Bagian 59: I Can Wait Forever

403 13 0
                                    

Seperti tidak ingin melepaskan Kyara, aku tetap menggenggam tangannya sepanjang kami berjalan di garbarata. Dan seperti meng-amin-kan keinginanku, perempuan itu juga tidak keberatan kalau tangan kanannya selalu berada di dalam genggamanku. Walaupun kadang aku melihat dia sedikit kerepotan ketika mengabadikan momen-momen berkesan baginya di Hang Nadim melalui kamera telepon pintarnya, tapi Kyara tidak pernah sedikit pun mengeluh tentang bagaimana aku berkeras menggenggam tangannya.

"Kita sampai di Surabaya jam berapa, Lan?" Kyara melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.

Aku berpikir sejenak, "sepertinya sekitar jam lima kurang lima belas menit nanti sore, Ra..."

"Pesawat kita jam berapa?"

"Kamu ada janji?" aku merasa Kyara sedikit panik dengan jadwal kepulangan kami ini.

"Kemarin siang aku membuat janji dengan pemilik rumah yang aku ceritakan sama kamu, Lan..." jelas Kyara.

"Hhhmmm... Sepertinya kamu jatuh hati sama rumah itu, ya?" aku menatap Kyara sekilas.

Kyara mengangkat bahunya, "belum pasti. Tapi aku berjanji untuk bertemu sama pemilik rumah itu nanti sore jam empat."

"Kalian bertunangan dan kamu nggak memberi tahu aku soal itu?" Ethan menepuk punggungku dengan keras.

Membuat aku sedikit kaget, "ck! Karena aku yakin kalau kamu pasti akan mengacaukannya!" bantahku.

"Alan sudah melamar Kyara?" tanya Farra penasaran, tapi dapat aku lihat ada sedikit rasa tidak percaya di dalam kalimatnya.

Aku mengangguk, "yes, Farra."

"Oh... Congratulation!" ucap Farra sambil menyentuh lenganku perlahan, "selamat ya, Kyara..." kemudian memeluk Kyara canggung.

"Thanks," balas Kyara dengan senyum yang tak kalah canggung.

Setelah itu, Farra mempercepat langkahnya dan meninggalkan kami bertiga di tengah garbarata. Ethan menatap gamang ke arah perempuan itu. Di satu sisi, aku merasa kesulitan menebak apa yang baru saja terjadi di depan mataku ini.

"Sepertinya Farra nggak bisa merelakan kamu untuk aku, Lan..." Kyara menghembuskan nafas berat.

"Apa itu mempengaruhi perasaanmu ke aku?"

Kyara melepas kaca mata hitam yang dipakainya dan menatapku, "bukan itu yang harus kamu khawatirkan, Lan..."

Alisku bertaut, "lalu?"

"Seharusnya kamu khawatir kalau perasan Farra sama kamu bisa mengubah perasaan kamu sama aku," jelas Kyara.

"I am the man of my word, Dear..." kubalas tatapan Kyara, "mungkin kamu mengenal aku sebagai laki-laki yang suka tidur dengan banyak perempuan. Tapi aku bukan laki-laki yang dengan mudahnya melamar anak orang, Ra..."

***

Juanda terlihat sangat cantik sore ini. Walaupun sudah masuk jam lima lewat, tapi langit di Juanda masih berwarna biru. Dengan awan-awan tipis di beberapa bagian, membuat udara terasa sedikit lebih sejuk daripada biasanya. Entah karena memang temperatur udara di Surabaya sedang bersahabat atau karena aku yang tidak bisa mengalihkan pandanganku dari tangan Kyara yang melingkar pada lenganku.

Sejak turun dari pesawat, perempuan ini sama sekali tidak pernah melepaskan tangannya dari bagian tubuhku. Entah dia letakkan di pinggangku, melingkar di tanganku, ataupun hanya menggenggam telapak tanganku. Aku tidak peduli, karena apa pun yang dia lakukan terhadapku tentu saja membuatku merasa sangat bahagia. Seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan permen, aku merasa sangat girang. Ini lah kali pertama aku melihat Surabaya sebagai kota yang sejuk.

Perempuan yang Aku NikahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang