Bagian 54: Cinta itu Tidak Pasti

444 30 0
                                    

Kami sudah berada di dalam kapal Ro-Ro sekarang. Aku baru saja akan turun dari mobil ketika ada instruksi melalui pengeras suara yang menyatakan bahwa para penumpang diperbolehkan untuk meninggalkan kendaraan. Kulihat Kyara sedang terlelap di atas bangkunya, membuat aku membatalkan niatku untuk keluar dari mobil.

"Aku ke atas dulu boleh, Lan?" pamit Farra sambil membuka pintu mobil.

"Farra?" panggilku.

"Ya, Lan?" dia menahan pintu mobil dengan tangannya.

"Minta tolong sampaikan sama Ethan untuk mencarikan beer dingin," aku meringis canggung.

"Dua?" balas Farra sambil tersenyum.

"Kenapa kamu nggak naik saja, Lan?" tiba-tiba Kyara bertanya sambil menguap.

Sebentar saja dia meregangkan otot-otot punggungnya, kemudian memandangku dengan mata yang masih sayu. Sementara Farra belum beranjak dari tempatnya, dia masih menungguku memberi jawaban atas perkataan Kyara.

"Atau kita bertiga bisa pergi ke atas bersama?" ujar Kyara sambil menguap lagi.

Aku mengernyitkan dahi, "apa yang membuat aku begitu mencintaimu?" gumamku ketika melihat Kyara menguap lebar-lebar.

"Kenapa, Lan?" Kyara memandangku lekat-lekat.

Buru-buru aku menggeleng, "nope. Nothing, Dear... Kita naik, yuk!" ajakku.

"Aku duluan, ya?" Farra beranjak meninggalkan kabin mobil.

"Tunggu aku, Farra!" buru-buru Kyara membuka pintu mobil dan bersiap mengikuti Farra.

Tanpa mengajakku, Kyara berlari meninggalkan aku sendiri di dekat pintu mobil. Aku menggeleng-geleng melihat tingkah perempuan itu, aku sungguh tidak tahu mengapa perempuan yang begitu menyebalkan itu justru mampu membuat duniaku nyaris runtuh setiap kali aku berdekatan dengannya.

Aku memutuskan untuk segera menyusul mereka, aku yakin bahwa Ethan, Danish, dan seluruh staff-ku juga sudah berada di deck kapal sekarang. Membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk mencapai Tanjung Uban dari Telaga Punggur, tidak mungkin jika mereka akan tetap bertahan di dalam mobil. Lebih baik naik ke deck kapal dan menikmati angin laut yang bisa membuat rambut berantakan dan sinar matahari yang menyapu kulit walaupun cukup terik.

"Gimana caranya membuat dua orang yang sama-sama mencintai kamu bisa begitu akur?" Ethan mengangkat sebotol air mineral dingin ke arah wajahku.

Aku menatap botol air dengan embun di bagian luarnya itu dengan seksama, memastikan bahwa Ethan sedang meneguk sebotol air mineral, alih-alih beer dingin. Tapi rupanya memang si Bule ini sedang minum air mineral, bukan beer dingin seperti yang sejak tadi aku inginkan.

"Nggak ada beer dingin?" aku mengibaskan leher kaos yang aku pakai.

"Kalau ada, kenapa aku harus minum air mineral?" Ethan meneguk habis sisa air mineral dalam botol yang dipegangnya.

Aku menegakkan punggungku, "such a very long trip, huh?" kemudian memakai sunglasses yang dari tadi aku letakkan di atas kepala.

"Kenapa nggak ke Singapore atau Thailand sih, Lan?" keluh Ethan sambil melakukan hal yang sama, mengibaskan leher kaos yang dipakainya.

"Aku nggak perlu membayar hotel kalau kita berlibur ke sini," aku cengengesan.

"Jadi benar? Om Hartadi sekarang menjadi taipan di Bintan?" Ethan menyenggol bahuku dengan sikutnya.

Aku mengangkat bahu, "he didn't tell me anything."

"Kamu berasal dari keluarga luar biasa, Lan... Nggak heran kenapa orang tua kamu melarang hubunganmu dengan Danish," Ethan mengangsurkan sekotak rokok ke depanku.

Perempuan yang Aku NikahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang