NEW - 65

13.1K 667 4
                                    

!!Cerita ini sudah TAMAT!!

!!Versi lama dan lengkapnya bisa kamu baca di lapak sebelah. Nama lapaknya sudah kusematkan link di bioku!!

.

.

.

Milly cukup merasa lega, tapi sedih dan bingung.

Percakapannya dengan El bisa dikatakan baik. Milly berhasil mengutarakan isi hatinya yang terdalam baginya. Milly juga berhasil meyakinkan El bahwa ia tidak akan pergi terlalu lama.

Tetapi, Milly masih merasa mengganjal. Padahal ia sudah yakin bahwa ia telah mengutarakan semuanya. Keinginannya untuk kuliah di perancis sangatlah ia inginkan—ia berhasil mengatakan itu dan membuat El mengerti dengan keinginannya.

Namun senyuman El selama percakapan mereka bukanlah sebuah senyuman yang tulus. Bukan seperti ia sedih, kecewa, atau pun marah, El tampak berat. Milly melihat itu.

Tetapi Milly tidak mengatakannya, karena baginya biar El yang mengatakan itu. Namun di akhir percakapan mereka, El tidak mengatakannya. Mungkin itu hanya perasaannya saja, tapi tetap saja membuat Milly memikirkannya.

Ditambah percakapan mereka melibatkan persoalan lain yang seharusnya tidak mereka bicarakan.

Pada saat itu..

"Kamu sudah yakin?" El mempertanyakannya lagi setelah Milly mengatakan bahwa ia akan berkuliah di perancis. Milly juga mengatakan padanya bahwa ia akan baik-baik saja dan ia akan kembali pulang dan menemuinya. El sekedar menanyakannya saja. Tidak bermaksud untuk memancingnya.

Walau sebenarnya ia ingin.

"Aku sudah yakin kak." Ucap Milly tegas.

Mereka terdiam beberapa saat. El tak lagi berniat membakar rokoknya. Ia hanya memandangi langit malam yang terlihat indah dengan kemilau bintang yang berkelap-kelip di atas sana. Ia pikir, pemandangan itu akan membuat dadanya merasa lega karena tiba-tiba saja terasa sesak.

"Maaf sudah bersikap egois padamu." Lirih El yang hanya bisa didengar Milly. Mereka duduk bersampingan di sebuah kursi taman yang sengaja Adit letakkan di sana untuk menikmati suasana halaman belakang.

"Aku mengerti kak. Kita baru saja mengungkapkan perasaan kita, tapi aku malah mau pergi."

"Aku terus berusaha untuk mencoba mengerti, walau rasanya begitu sulit. Apa kamu menyesal telah menyukaiku yang seegois ini?"

Milly menggeleng. Baginya, egois akan memiliki tempat khusus di dalam setiap orang. Termasuk dirinya. Mungkin akan aneh jika ia menemukan seseorang yang tidak memiliki sikap egois.

"Terkadang aku sendiri suka bingung sama kak El." Milly mengayunkan kedua kakinya, mengalihkan rasa gugup yang menghinggapi Milly.

"Bingung kenapa?"

"Kenapa kakak bisa menyukai anak kecil sepertiku? Kenapa nggak suka sama kak Karmila, atau perempuan lainnya? Aku—masih nggak menyangka aja sih kak."

Dahi El berkerut. "Aku juga tidak tahu sih."

"Benarkah? Tapi kata kakak waktu itu, aku berhasil membuat kakak kembali berharap."

"Iya, kamu benar." El menghela napas, pandangannya mengarah ke kaki-kaki Milly yang masih berayun pelan di bawah sana. Ia tampak berpikir dan Milly menunggunya.

"Aku pernah mengharapkan seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Bagiku, ia adalah orang yang benar-benar mengubah hidupku secara otomatis. Ia membuatku bahagia, namun ia juga berhasil membuatku merasa hancur seperti debu yang berhembus hanya dengan sekali tiup saja."

TEMAN KAKAKKU (NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang