25 - Plan

4.2K 509 36
                                    

LISA POV

"Lisa!" aku tersentak ketika coach memanggil namaku dengan sangat keras.

"Emmm.. yes coach?" aku dengan panik langsung menjawabnya.

Dia menggelengkan kepalanya. "Jika kau tidak fokus kenapa kau ikut latihan? Aku sudah memanggilmu berkali-kali tapi kau sama sekali tidak memperhatikanku. Bahkan mendengar pun tidak."

Ada apa denganku. Semenjak tadi pagi Jennie menanyakan perihal pembahasan pertunanganku, aku sungguh kalut. Hingga sekarang pikiranku tidak tenang.

"Maaf, coach. Kepalaku hanya sedikit pusing. Tapi tidak apa-apa. Aku akan lebih memperhatikanmu sekarang." aku berbohong padanya. Memang benar ada masalah di isi kepalaku tapi tidak seharusnya aku seperti ini.

"Terlambat, ini sudah selesai." dia menggelengkan kepalanya lagi dan pamit terhadap semuanya.

Aku hanya menundukan kepala karena bersalah. Hari ini kacau dan aku merasa tidak enak pada pelatihku. Aku hampir tidak memperhatikannya sama sekali.

Saat Jennie bertanya di mobil aku terpaksa berbohong. Aku tidak ingin dia juga memikirkan hal ini.

Aku mencoba untuk tenang tapi tetap saja percakapan tadi malam dengan kedua orangtuaku membuatku takut. Aku tahu bagaimana kekuatan orangtuaku. Mereka bisa melakukan apa saja. Wajar jika aku sudah merasa kalah dari awal.


flashback on

"Mom, Dad, kalian belum tidur?" aku menyapa kedua orangtuaku yang berada di ruang keluarga. Mommy sedang menikmati filmnya, dan Daddy fokus pada ponsel yang berada di tangannya. Namun karena suaraku sepertinya perhatian mereka teralihkan.

"Sayang, sudah pulang?" Mommy tersenyum dan menepuk kursi di sebelahnya untuk mengajakku bergabung.

Aku ikut duduk di sebelahnya. Jika biasanya aku akan langsung ke atas untuk segera masuk ke kamarku dan beristirahat, namun malam ini berbeda. Aku ingin membicarakan tentang pertunangan yang tidak aku inginkan sama sekali.

"Darimana kau?" Daddy bertanya dan melanjutkan melihat ponselnya.

"Seperti biasa, rumah Jennie." jawabku tenang.

Pandangannya kemudian beralih untuk menatapku. Daddy menghembuskan nafasnya dan menyimpan ponselnya di meja kecil depan kami semua.

"Jennie lagi Jennie lagi." gumamnya pelan namun masih bisa kudengar. Aku agak tidak menyukai nada bicaranya saat melontarkan kalimat itu.

"Apa maksud Daddy?" aku bertanya sambil menyipitkan mataku memandangnya.

"Bisakah hidupmu tidak selalu tentang Jennie? Selalu Jennie. Haruskah menempel terus dengannya?" tanyanya dengan asal.

Aku tertawa namun hatiku sangat kesal, "Apa yang kau permasalahkan, Dad? Bertahun tahun aku bersamanya dan tidak pernah ada hal buruk yang terjadi. Jadi dimana salahnya?" tanyaku lagi dengan kesal.

"Nayeon tentu saja akan terganggu nanti. Jadi biasakan mulai sekarang untuk tidak selalu menempel pada Jennie. Bagaimana jika dia menyukaimu?" ucapnya. Kami sekarang akan beradu argumen.

Aku tersenyum miring, "Dan bagaimana jika aku yang menyukai Jennie, Dad?"

Tatapan Daddyku menjadi tajam dan tidak percaya dengan apa yang baru saja aku ucapkan, "Hentikan mulut omong kosongmu!"

"Kenapa aku harus berhenti sementara itu fakta yang terjadi?" alisku naik dan aku seperti terihat menantang Daddyku sendiri.

"Lisa. Sudah, kau naik ke kamarmu." Mommyku berbisik. Dia tidak ingin kami semakin melempar satu sama lain.

BEST FRIEND - JENLISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang