Pagi ini aku terbangun karena Kyara membuka tirai di kamar lebar-lebar. Aku menutup wajahku dengan bantal untuk berusaha menghalau cahaya matahari yang menyilaukan mataku. Aku masih sangat ingin tidur untuk beberapa jam ke depan, karena semalam aku tidak dapat tidur dengan nyenyak. Istriku sedang tidak dapat aku sentuh karena tamu bulanannya datang berkunjung, sehingga semalam aku hanya bisa menahan sakit kepala yang datang akibat hasratku yang terpaksa aku tahan.
"Wake up, Sleepyhead!" Kyara menarik bantal yang menutupi wajahku.
"Five minutes more, please..." aku kembali meraih bantal dari tangan Kyara.
Kyara membiarkan aku menutup wajahku dengan bantal, kemudian mendekatiku. Aku sangat bisa mencium aroma tubuhnya karena sekarang dia berbaring di sampingku.
"Lan..." dia berusaha menyentuh pipiku yang tertutup bantal.
"Hm?" sahutku sambil tetap memejamkan mata, "kenapa kamu sudah mandi? Kamu mau pergi?"
"Lan, aku mau ke kafe sekarang. Makan pagi sudah aku siapkan, makan siang nanti biar aku suruh anak-anak antar ke sini, ya?" Kyara mengelus puncak kepalaku lembut.
Aku membuka bantal yang menutupi wajahku, "okay, Ra... Aku kayaknya di rumah saja seharian ini. I want to sleep all day long..."
"Take your time," jawab Kyara sambil mencium lembut bibirku.
***
Aku terpaksa membuka mata ketika mendengar telepon selulerku berdering nyaring. Dengan mata yang masih lengket aku terpaksa melihat siapa yang meneleponku.
"Hai..." jawabku dengan suara parau.
"Makan siang sama aku mau?" tanya Danish di seberang.
Aku berdehem, "mau makan siang di mana?"
"Aku kasih tahu lokasinya, Mas... Satu jam lagi kita ketemu di sana, ya?"
Dan percakapan itu terputus begitu saja. Aku melirik ke arah jam dinding, sudah menunjukkan jam sebelas tepat. Segera aku bangkit dari ranjang dan menuju kamar mandi.
***
Aku mengikuti petunjuk dari peta yang diberikan oleh Danish beberapa saat yang lalu. Semakin dekat dengan lokasi yang dimaksud oleh Danish, aku semakin sadar ke mana arahnya. Jalanan yang aku lewati sama sekali tidak asing karena aku sedang menuju kafe milik Kyara.
Jantung berdebar-debar rasanya ketika mobil yang aku kendarai semakin mendekat ke arah kafe itu. Aku mencoba menelepon Danish untuk memberitahunya bahwa aku tidak ingin makan siang di sana. Tapi hanya nada sambung dan suara operator yang aku dapati. Ini sungguh bukan keadaan ideal yang aku harapkan.
Pelan tapi pasti, pada akhirnya aku masuk ke halaman parkir kafe milik Kyara ini. Aku disambut dengan ramah oleh petugas parkir karena dia sangat hapal dengan mobilku. Aku tersenyum sambil membuka jendela dan mulai melakukan pengamatan, mencari-cari di mana mobil Kyara, kemudian berharap bahwa mobil istriku sedang tidak berada di sana. Tapi rupanya Tuhan tidak ingin mengabulkan doa hamba yang seringkali lupa pada-Nya ini, tentu saja mobil Kyara ada di sana. Terparkir dengan rapi di tempat biasanya.
"Imbecile!" bisikku untuk merutuki kebodohanku.
Aku sadar bahwa aku seharusnya bisa menolak ajakan makan siang dari Danish ini. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tidak akan lagi mengecewakan Kyara, tapi kenapa otak tumpulku selalu menuntun aku untuk menjadi semakin bodoh.
Tanpa banyak berpikir lagi, aku segera turun dari mobil. Merapikan kemeja biru mudaku dan mengenakan kacamata hitam, berharap agar karyawan Kyara tidak mengenali aku nanti di dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomansaSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...