DA | 36

161 41 156
                                    

Waktu menunjukan pukul satu dini hari tidak membuat gadis berbalut piyama coklat itu terlelap seperti penghuni mansion lainnya. Ya malam ini Ayara menginap di kediaman Stone. Ayara tidak bisa menolak ketika semua orang memintanya untuk tinggal disana.

Namun alasan mengapa gadis itu masih terjaga adalah karena percakapan singkatnya bersama Alaric beberapa jam yang lalu.

"Hai! Apa kabar?" Sapanya.

Ayara tersenyum tipis. "Baik. Kamu apa kabar Al?"

Wajah yang sedari tadi sendu kini kembali cerah saat mendapatkan balasan sapaannya dari Ayara. Alaric pun semakin mendekatinya kemudian memeluk Ayara erat membuat tubuh gadis itu menegang seketika.

Ayara tidak menolak maupun membalas pelukan itu, Ayara masih mematung di tempatnya. Sementara Alaric kini justru tengah menahan isakannya di bahu Ayara, gadis itu pun merasakan bahunya yang mulai basah karena Alaric.

Pria itu menangis.

"Maaf." Lirih Alaric.

Ayara menelan salivanya kasar bahkan kedua tangannya mengepal erat. Terlalu banyak kisah yang mereka lewati bersama tapi takdir tidak bisa membuat keduanya terus bersama selamanya. Ya Ayara sadar itu setelah meninggalkan kota kelahirannya 6 tahun yang lalu dan memutuskan membuka hatinya pada Albara. Ah ia jadi merindukan pria tampan itu sekarang.

Tidak ada respon dari Ayara membuat Alaric semakin mengencangkan pelukannya. "Maafin gue Ra! Maaf ..."

Dengan gerakan kaku Ayara pun mengangkat tangan kanannya dan menepuk pelan punggung Alaric. "Untuk apa? Kamu gak ada salah Al."

Akhirnya gadis itu mengeluarkan suaranya.

"Jangan pergi lagi Ra! Aku mohon .... jangan buat gue nunggu lo lebih lama lagi. Cukup 2 tahun gue nunggu lo disini Ra."

Ayara mengurai pelukannya dan menatap Alaric lekat. "Maaf. Tapi aku gak pernah minta kamu buat nunggu. Dan maaf membuatmu kecewa karena aku kembali untuk kedua saudaraku bukan untuk kamu atau siapapun itu."

Alaric menggeleng lemah dan menatap Ayara sendu. "Gue nungguin lo karena gue gak mau kehilangan lo lagi Ra!"

Ayara mengernyitkan keningnya. "Maksud kamu?"

Sadar keduanya menjadi pusat perhatian, Alaric pun menarik tangan Ayara ke luar menuju taman samping mansion.

Kini hanya ada Alaric dan Ayara di tempat sunyi itu. Alaric menatap Ayara intens. "Gue udah tau semuanya."

Ayara mengernyitkan keningnya. "Tentang?"

"Kita dan Bara."

Sontak tubuh Ayara menegang. "Sorry, aku gak mau bahas masa lalu."

Setelahnya Ayara memutuskan untuk meninggalkan pria itu sendiri namun dengan cepat Alaruc mencekalnya. "Lo menghindar? Gue mau lurusin semuanya Ra."

Ayara menyentak cekalan Alaric dan segera berlari meninggalkannya, mengabaikan seruan Alaric yang terus memanggilnya.

Ayara menghela nafas gusarnya dan menatap langit malam yang gelap tanpa bintang dan bulan. Sama seperti dirinya saat ini yang tengah terkurung di dalam gelapnya masa lalu.

"Belum tidur?"

Reflek Ayara menoleh dengan ekspresi terkejutnya, bahkan ia pun ikut menyerongkan tubuhnya. Tak jauh darinya berdiri saudara kembarnya dengan memasukan kedua tangannya ke saku celananya. Pria berekspresi datar itu berlapan mendekati Ayara.

Dᴀɴɢᴇʀᴏᴜs Aʏᴀʀᴀ (#SFS3) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang