TKK - 06

62.4K 2.8K 28
                                    

!!RE-PUBLISH!!

!!Cerita ini sudah TAMAT!!

!!Versi lengkapnya bisa kamu baca di lapak sebelah. Nama lapaknya ada di sinopsis cerita!!

.
.
.

"Milly!!"

Gadis manis yang sedang duduk anteng di kursi panjang kantin sekolah menengok ke seorang perempuan cantik yang terkenal dengan The Princess of School SMA Sawarna. Perempuan itu melangkah gusar menuju kantin sambil memanggil Milly. Ia berjalan menghampiri Milly dengan membawa selembar kertas di tangan kanannya, lalu menyodorkan pada Milly ketika Ruby sudah berdiri tepat di depannya.

"Lihat! Kenapa nama kamu nggak ada di list ini? Pas aku lihat ini dan langsung tanya ke Dion, kata Dion kamu nggak jadi manggung dan Dion langsung nunjuk Caesar buat jadi drummer. Jelasin ke aku sekarang Mil!! Kenapa jadi Caesar yang manggung, kenapa bukan kamu??" Cerca Ruby dengan setarik napas. Mendengar itu Milly lah yang menghela napas panjang.

"Iya Rub, aku nggak jadi manggung."

Ruby tercengang tak percaya.

"Kenapa?!" teriakan Ruby membuat telinga Milly agak berdengung. Sontak Milly menutup telinganya.

"Kayaknya aku nggak bisa main, Rub."

"Kenapa nggak bisa main? Kemarin-kemarin kamu sering latihan di tempat les kamu, kenapa kamu jadi nggak bisa main? Lumpuh?!"

"Ya ampun, pedes banget sih mulutmu itu." Ejek Milly.

"Biarin! Kamu seenaknya bilang nggak jadi manggung. Pasti ada alasan kenapa kamu tiba-tiba nggak mau manggung kayak gini."

Milly menggeleng singkat. "Aku nggak kenapa-napa dan nggak ada alasan lain Rub. Sudahlah."

Tidak, Ruby yakin pasti ada alasan kenapa Milly tiba-tiba nggak mau naik ke atas panggung dalam acara pentas seni yang akan diadakan di sekolah mereka. Padahal acara akan diselenggarakan sebentar lagi.

Gadis itu menilai raut wajah Milly. Menerka-nerka jawaban dibalik wajah sok lugu itu.

Ide di kepala Ruby muncul, ia kembali melihat selembar kertas itu untuk mencari jawaban. Gadis cantik itu meneliti setiap nama yang tertulis disana dari atas sampai bawah, dan Ruby menyadari setelah ia melihat ada logo merek minuman dibawah lembar kertas tersebut sebagai sponsor acara.

"Apa kamu nggak mau tampil karena nanti ada "Abang Penjual Es" ke sekolah kita, iya kan?"

Milly melotot seketika.

"Kok kamu—"

"Ini—Poca-poca jadi sponsor utama di acara pensi kita, ini merek minumannya tempat kerja Kak Adit sama Kak El kan ?"

Milly hanya terdiam. Secara tidak langsung ia membenarkan jawaban Ruby. Ruby menghela napas panjang.

"Jadi benar karena nanti ada Kak El, kamu mendadak nggak mau tampil? Kenapa? Apa yang salah kalau ada Kak El di sini dan kamu tampil? Kamu nggak mau kalau nantinya Kak El lihat kamu tampil di atas panggung?"

"Ruby—"

"Memangnya kamu udah yakin kalau Kak El akan datang ke sekolah kita dan bakal lihat kamu di atas panggung? Ingat Mil, Mau kamu kayang di jalan raya bukankah Kak El nggak peduliin kamu? Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau kamu tuh bagaikan hantu yang tak terlihat olehnya?"

"Bukan begitu maksudku Ruby." Elak Milly.

"Lalu kenapa? Kasih tahu aku jawaban yang masuk akal kenapa kamu nggak mau manggung kalau bukan karena Kak El, Mil?" tanya Ruby dengan nada yang mulai meninggi. Ia tidak habis pikir hanya karena seorang pria bernama El, Milly tidak jadi tampil di atas panggung. Di sekolahnya sendiri, area kekuasaan mereka.

"Justru aku nggak mau lihat dia ada di sekolah."

Ruby mengerutkan dahinya, menerka alasan Milly yang belum masuk dilogikanya.

"Aku cuma mau—berjaga-jaga, kalau benar dia ke sini aku nggak sia-sia nggak tampil. Aku mau menghindari dia. Aku akan lakuin cara apapun, kalau disuruh ngumpet-ngumpet akan aku lakukan—"

"Dan kamu korbanin semua hal yang telah kamu lakukan dan tidak peduli telah mengecewakan Dion dkk dan aku? Gitu?" potong Ruby kesal.

"Maaf Rub. Aku cuma nggak mau ketemu Kak El." lanjut Milly sedih.

"Mending kamu nggak usah datang aja sekalian. Perasaanmu itu nyusahin banyak orang." sudut Ruby kesal. Bagi Ruby alasan Milly terbilang abu-abu. Gimana caranya mereka tak saling bertemu saat acara berlangsung nanti? Apalagi Milly ditunjuk sebagai panitia pengurus pengisi acara, setidaknya Milly akan berpapasan dengan pria itu di sekolah.

"Suka-suka kamu aja lah! Biar puas!" Ruby berbalik meninggalkan Milly begitu saja.

*****

Suasana sunyi dengan temaram lampu menyelimuti kegiatan Milly di dalam kamarnya. PR yang menumpuk memaksa Milly untuk harus dikerjakan malam ini juga, mengingat Bu Mona adalah guru Sejarah yang galak dan tak kenal ampun bila siswanya lalai mengerjakan PR. Sialnya, Bu Mona kebagian mengajar kelas Milly di jam pagi.

Milly meregangkan badannya setelah PR sudah selesai dikerjakan. Ia melirik ke jam dinding, waktu menunjukan pukul 10 malam. Seharusnya Milly sudah tidur. Tapi apa boleh buat. Daripada Milly harus dihukum karena nggak mengerjakan PR.

Tak lama Milly bangkit dari kursi menuju jendela kamar. Pandangannya beralih menatap ribuan bintang yang bersinar di langit malam, bersama sinar bulan yang selalu menemani bintang-bintang itu.

Ciptaan Tuhan tersebut memang selalu serasi di dalam kegelapan. Seperti El dan Karmila, ibarat kemilau Bintang seperti cantiknya Karmila dan sinar rembulan Bulan seperti kharisma El. Paras mereka begitu menyatu dan tak terelakkan.

Gadis itu tersenyum getir. Tiba-tiba pikirannya tertuju pada selembar foto dibalik case ponselnya. Ia meraih ponsel dan membuka case tersebut, lalu mengambil foto tersebut dan ditatapnya. Milly kembali memandangi 2 orang pria di sana, tengah tersenyum bahagia memakai jubah hitam dan topi toga.

Milly kembali mendudukan dirinya di kursi meja belajar, masih bertahan menatap foto itu. Yang biasanya selalu tersenyum saat memandangi wajah tampan El di sana, namun nyatanya sekarang hati Milly pilu.

Milly kembali mengumpulkan tekadnya, ingin meluapkan perasaannya yang tak terbalaskan pada pria dingin itu. Akhirnya ia memutuskan untuk merobek foto tersebut, perlahan menjadi potongan kecil di atas meja belajarnya. Setelah itu Milly mengambil sebuah buku kecil namun tebal terbungkus sampul hologram perak, terlihat seperti buku catatan yang ia buat menjadi buku harian.

Buku itu dibuka setelah diletakkan diatas meja, ia membalikkan lembar pertama ke lembar berikutnya, sekilas ia membaca buku tersebut perihal sosok pria yang ia sukai selama 1 tahun ini. Di lembar tersebut diberi tanggal di sudut pojok kanan atas, dimana tulisan itu menceritakan tentang keseharian El di tanggal tersebut.

Di bagian belakang buku tersebut tertulis juga mengenai sosok kepribadian El seperti apa, apa yang pria itu sukai dan tidak sukai, kebiasaan El saat di rumah bersama Adit, bahkan Milly menulis keinginan El di masa depan ketika saat itu ia tidak sengaja mendengar El mengatakan itu pada Adit.

Salah satunya Milly menulis bahwa El ingin segera mempertemukan tambatan hatinya kepada Ayahnya yang berada di Inggris.

Milly menghela napas. Membaca kembali salah satu keinginan El untuk mempertemukan Ayahnya dengan wanita yang ia sukai, pikiran gadis itu membayangkan El mempertemukan Karmila dengan Ayahnya. Lalu mereka menikah di sana dan hidup bahagia.

Milly menutup buku itu dengan bendungan air mata di kedua matanya, siap untuk tumpah kapanpun. Jemarinya mengumpulkan potongan kecil foto tersebut lalu ditaruh di atas buku, kemudian ia masukan ke dalam tempat sampah di kolong meja Milly. Membuangnya.

Milly beranjak menuju tempat tidurnya dengan langkah lunglai, segera ingin menidurkan tubuhnya agar dapat melanjutkan aktifitasnya di esok hari.

*****

TEMAN KAKAKKU (NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang