BEST FRIEND - JENLISA

2 - Cranky

LISA POV

"Yhaaaaa!!! Sakit Jennie!" aku mengelus kepalaku karena perempuan kasar ini melemparku dengan kamus kami. Dan kalian tahu setebal apa kamus?

"Rasakan! Siapa yang menyuruhmu terus membaca dan tidak mendengarkan ceritaku?!" dia mendengus dan menekuk wajahnya.

Aku berdecak kesal, masih sambil mengusap kepalaku yang kupastikan dia benjol, "Kau lupa jika hari ini kita ada ujian?"

Sekarang dia malah menatapku tajam seperti induk singa yang mengejar mangsanya, "Nilaimu akan tetap bagus meski tidak belajar untuk ujian hari ini, Lisa-ya!!!"

Aku memutar mataku dengan malas, dia selalu meremehkan setiap mata kuliah kami. Bahkan di minggu-minggu ujian seperti ini dia pasti selalu tidak belajar. Hanya mengandalkan kancing kemejanya, jika dia ragu akan jawabannya maka tinggal berbisik dan aku hanya pasrah memberikan jawabanku untuknya.

Tapi anehnya, keberuntungan selalu ada padanya karena dia tidak pernah mendapatkan nilai C!

"Jika aku tidak belajar maka aku tidak akan bisa mencontekan jawabanku padamu karena aku juga tidak tahu apa jawabannya!" aku menjawabnya dengan kesal karena dia selalu memiliki alasan untuk membuatku tidak belajar. Dia selalu mengatakan bahwa otakku ditakdirkan untuk menjadi jenius. Apa dia gila? Tidak ada orang genius secara tiba-tiba! Semuanya juga karena hasil belajar.

Dia yang semenjak tadi berbaring kini mendudukan dirinya sendiri. Kami menunggu jam ujian berikutnya dengan memilih duduk di bawah pohon untuk membaca beberapa materi yang akan di ujiankan. Sebetulnya ini adalah tempat favoritku dan Jennie semenjak masuk kuliah. Kami sama sama menyukai tempat yang dingin. Dan karena di bawah pohon ini sejuk, maka inilah tempat yang paling nyaman. Apalagi untuk membaca buku seperti ini. Atau bahkan mendengarkan celotehan wanita cerewet satu ini!

"Itu hanya alasanmu saja karena kau tidak mau mendengarkan ceritaku, kan?" sekarang matanya berubah jadi sendu. Dia mudah sekali merubah-rubah mimik wajahnya.

Aku menggeleng dengan cepat, "Tidak, Jennie. Sudah kukatakan aku sedang belajar dan maaf jika tidak mendengarkanmu. Aku berjanji sehabis ujian ini kita pergi dan kau boleh menceritakan semuanya." rayuku padanya. Tapi Jennie tetaplah Jennie. Si gadis dengan sejuta moody ini akan sangat susah di bujuk ketika dia sudah mulai merajuk.

"Apa kau sudah bosan mendengar ceritaku tentang itu-itu saja? Maafkan aku, Lisa. Aku tidak akan menceritakan apapun lagi padamu. Selamat belajar, semoga ujianmu berhasil." dia mengatakan semuanya dengan nada datar. See? Dia memang cocok untuk menjadi aktris terbaik tahun ini. Dia akan selalu berakting bahwa dia seolah yang paling tersakiti. Dan lagi-lagi aku yang harus meminta maaf padanya.

Dia membereskan beberapa bukunya yang dia keluarkan dari tas padahal semenjak tadi tidak dia baca. Kemudian dia berdiri dan membersihkan rumput yang menempel di bajunya.

Tanpa pamit dia meninggalkanku begitu saja. Ini sudah biasa dan aku hanya bisa bernafas pasrah karena kelakuan Jennie yang tidak pernah bisa dirubah semenjak kecil.

Aku mengenalnya sejak kecil? Tentu saja. Dia adalah orang yang pertama kali bisa menghentikan airmataku tanpa menghapusnya. Dan dia yang membuatku percaya bahwa kekuatan selalu berasal dari dalam hati kita.

Siang itu, 10 tahun yang lalu, aku yang lagi-lagi selalu pasrah ketika harus berhadapan dengan orang-orang tidak berguna dengan Joy dan gengnya. Tapi untuk pertama kalinya Joy pergi dengan tidak merusak barangku atau melukaiku sama sekali. Karena siapa? Karena Jennie. Perempuan kecil itu dengan gagahnya menghadapi keempat anak jahat itu tanpa menyentuhnya sedikitpun. Dia berhasil melawan tanpa perlawanan. Kemampuan memanipulasinya sudah terlatih sejak kecil. Bahkan ketiga teman Joy berlari ketakutan hanya karena gertakan dari mulut Jennie yang cerewet itu.