NEW - 73

11.2K 540 10
                                    

!!Cerita ini sudah TAMAT!!

!!Versi lama dan lengkapnya bisa kamu baca di lapak sebelah. Nama lapaknya sudah kusematkan link di bioku!!

.

.

.

Aku pikir, hidupku akan berjalan sebagaimana mestinya, walau tanpa adanya Milly di sisiku.

Tapi nyatanya, tidak.

Milly baru pergi dua tahun, tetapi rasanya kenyataan membuatku semakin tajam menatapnya.

Mula-mula aku ingin membicarakan mengenai Risma--ibu kandungku. Diawal aku memang belum pernah mengatakan bahwa aku mulai memaafkannya, aku juga memang belum mengatakan bahwa aku mulai terbuka untuk menyambutnya sebagai ibuku.

Namun sekarang, Risma menuntutku akan hal itu. Diawal aku berusaha terbuka padanya, menerima Ferry dan Nathan sebagai salah satu bagian dari hidupku. Walau aku masih berat memanggilnya Ayahku dan Adikku. Atau Bokap dan--Bro! Jujur, aku masih sulit mengendalikan diriku untuk melabeli mereka.

Namun berbeda dengan Risma. Ia menuntutku seperti apa yang ia mau. Ibarat aku dituntun untuk mengayuh sepeda di taman, ia memaksaku melakukan semua instruksinya bahwa aku harus bisa mengayuh sepeda dengan menegakkan badanku disaat mengayuh sepeda, fokus menatap ke depan sambil menggerakkan kedua kakiku supaya tidak jatuh memijak tanah.

Walau kukatakan aku belum sanggup, Risma tak henti mengingatkanku pada arahan itu.

Mungkin di sini Risma membantuku supaya aku mulai terbiasa dengan kehadiran mereka. Ferry dan Nathan demikian. Di setiap malam Risma datang ke apartemenku, tak lupa tempat makan akan selalu ia bawakan untukku. Aku teringat dengan kata-kata Milly yaang memintaku untuk mencoba menerima Risma. Jadi aku memulainya dengan menerima kehadiran dan beberapa menu makanan untuk kusantap.

Malam ke malam berubah menjadi pagi, siang dan malam di setiap harinya. Baginya, hal itu akan menjadi kebiasaan baik untuk kami saling mengisi satu sama lain.

Aku lagi-lagi mencoba menerima itu.

Sampai Ferry mulai mendatangiku, bersama Risma tentunya. Tak hanya bertemu di apartemen saja, bahkan pria tua itu tak ragu meneleponku selagi ia tak sibuk dengan pekerjaannya.

Terkadang pria itu menghampiriku ke kantor untuk sekedar pulang bersama.

Agak sedikit awkward, tapi aku tetap mencobanya.

Hingga kebiasaan mereka menjadi sebuah rutinitas baru dan mereka mulai tak segan memintaku untuk masuk ke dalam ranah mereka.

Sebuah kamar minimalis luas dalam sebuah rumah megah milik Ferry. Mereka mengatakan bahwa kamar itu bisa kugunakan sepuas hatiku. Dengan kata lain, mereka memintaku untuk ikut bergabung bersama dalam sebuah keluarga hangat dan tentram.

Kali ini aku mulai menolak hingga adu mulut terpaksa terjadi. Tak sengaja aku pun memaki Risma dengan kata kasar yang keluar begitu saja dari bibirku. And--see! Risma menangis lagi di hadapanku dan aku memilih pergi.

Namun kenyataannya takdir memihak Ferry sehingga aku berhasil ditahan olehnya setelah bujukannya padaku. Ferry meminta kebesaran hatiku, menengok sedikit saja kerapuhan Risma terhadapku dan aku hanya bisa menghela napas berat dan perlahan menarik koperku ke kamar minimalis itu.

Iya, sudah setahun ini aku menginap di sana. Aku sudah mengatakan ada Ferry bahwa aku tidak bisa tinggal. Baginya, dengan kata menginap saja itu sudah lebih dari cukup ketimbang ia melihat Risma menangisku sepanjang waktu.

TEMAN KAKAKKU (NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang