Aku sedang makan malam. Di meja yang sama seperti setiap hari aku makan. Kali ini aku tidak makan malam sendiri, aku makan malam berdua.
Dengan Farra.
Kyara sedang asyik mengerjakan yang-aku-tidak-tahu-apa di meja kerjanya. Sejak tadi siang menjelang sore, sejak Kyara megantarkan Farra ke depan pintu kamar, istriku itu jadi lebih banyak diam dan jadi dua kali lebih sibuk berada di lantai bawah. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan, karena aku sama sekali tidak mendengarnya berbicara padaku. Kecuali suara musik yang dia putar di bawah dengan volume yang tidak keras tapi cukup dapat aku dengar dari dalam kamar.
Malam ini tiba-tiba saja makan malam sudah terhidang di meja makan. Nasi, sayur asam, empal daging, tempe goreng, dan sambal terasi sudah rapi tertata di meja ketika aku turun ke lantas bawah untuk memeriksa keadaannya.
"Sudah mau makan, Lan?" tanyanya saat itu sambil tersenyum.
"Kamu lagi apa, Ra?" aku sengaja tidak ingin berbasa-basi dengannya.
Aku tahu bahwa kedatangan Farra ke rumah ini pasti bukan hal yang Kyara harapkan. Tapi aku masih ingin memastikan bahwa Kyara baik-baik saja.
"Lagi mempelajari RAB yang diberikan temanku," jawab Kyara sambil menunjuk meja kerjanya.
"RAB, Ra? Untuk apa? Rumah yang kamu bilang kemarin sudah siap bangun?" aku mendadak panik.
"Sayang!" seru Farra dari tangga, membubarkan percakapan antara Kyara dan aku.
Aku refleks menoleh ke arah Farra, "iya, Sayang?"
"Makan, yuk! Aku lapar sekali, gimana kalau kita makan nasi bebek di Jalan Batur?"
"Kyara sudah masak, Sayang... Makan di rumahku, yuk! Kamu kan belum pernah makan di sini," ajakku sambil tersenyum.
Dan...
Di sini lah kami sekarang. Aku menatap piring dengan porsi penuh di depanku, sementara di sampingku ada Farra yang baru saja memulai kegiatan makannya.
"Ini Kyara yang masak?" bisiknya.
Aku mengangguk pelan, "iya, Sayang... Kenapa? Ada masalah?" selidikku.
"Kasihan kamu... Masa setiap hari kamu makan dengan makanan yang rasanya nggak enak gini?" Farra mengelus pundakku perlahan.
Aku memandang Farra cukup lama, "memangnya kenapa rasanya, Sayang?" kemudian mulai memasukkan satu suapan nasi ke dalam mulutku.
"Lan..." tiba-tiba Kyara mendatangi meja makan, "nasi merah ada di penanak yang berwarna pu..." belum sempat Kyara melanjutkan kalimatnya, dia terdiam ketika melihat sudah ada piring penuh di hadapanku.
Aku mengamatinya cukup lama, Kyara hanya tersenyum dan kemudian pergi meninggalkan ruang makan. Aku menatapnya terus sampai dia kembali ke meja kerjanya.
"Sayang?" Farra menyenggol tanganku.
Aku terpaksa mengalihkan pandanganku dari Kyara, "kenapa, Sayang?"
"Kamu makan dulu. Kepala kamu masih sakit?"
"Iya, Sayang..." aku mulai memasukkan suapan nasi pertama ke dalam mulutku, "aku rasa masakan Kyara nggak ada masalah kok, Sayang..." ucapku.
Raut muka Farra berubah sebal, "kamu terlalu sering makan masakan dia, jadi kamu nggak berasa kalau masakan dia nggak enak."
Aku hanya mengulum senyum dan melanjutkan kegiatan makanku. Tapi baru beberapa sendok masuk ke mulutku, aku sudah merasa mual. Sendok dan garpu aku letakkan begitu saja di atas meja, kutinggalkan piringku dan kemudian mengambil air putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan yang Aku Nikahi
RomanceSelain membutuhkan pasangan, menikah juga membutuhkan cinta. Namaku adalah Alan Chevalier Hartadi. Laki-laki dua puluh sembilan tahun dengan fisik yang tidak perlu diragukan lagi dan kekayaan yang begitu melimpah. Aku rasa, aku tidak memiliki kesuli...