DA | 25

152 40 112
                                    

Malam itu benar-benar menjadi malam terakhir Ayara di New York. Ayara di antar oleh Arthur sampai di Bandara dengan helikopternya menuju jet pribadi yang Ayara sendiri pun tidak mengetahuinya karena sudah di Arthur sebelumnya. Ayara tidak peduli karena Ayara ingin pergi tanpa meninggalkan jejak apapun, bahkan ponselnya pun sudah Ayara tinggalkan bersama Arthur dalam ke adaan mati semenjak di atas rooftop hotel supaya tidak ada yang yang bisa melacak kepergiannya.

Arthur benar-benar telah menyiapkan semuanya untuk Ayara bahkan pasport dan visa milik Ayara pun, pria itu yang mengurusinya. Ayara hanya terima jadi saja. Indah bukan hidup Ayara?

Dan setalah 5 jam perjalanan Ayara pun sampai di LA pada waktu subuh dan memilih menginap di hotel yang tak jauh dari bandara. Tidak mungkin kan Ayara langsung menuju ke kediaman William dengan keadaannya sekarang? Belum lagi Ayara masih benar-benar membutuhkan istirahat sebelum di sidang oleh daddy nya itu. Dan alasan terbesar kesini adalah ingin mengunjungi tempat Albara selama ini di rawat tanpa sepengetahuannya, sebelum ia melebarkan sayapnya untuk menyelesaikan tujuannya dan mencari kebahagiaannya.

Tepat pukul 7 malam Ayara mengunjungi ke kediaman William setelah seharian ia habiskan untuk beristirahat di dalam hotel dan malamnya Ayara memutuskan langsung chek out dari hotel tersebut, karena malam ini Ayara ingin menginap di kediaman William.

"Ara?!!! Bagaimana bisa kau sampai disini? Kenapa tidak mengabari daddy sebelumnya hm? Kau datang sendiri? Bagaimana perjalananmu? Tidak terjadi sesuatu kan?" Tanya William beruntun saat mendapati tamu yang ternyata anak gadisnya sendiri.

Ayara terkekeh pelan di dalam pelukan William seraya mengusap punggung William. "Ada yang ingin Ara sampaikan pada daddy dan Ara ingin mengunjungi tempat Bara disini."

William pun menggiring Ayara menuju living room. Keduanya pun terlibat obrolan serius di dalamnya dan terlihat jelas perdebatan yang cukup alot karena William yang menentang dan melarang kepergian Ayara. Namun Ayara dengan semangatnya mengatakan bahwa Ayara memiliki perisai yang akan setia mendukung dan melindunginya selama kepergiannya, jadi William tidak perlu mencemaskannya.

Mau tidak mau William pun mengiyakan keinginan anak gadisnya dan membawanya ke lantai atas dimana kamar Albara berada.

"Miss him?" Tanya William seraya merangkul bahu Ayara.

Ayara mengangguk singkat dengan mata berkaca-kacanya menatap figura yang cukup besar menempel di dinding yang menunjukan foto dirinya bersama Albara yang tengah tersenyum manis di bawah sunset di pantai Anyer. Itu pemandangan pertama kali saat Ayara membuka pintu kamar Albara.

Dan Ayara ingat betul hari itu.

"Bahkan Bara tetap tersenyum di tengah rasa sakitnya yang mempertahankan kehidupannya." Lirih Ayara seraya mengusap gambar Albara.

"I miss you so bad, Bara."

William menepuk pelan punggung Ayara. "Ini adalah kamar Bara selama disini. Dia jarang di rawat di rumah sakit jika tidak benar-benar lagi drop atau setelah melakukan kemo terapinya. Kau tau kenapa?"

Ayara memalingkan wajahnya dan menatap William penuh tanda tanya. William tersenyum lembut. "Kata Bara di rumah sakit tidak ada fotomu jadi dia gak bisa tidur nyenyak."

Ayara pun terkekeh pelan dengan menghalau air mata yang mulai turun membasahi pipinya. "Ara ingin tidur disini malam ini, boleh?"

William pun mengangguk pasti. "Sure! Panggil daddy jika kau membutuhkan sesuatu."

Ayara menganggung singkat dan William pun mengacak gemas surai Auara sebelum meninggalkan gadis itu seorang diri.

Sepeninggalan William Ayara melangkahkan kakinya seraya mengedarkan pandangannya, menatap setiap jengkal di semua sudut ruangan itu. Di dekat pintu ada figura besar bak poster yang menampakan foto Albara dengan jaket baseball nya, tak jauh dari itu tertempel foto-foto berbagai ukuran dan kebanyakan dari semua foto itu adalah foto Ayara sendiri maupun bersama Albara.

Dᴀɴɢᴇʀᴏᴜs Aʏᴀʀᴀ (#SFS3) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang