"Apakah Ethan mencintai kamu, Ra?" suaraku terdengar parau.
Setelah aku habiskan nasi merah dan kakap bakar buatan Kyara, aku memintanya untuk tinggal di ruanganku sebentar. Kami duduk berhadapan sekarang, di sofa yang terletak di depan meja kerjaku. Kyara menyandarkan seluruh punggungnya di atas sofa, aku duduk berseberangan dengannya. Menamatkan seluruh lekuk wajah Kyara yang ternyata tidak pernah membuatku bosan. Aku suka bagaimana dia menjilat bibirnya sebelum berbicara, aku suka bagaimana cara dia mengikat rambutnya, aku suka bagaimana dia menatapku dengan lama, dan aku suka dia bagaimana pun dia. Tidak cukup kah itu menjadi alasan kenapa aku mencintainya?
Kyara tersenyum, "mungkin, Lan..."
"Dan kamu mencintai Ethan?" tanyaku tidak sabar.
Sekali lagi Kyara tersenyum, "mungkin juga, Lan... Kami masih dalam tahap saling mengenal."
"Kenapa harus Ethan, Ra? Kenapa nggak laki-laki yang jauh di luar sana? Di luar negeri? Di luar angkasa? Di mana pun, asal bukan Ethan. Asal bukan laki-laki yang aku kenal!" cecarku membabi-buta, aku benar-benar kehilangan kesabaran.
"Sejauh ini, aku merasa cocok sama Ethan, Lan..." Kyara berpindah tempat duduk di sebelahku, "dia ganteng, dia pintar, dia mengerti aku, dan dia bule," Kyara tertawa kecil.
"Ck!" decakku, "aku hanya kalah saing sama produk import seperti dia!"
"Bukan hanya soal fisik, Lan... Walaupun aku nggak bisa mengelak bahwa Ethan memang tampan. Kalau aku boleh jujur, laki-laki yang sesuai dengan kriteriaku adalah kamu..." Kyara tidak melanjutkan kalimatnya.
"Tapi?"
"Aku nggak mau setiap hari sakit hati kalau menjadi pasangan kamu. Ada Farra, ada Danish, aku nggak tahu ada siapa lagi..." Kyara menyandarkan kepalanya di bahuku.
"Aku nggak ada hubungan apa-apa sama mereka," jelasku.
"Seperti kamu nggak ada hubungan apa-apa sama aku, tapi berkali-kali tidur sama aku?" potong Kyara cepat.
"Aku..."
"Kamu adalah laki-laki yang sangat menarik untuk dijadikan kekasih, Alan. Tapi bukan sebagai suami," Kyara melanjutkan kalimatnya.
"Itu dulu, Ra... Sebelum aku ketemu kamu," aku mencoba membela diri.
Kyara tersenyum gamang, "karena kamu pernah menikahi aku di dalam masa koma. Kalau nggak, belum tentu kamu akan mencintai aku seperti ini."
Aku mematung, Kyara mencium pipiku perlahan. Tanpa menunggu reaksi dariku, perempuan itu beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan aku yang tidak memiliki kalimat lagi untuk membela diri.
"Kalau kita berjodoh, kamu pasti akan menemukan aku di mana pun dan kapan pun, Lan... Biar Tuhan yang bekerja, biar jodoh kita menemukan jalannya sendiri," Kyara tersenyum dan meninggalkan ruang kerjaku.
***
Farra datang tepat pukul tiga, padahal aku sudah bersiap untuk meninggalkan kantor. Aku hanya ingin pulang cepat, tanpa perlu menunggu jam kerjaku berakhir. Tapi kedatangan Farra yang tiba-tiba ini membuat semua rencanaku berantakan. Aku hanya ingin pulang, berenang, minum beer dingin, kemudian tidur hingga besok pagi.
"Selamat sore, Lan..." sapa Farra.
"Sore, Farra..." balasku enggan.
Ini bukan hanya karena aku enggan bertemu dengannya, tapi juga Farra datang di saat yang sama sekali tidak tepat. Aku ingin pulang secepatnya, aku sedang tidak ingin membicarakan masalah pekerjaan, apalagi dengan Farra. Kepalaku sudah cukup dijejali dengan kekesalanku pada Kyara dan Ethan, pada hubungan mereka yang tercipta begitu saja. Sangat tidak adil bagiku, aku susah payah mengejar Kyara, tapi justru Ethan yang mendapatkan hati perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomanceSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...