LISA POV
Jika biasanya aku akan kesal menunggu Jennie yang selalu lama keluar dari rumahnya untuk pergi ke kampus, namun kali ini tidak. Kapanpun dia keluar aku akan menghargainya. Berapapun waktu yang dia butuhkan untuk bertemu denganku disini, aku akan menunggunya.
"Lisa.. Bagaimana jika kau masuk saja?" Eomma berulang kali mengatakan kalimat yang sama. Dan jawabanku juga sama, hanya menggeleng.
Tadi malam aku memang bersikukuh untuk masuk dan jika perlu aku ingin menerobos. Tapi untuk pagi ini, walaupun hatiku masih belum tenang, aku akan dengan sabar menunggu.
Aku tahu jika kenyataan yang Jennie terima pasti akan sangat sulit untuk dia pahami. Dan yang lebih sulit adalah bahwa kenyataan pahit itu bersumber dari Daddy, dari keluargaku.
Bolehkah aku egois untuk mengatakan padanya bahwa aku tidak tahu apa-apa tentang masa lalunya. Aku bukan penyebab kematian Appanya. Aku bukan sumber segala kesedihannya selama ini.
Tapi aku akan menjadi manusia jahat jika mengatakan itu sekarang diatas luka Jennie. Aku akan selalu dan berusaha mencoba untuk mengerti apapun yang dia rasakan.
Ini bahkan sudah melewati dari jam kelas kami, tapi Eomma bilang Jennie tidak menampakan batang hidungnya hanya untuk sekedar ke kamar mandi membersihkan diri.
Aku mengusap wajahku dengan kasar. Mencoba menstabilkan pernafasanku yang tidak bisa tenang. Ingin menangis rasanya tapi air mataku pun sudah habis semalam. Aku tidak tidur sama sekali. Benar-benar menunggu fajar datang agar bisa lekas kembali kesini. Walaupun setibanya aku disini semuanya masih sama, Jennie tidak mau menampakan dirinya padaku.
Aku sudah menunggunya tiga jam, duduk di teras rumahnya. Eomma memberikanku segelas susu coklat kesukaanku. Jika biasanya aku menyeruput susu itu dengan nikmat, tidak dengan pagi ini. Rasanya hambar, pahit, dan tidak berselera.
Aku tetap bergumam dalam hati, terus meminta dan berdoa semoga Jennie mau keluar dan berbicara denganku.
"Ini keterlaluan! Eomma akan mencoba menyuruhnya lagi untuk keluar." Eomma berkata dengan nada tinggi. Untuk pertama kalinya aku melihat Eomma semarah itu. Aku takut Eomma akan memarahi Jennie. Jadi sebisa mungkin aku menenangkanya.
Menenangkan seseorang padahal hatimu sendiri gusar.
Bagaimana bisa, Lisa?
- - -
JENNIE POV
"Jennie! Buka pintunya! Sampai kapan kau mengunci dirimu di kamar? Kau tidak akan pergi ke kampus???" Eomma terus mengetuk pintuku sambil mengomel.
Berkali-kali aku menarik nafasku, menghembuskannya dengan kasar. Masih terasa sesak di dalam dadaku. Mataku yang terasa berat karena hampir semalaman menangis. Aku tidak akan berhenti menangis sepertinya jika tidak tertidur. Masih menggunakan pakaian yang sama. Tidak menggantinya bahkan tidak sempat membersihkan diriku semalam.
Semuanya diluar kendaliku. Aku merasa dibohongi oleh dunia ini. Apakah ini lelucon? Aku bertahan hidup tanpa seorang ayah. Hidup hanya dengan bayang-bayang ceritanya. Tapi ternyata bayang-bayang ceritanya yang kumiliki pun bahkan tidak sampai setengahnya. Belasan tahun aku hidup, dan selama ini aku tidak tahu atas dasar apa kematian ayahku sendiri. Menyakitkan bukan?
Aku yakin bahwa Eomma pasti tahu kenyataan yang sebenarnya. Jika tidak, untuk apa dia mengganti namaku? Untuk apa kami kembali ke Korea dan harus berjauhan dengan makam Appa?
Hanya satu malam tidak cukup untukku mencernanya sendiri. Membuka mataku di pagi tadi tidak merubah kesesakan yang ada di hatiku.
Aku harus marah pada siapa? Aku harus kecewa pada siapa? Siapa yang pantas aku salahkan atas kematian Appa? Kenapa Eomma menyembunyikannya dariku?
KAMU SEDANG MEMBACA
BEST FRIEND - JENLISA
Romance"cinta butuh waktu untuk bisa kita rasakan" Jenlisa Story GXG ID 🏆🥇 #jenlisa rank #1 on May 26, 2022 until May 30, 2022 | June 5, 2022 until June 6, 2022 🏆🥉#gxg rank #3 on Sept 13, 2022