia sama sekali tidak mendatangi mejaku. Bahkan dia juga tidak sama sekali memperkenalkan Satya kepadaku. Seketika aku merasa kesal melihat ulah Kyara itu.
Aku terus mengamati setiap gerak-gerik Kyara di depanku. Satya dan Kyara tidak duduk berdampingan, mereka memilih duduk berseberangan. Bisa kulihat bahwa Kyara tidak pernah melakukan komunikasi intim dengan laki-laki di depannya itu. Malah yang kulihat Kyara bersikap sangat sopan kepada laki-laki itu.
"Aku ke toilet sebentar ya, Mas?" pamitnya kepada Satya sambil berdiri.
Melihat hal itu, aku juga melakukan hal yang sama. Aku segera berdiri dan berpamitan untuk menuju toilet kepada Danish.
"Aku ke toilet dulu ya, Dear?" kataku pada Danish.
Aku beranjak dari mejaku dan berjalan di belakang Kyara, tanpa membuat Danish atau Satya curiga tentunya.
"Mas, toilet-nya ada di mana, ya?" tanyaku pada pelayan ketika aku melihat Kyara justru keluar restauran.
"Ikut toilet mall ya, Pak... Bapak lurus saja, belok kanan. Itu toilet paling dekat," katanya sambil menunjuk ke luar.
"Terima kasih," jawabku.
Dengan langkah yang aku percepat, aku berusaha menyusul Kyara. Perempuan itu sepertinya merasa bahwa aku sedang mengikutinya, sehingga dia semakin mempercepat langkahnya.
"Ra?" seruku.
Kyara pura-pura tidak mendengar dan terus berjalan tanpa mempedulikan panggilanku.
"Ra!" aku berlari mengejarnya.
Kyara menghentikan langkahnya dan aku merasa lega.
"Kamu ngapain di sini?" tanyaku begitu aku berada di sampingnya.
"Makan, Lan..." jawabnya singkat.
"I can see that," balasku kesal, "tapi nggak sama laki-laki lain juga, Ra!"
"Oh... Jadi kalau aku nggak boleh makan sama laki-laki lain, sedangkan kamu boleh makan sama perempuan lain. Gitu, Lan?" Kyara menatapku tajam.
Aku menggeleng cepat, "nggak. Bukan itu maksudku. Itu siapa, Ra? Satya?"
Tanpa memberikan jawaban, Kyara berjalan meninggalkan aku. Aku sangat kesal melihat sikap perempuan itu. Tanpa berpikir lebih panjang lagi aku segera menyusulnya.
"Ra!" aku mencoba meraih lengannya.
Kyara memperlambat langkahnya dan berbalik ke arahku, "kamu mau ikut aku ke kamar mandi juga?"
"Jelaskan sama aku dulu, siapa laki-laki itu. Aku janji, setelah kamu menjelaskan semua maka aku nggak akan mengganggu makan siang kalian lagi," jawabku.
"I don't want to..." Kyara mengedipkan satu matanya dan segera berjalan cepat tanpa bisa aku cegah.
Tanpa meminta persetujuan Kyara, aku tetep mengekor di belakangnya. Aku bahkan juga mempercepat langkahku agar bisa menyamai langkahnya.
Kami sampai di depan pintu kamar mandi. Aku mendorongnya untuk masuk ke dalam sebuah kamar mandi kosong dan segera mengarahkan tubuh Kyara untuk lebih merapat ke dinding di dalam kamar mandi. Dengan satu tangan, aku berhasil menutup pintu kamar mandi.
Aku menatap Kyara tajam, tangannya terus berusaha menjauhkan tubuhku darinya. Semakin kuat Kyara menjauhkan tubuhku darinya, semakin kuat aku menekan tubuhku padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomanceSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...