Special Chapter ; When he met his mom

1.4K 161 7
                                    

Jeno menatap hamparan rumput luas di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno menatap hamparan rumput luas di hadapannya. Dia memainkan bunga dandellion. Jeno tersenyum saat melihat bunga itu berterbangan oleh angin. 

"Jeno," panggil seorang wanita dengan gaun selutut.

Jeno tersenyum pada wanita itu, "eomma!"

"Disini banyak sekali bunga dandellion," ujar Jeno.

"Kau tahu apa arti bunga itu?"

Jeno menggeleng.

"Dandellion melambangkan harapan, cinta, kebahagiaan, dan kesetiaan."

"Pantas saja bunga itu sangat cantik."

Tiffanya mengangguk.

"Jeno..."

"Sudah saatnya..."

Jeno mengangguk.

Tiffany tersenyum, dia menggenggam tangan putranya itu. Lalu menuntunnya menuju sebuh terowongan besar.

"Semoga kalian bahagia selalu," gumam Jeno dalam hati.

Dia mengikuti ibunya. Tangan hangat yang selalu ia harapkan kini ia rasakan. Senyuman yang hanya bisa ia lihat dari foto kini ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.

Harapan Jeno sudah tercapai. Kebahagiaan yang ia tunggu kini tiba. Meski ia harus meninggalkan sejuta luka di dunia.

"Terima kasih sudah bekerja keras, putraku."

"Jalhaesseo."

Di tengah terowongan itu, Tiffany memeluk Jeno. Jeno membalas pelukan ibunya. 

"Maaf karena harus membuatmu merasakan semua rasa sakit itu," ujar Tiffany.

Jeno menggeleng, "seharusnya aku berterimakasih padamu eomma, jika bukan karena kau aku tidak akan kuat dengan semua itu."

"Kehilangan, kekecewaan, kebahagiaan, kesedihan dan kesakitan itu memberiku setiap pelaran berarti..."

"Kehilangan membuatku sadar untuk bisa menghargai. Kekecewaan membuatku sadar jika terkadang tidak semua fakta harus diketahui. Kebahagiaan membuatku bisa bersyukur karena bisa merasakannya, meski sesaat. Kesedihan membuatku tenang saat meluapkannya. Dan kesakitan membuatku menjadi lebih kuat."

Tiffany tersenyum mendengar penjelasan Jeno.

"Kau yakin untuk pergi?"

Jeno menatap terowongan itu. Dia menoleh ke arah kanan dan kiri. Berusaha meyakinkan dirinya, memilih untuk kembali atau pergi.

"Aku yakin," final Jeno.

"Aku sudah sangat lelah...," ucap Jeno.

"Baiklah..." 

Mereka kembali berpegangan tangan lalu melanjutkan langkah kakinya menuju sebuah cahaya. Mereka pergi ke sebuah tempat yang paling indah yang tidak pernah ditemui dimanapun di dunia ini.

Part ini ga banyak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Part ini ga banyak...

I hope you like it♡

Have a great day-!

SomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang