Aku terbangun di atas ranjang Kyara pagi ini. Ada perasaan senang menyelusup ke dalam dadaku. Aku bangun dengan perasaan gembira dan senyum lebar yang menghiasi wajahku. Dengan segera, aku menuju kamar mandi.
"ALAAANNN!!!" teriak Kyara panik sambil berusaha mencari-cari handuk untuk menutup badannya.
Aku jadi ikut panik mendengar teriakan Kyara, "Ra! Ini cuma aku!" kataku sambil menyodorkan selembar handuk kepadanya.
"Kenapa nggak ketuk pintu dulu sih?" omel Kyara kesal.
"Aku suami kamu, Ra... Aku bahkan sudah hapal dengan jumlah tahi lalat di badan kamu," jawabku sambil mengeluarkan pasta gigi dari dispenser di dinding.
"Lan, itu sikat gigi siapa?"
Aku menatap Kyara sekilas, "sikat gigi baru dari rak."
"Oh..."
"Jijik banget kamu sama aku? Sampai takut begitu sikat giginya aku pakai," kataku sambil terus menggosok gigi.
Kyara berdiri di sebelahku, "nggak ada pasangan suami-istri normal yang berbagi sikat gigi juga, Lan... Nggak usah berlebihan," jawab Kyara sambil berusaha mengambil sikat gigi di sebelah kananku.
"Kalau nggak bisa, tinggal minta tolong!" sergahku.
"Kamu mau sampai kapan tidur di sini?" tanya Kyara.
Aku menatapnya dari cermin, "kebalik. Seharusnya aku yang tanya gitu sama kamu."
Seperti tidak mendengarkan aku, Kyara terus saja menggosok giginya tanpa memberikan jawaban yang aku minta. Aku tidak berhenti menatapnya dari cermin.
Mungkin ini karma buat aku. Setahun lebih Kyara telah resmi menjadi istriku. Aku ucapkan akad nikah dengan malas-malasan ketika itu, aku ingat sekali bagaimana perasaanku saat aku menjabat tangan ayahnya dan mengucapkan kalimat sakral itu. Bahkan aku sangat enggan menyebut nama lengkap Kyara. Walaupun ikrar ijab dan kabul aku ucapkan dengan lancar dan dalam satu tarikan nafas, tapi tidak ada cinta atau janji suci yang mengikuti kata-kataku. Sekarang keadaan itu berbalik, setelah satu tahun lebih aku hidup bersama dengan perempuan yang berusia dua tahun lebih muda dariku ini, aku menyadari bahwa Kyara adalah perempuan yang tidak pernah menyerah untuk mempertahankan aku di sisinya dan aku mulai menyadari bahwa kali ini aku yang sangat ingin dia ada di sisiku selamanya.
"Okay, Kyara Sherianne Nadira... Kalau kamu nggak mau pindah tidur sama aku di atas, aku yang akan pindah tidur di kamar ini sama kamu," kataku sambil meninggalkannya.
Aku keluar kamar mandi, berencana ke kamar atas untuk mengambil semua barangku dan memindahkannya ke kamar tamu ini. Untuk beberapa lama, aku yakin kami berdua tidak akan kedatangan tamu di rumah ini.
Begitu sampai di kamar atas, aku segera mengambil bantal dan selimut untuk aku pindah ke kamar bawah. Aku tidak ingin tidur sendiri lagi, bahkan aku tidak ingin tidur satu kamar tapi berbeda ranjang dengan Kyara.
"Lan, apa-apaan kamu?!?" Kyara menyambutku dengan muka masam di ambang pintu kamar bawah.
"Minggir!" perintahku sambil mendorong tubuhnya untuk masuk ke dalam kamar, "aku nggak mau tidur sendiri, Ra..."
Kyara terhuyung karena aku mendorongnya dengan cukup kuat, tanpa sadar dia meraih tubuhku untuk berpegangan. Karena aku juga tidak siap menopang tubuh Kyara, aku juga jadi hilang keseimbangan. Tubuhku oleng ke arah tubuh Kyara, aku tidak dapat menguasai diriku dan kemudian...
BRUUUKKK!!!
Aku jatuh di atas perempuan itu. Posisi kami sangat dramatis sekarang, seperti dalam adegan di dalam film romantis, tentu saja aku tidak akan melewatkan kesempatan sebagus ini. Segera aku rapatkan tubuhku dengan tubuh Kyara dan aku cium bibirnya dengan intens. Istriku sempat menolak untuk aku cium, tapi tanganku lebih kuat dari keinginannya untuk melepaskan ciumanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomansaSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...