"Kopi?" sebuah suara yang pernah akrab menyapa telingaku pagi ini.
Aku tidak mengalihkan perhatian dari layar komputer di depanku, "untuk?"
"Kamu berharap permintaan maaf dari segelas kopi?" celoteh Ethan kemudian berjalan ke arah jendela di ruanganku.
"I have a lot of things to do here," jawabku datar.
"So have I. Aku juga banyak meninggalkan pekerjaan di kantor, tapi aku masih sempat membeli kopi dan datang menemui kamu di kantormu," jawab Ethan tidak mau kalah.
Aku mengalihkan pandanganku pada Ethan akhirnya, "jadi untuk apa kamu datang ke sini?"
"Farra sekarang sudah jadi staff di kantorku, Lan..."
"Good!" potongku cepat.
"Shut up!" balas Ethan, "aku datang ke sini bukan untuk memberi tahu kamu soal itu."
"Sini kopinya!" aku meraih gelas plastik di tangan Ethan, "aku tahu di mana kamu membeli kopi ini," aku mengamati gelas plastik di tanganku.
"Jadi, tujuan aku datang ke sini adalah untuk memberi tahu kamu bahwa proyek iklan untuk dealer kamu ini harus dimenangkan oleh aku," Ethan meraih sebungkus rokok di atas mejaku.
"Bikin presentasi yang bagus. Timku yang akan memutuskan, bukan aku," jawabku sambil menatap Ethan sungguh-sungguh.
"Buat apa aku berteman baik sama kamu kalau aku harus tetap bersaing sama kompetitor lain, Lan?" Ethan tertawa kecil.
Aku menyesap kopi dingin dari gelas plastik di tanganku, "itu lah kenapa kamu mau repot-repot membawakan kopi buatan Kyara ini ke kantorku?"
"Exactly!" Ethan menjentikkan jari tepat di ujung hidungku, "aku paham kenapa kamu begitu tergila-gila sama Kyara sekarang..."
Aku kembali duduk di atas kursiku, merapikan beberapa lembar kertas berisi laporan penjualan, dan kembali mengacuhkan Ethan.
"Cheva!" panggil Ethan begitu dia merasa tidak kuperhatikan.
Aku menatap Ethan, "nggak ada yang boleh memanggil aku dengan nama itu kecuali orang tuaku. Kamu tahu itu."
"Dan kamu juga tahu bahwa aku nggak suka nggak didengarkan," jawab Ethan kalem.
"Than, aku nggak akan bohong sama kamu kalau soal Farra yang kamu bawa-bawa di depan Kyara nggak akan mempengaruhi hubungan kami. Sebab, jelas Kyara kecewa. Sekarang dia mulai menjauhi aku. Dia berpikir bahwa aku memperlakukan dia sama seperti aku memperlakukan Farra atau Danish, setelah aku meniduri mereka maka aku akan pergi begitu saja," jelasku tanpa menunggu reaksi dari Ethan.
Ethan tampak terkejut, "bukannya kalian baik-baik saja? Ketika aku tadi datang ke kafenya, aku cuma memesan kopi untuk Alan dan Kyara dengan cekatan membuatkan kopi itu untuk kamu."
"What a shallow mind! Kamu pikir kalau Kyara dengan mudah meracik kopi yang aku suka, artinya hubungan kami baik-baik saja?" tampikku dengan kesal.
"Masalahnya ada di mana?" Ethan menyulut rokok.
"Than, kantor ini punya aturan. Kamu merokok di luar sana!" aku bersungut-sungut, "aku selalu melarang staff kami untuk merokok di dalam ruangan, seharusnya peraturan itu berlaku untuk aku dan orang-orang dekatku juga," sambungku sambil menunjuk ke balkon di luar ruanganku.
"Nanti aku jemput kamu. Kita ke kafe Kyara," kata Ethan dan berlalu keluar ruanganku.
***
"Manda, kamu nggak pulang?" tanyaku ketika aku keluar dari ruangan dan mendapati Manda masih asyik di belakang meja kerjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomanceSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...