Kyara sedang sibuk menunjuk es krim warna-warni di dalam etalase, dia begitu asyik memilih es krim mana yang dia suka seolah-olah lupa bahwa ada aku yang tadi dipaksa untuk mengikuti kemauannya. Pandanganku tidak bisa beralih dari perempuan dengan tubuh tinggi dan ramping ini. Kaki jenjangnya yang hanya terbungkus kain jeans dua puluh lima centimeter dari pinggulnya itu membuat aku semakin sulit melepaskan mataku darinya. Seperti biasa, Kyara mengikat habis rambutnya dan menggulung mahkotanya itu di puncak kepala, menyisakan anak-anak rambut di lehernya. Membuat pikiranku selalu kembali ke masa-masa koma, masa di mana aku bisa kapan saja mencium leher Kyara dan membenamkan wajahku di sana.
"Lan?" Kyara menepuk bahuku perlahan.
Aku terkejut, "ya, Dear?"
"Ada pikiran?" Kyara menyenggol tubuhku, memerintahkan aku untuk bergeser.
Kami duduk bersebelahan sekarang, membuat tubuhku berada sangat dekat dengan tubuh Kyara. Nampak bahwa Kyara sama sekali tidak canggung untuk berada sedekat itu denganku setelah lama kami tidak bertemu. Ada perasaan kesal ketika Kyara bersikap biasa saja seperti ini sementara jelas di depanku dia mengaku bahwa dia sedang berkencan dengan Ethan, tapi di lain sisi aku merasa tidak ingin berpindah tempat duduk. Biar aku di sini saja, bersebelahan dengan Kyara sambil menikmati wangi tubuhnya yang menguar ke udara.
"Ada," kuamati Kyara yang tengah asyik menyendok semangkuk penuh es krim, "kamu nggak ambil es krim buat aku?"
"Kamu mau?" balas Kyara dengan mulut yang penuh dengan es krim.
"Oh my God, Ra!" seruku kesal, "kamu pikir aku ini hanya supir kamu gitu?"
Dia tertawa kecil, "I am so sorry, Cheva... Kamu mau rasa apa?" kemudian beranjak dari kursinya.
"Nggak ada yang memanggil aku dengan nama itu selain Papa dan Mama!" kataku masih kesal, "nggak usah repot-repot, aku bisa ambil sendiri!" aku beranjak menuju etalase es krim.
Tidak berapa lama, aku sudah kembali ke tempat duduk kami dengan sebuah mangkuk berisi tiga scoops es krim berwarna hijau muda. Kyara melirik ke arah mangkuk di tanganku, segera dia mengarahkan tangan kanannya yang memegang sendok untuk masuk ke dalam mangkuk yang aku pegang.
"Nope!" aku menggeser mangkukku agar jauh dari jangkauannya.
"Aku mau coba sedikit..." rengek Kyara, begitu manja.
"Kenapa tadi nggak ambil yang ini, sih?" gerutuku, "lagipula, ini bukan es krim, Ra! Ini gelato."
Sengaja aku membiarkan Kyara mengacak-acak es krim di dalam mangkukku. Rupanya dia suka dengan gelato bertabur kacang pistachio yang aku pilih. Kenapa perempuan suka sekali memakan makanan yang dipilih laki-laki sementara mereka sudah memilih sendiri?
"Enak!" Kyara meringis, "ini apa?"
"Pistachio," jawabku singkat sambil menjauhkan tangan Kyara dari mangkukku.
"Tukar ya, Lan?" rayunya.
Aku melirik ke dalam mangkuk Kyara. Gelato miliknya sudah tinggal setengah karena hampir semuanya meleleh, menyisakan gumpalan kecil berwarna fuschia di bagian tengahnya. Sungguh menjijikkan!
"Kamu makan rasa apa sih, Ra?" aku memandang enggan ke dalam mangkuk Kyara.
Kyara mengangkat kedua bahunya, "rose, coconut, guacamole, sirsak, dan matcha."
Aku bergidik ngeri, "untuk seseorang yang pintar memasak, menyeduh kopi, dan mengelola kafe, selera gelato-mu sangat payah!"
"Aku bingung melihat banyak es krim di dalam sana. Semuanya kayak layak untuk dicoba, Lan!" Kyara tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomanceSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...