Seorang gadis kecil tengah meringkuk memeluk dirinya sendiri di depan balkon kamarnya, membiarkan tubuh mungilnya menggigil kedingingan.
"Hiks ... baba, Ara kangen." Gumamnya lirih di tengah isakannya.
"Kata mema, baba selalu tunggu kami disana hiks. Sekarang baba gak kesepian kan? Mema udah kesana pasti baba senang disana hiks." Gumamnya dengan menatap gelapnya langit malam dengan lelehan air mata yang membasahi pipi bulatnya.
Gadis itu masih terus menggumam menyebut baba-nya. Karena dialah yang paling kehilangan baba-nya, selain dia yang paling dekat dan manja pada sang ayah, pada saat sang baba pergi ia tengah tak sadar diri di rumah sakit.
Kalian tentu ingatkan kisah itu di buku sebelumnya?
Dan itu sudah dua tahun berlalu namun belum bisa menghilangkan rasa penyesalan seorang gadis kecil yang terus menangisi kepergian kedua orang tuanya, terlebih pada Ayas yang ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana pria yang tak pernah ia lihat sebelumnya melecehkan mema-nya jika ada sang baba pasti pria itu akan di pastikan mati di tangan sang ayah.
Namun kini kedua orang tuanya pergi karena mereka yang memiliki ambisi dan dendam yang tidak masuk akal. Dan ia bersumpah suatu saat ia akan membalaskan dendamnya, mereka harus merasakan apa yang di rasakan ia dan keluarganya.
Darah di balas dengan darah dan nyawa di balas dengan nyawa.
"Mema .... hiks Ara kangen. Gak ada yang meluk Ara lagi kalo Ara mau bobo. Gak ada yang puk puk lagi kalo Ara ngantuk hiks ... Ara kangen kalian."
Hingga ia merasakan tangan kecil mengusap air mata membuat ia membuka matanya. Dengan air mata yang masih terus menetes ia menatap sendu kembarannya yang menatapnya tanpa ekspresi, seperti biasa. Namun tatapannya menyendu dan terluka di dalamnya.
"Jangan nangis."
"Hiks Ara kangen baba!! Ara kangen mema Ayas!! Huaaa!!!" Serunya seraya menerjang saudaranya.
Ayas, pria kecil itu hanya bisa memeluk saudara kembarnya dan ia biarkan Ara menangis di pelukannya.
"Besok kita ke makan mema sama baba ya."
Gadis kecil itu hanya mengangguk dan terus meracau di pelukan kembarannya, pelukan ternyaman setelah kedua orang tuanya.
"Tidur ya. Besok kita juga harus beli peralatan untuk sekolah baru kita." Ujarnya lagi.
Percayalah ini salah satu kalimat terpanjang yang pernah Ayas katakan kepadanya setelah kepergian kedua orang tuanya, karena biasanya pria kecil itu lebih banyak menggunakan bahasa tubuhnya untuk menenangkan saudaranya. Namun semenjak kepergian kedua orang tuanya ia mulai membiasakan diri dengan banyak mengeluarkan kosa katanya demi menenangkan kembarannya itu.
Kalian tentu tau jika Ayara begitu manja pada kedua orang tuanya terlebih pada sang ayah.
"Bobo bareng?" Tanya nya di sela isakannya dengan mengerjapkan matanya menatap saudaranya.
Ayas tersenyum tipis, Ara gadis kecil itu selalu menggemaskan terlebih setelah menangis.
"Sure."
Setelahnya ia pun menggandeng saudaranya dan merebahkan tubuhnya di kasur dan di ikuti saudaranya. Tanpa di minta ia mengusap surai panjang saudaranya kemudian menepuk kecil punggungnya.
"Ara sayang Ayas, jangan pergi. Jangan tinggalin Ara sendiri." Gumamnya pelan sebelum benar-benar hilang kesadarannya.
Pria kecil itu pun terkekeh pelan kemudian mencium kening kembarannya.
"Ayas juga sayang Ara. Aku gak akan pergi dan ninggalin Ara sendiri. Karena di masa depan nanti kita akan berjuang bersama untuk membalaskan pada mereka yang membuat kita kehilangan mema dan baba, dan pada mereka sumber dari semua penderitaan kita. Sweet dream my sister." Batin Ayas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dᴀɴɢᴇʀᴏᴜs Aʏᴀʀᴀ (#SFS3) [END]
Acción#𝚂𝚎𝚛𝚒𝚎𝚜 3 𝕲𝖊𝖓𝖗𝖊 : 𝕽𝖔𝖒𝖆𝖓𝖈𝖊 - 𝖆𝖈𝖙𝖎𝖔𝖓 - 𝖙𝖊𝖊𝖓𝖋𝖎𝖈𝖙𝖎𝖔𝖓 ⚠️ 𝐅𝐨𝐥𝐥𝐨𝐰 𝐚𝐤𝐮𝐧 𝐚𝐮𝐭𝐡𝐨𝐫 𝐝𝐮𝐥𝐮 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐛𝐚𝐜𝐚 ⚠️ 𝑨𝒚𝒂𝒓𝒂 𝑲𝒆𝒚𝒍𝒂 𝑺𝒕𝒐𝒏𝒆, dunia gadis cantik, cerewet dan manja itu berubah seratus...