Kehidupan memberikan kita banyak kisah pada setiap episodenya. Dan dari sekian banyaknya episode, pasti ada setidaknya satu kisah dimana kita akan bertemu dengan orang baru dan pastinya kehidupan baru pula.
Terkadang pula, kehidupan baru yang datang bersama dengan segelintir manusia di sekitarnya akan membuat semua kisah berubah drastis dari kisah-kisah sebelumnya. Entah itu kisah baik ataupun buruk.
Hal ini terjadi pada seorang gadis bernama Ivanna Clauryen. Secara tak sengaja ia telah menyelami kehidupan seseorang yang di temuinya di kisah ini sebagai orang baru. Orang baru yang ternyata akan benar-benar merubah kehidupannya. Tanpa ia sadari, ia telah menyelam begitu dalam dan semakin lama ia mulai tenggelam.
Ia butuh seseorang yang mengulurkan tangannya dan meraihnya agar tak tenggelam semakin dalam. Namun, akankah orang yang tak sengaja ia selami kehidupannya ini akan berbaik hati mengulurkan tangannya atau malah justru sebaliknya? Membiarkannya terus menyelam dan tenggelam dalam sebuah perasaan yang tak pasti? Sebuah perasaan yang perlahan muncul mengiringi setiap perjalanannya saat menyelam?
Serenity, sebuah kisah dimana kita harus saling berkomitmen dan saling memahami satu sama lain demi sebuah ketenangan. Kisah dimana kita akan tersadarkan akan satu hal bahwa, kehidupan itu bukan tentang memilih ataupun sebuah pilihan melainkan, hidup adalah sebuah takdir.
***
"Hossh hossh hosh!"
Gadis itu berlari dengan kencang. Sesekali ia melihat ke arah belakangnya. Sebuah mobil yang tadinya hanya teronggok bisu tak bergerak itu kini mulai bergerak. Mendekat kearahnya. Ia semakin mempercepat langkah kakinya, ia hanya perlu segera lari dari sini dan meminta bantuan namun, harapan itu segera musnah ketika,
"BRAKK!!"
"HAH!"
Kedua mata gadis itu tiba-tiba terbuka. Nafasnya terdengar menderu tak beraturan. Sejenak, ia lalu menghembuskan nafas panjang. Ternyata itu hanyalah sebuah mimpi. Sebuah mobil yang hendak menabraknya itu, benar-benar terasa nyata!
***
Kedua netra Ivanna menatap seisi ruangan. Ruangan yang asing dan baru untuknya. Ia tersenyum tipis kemudian melangkahkan kakinya memasuki ruangan.
"Kak Aksa!" panggil Ivanna pada seorang lelaki berumur dua puluh dua tahun yang baru saja memasuki ruangan mendahuluinya.
Lelaki yang Ivanna panggil 'Kak Aksa' itu kemudian menolehkan kepalanya kearah Ivanna dengan alis yang tertarik keatas.
"Gue keluar bentar, ke minimarket," ujarnya.
"Nggak istirahat apa...beresin barang dulu?"
Ivanna menggeleng. "Mau nitip apa?"
"Terserah lo." jawab Aksara. Meminta Ivanna membelikan apapun untuknya.
Ivanna menganggukkan kepalanya kemudian berlalu pergi. Meninggalkan tempat tinggal barunya. Sebuah apartemen elite di pusat kota.
Namanya Ivanna Clauryen. Gadis SMA yang duduk dibangku kelas XI. Alasan kenapa ia harus pindah dan tinggal di tempat baru adalah karena Aksara. Aksara Dipta Mahendra-kakak lelakinya yang ia panggil 'Kak Aksa' tadi- menentang ayah mereka untuk menikah lagi. Padahal ibu mereka baru meninggal satu bulan yang lalu dan sekarang memberi kabar bahwa ia akan menikah lagi. Sungguh tak waras menurutnya.
"Papa beneran nggak ngotak ya?! Mikir dong, Pa! Mama baru meninggal satu bulan lalu dan sekarang Papa mau nikah sama jalang ini?" Satu tamparan keras langsung didapati Aksara . "Kalau kamu memang tidak setuju dengan keputusan Papa, lebih baik kamu pergi dari sini! Papa juga nggak butuh orang nggak berguna seperti kamu!"
Dan masih terngiang dengan jelas di kepala Ivanna saat kakak dan ayahnya berdebat. Ia hanya bisa diam dan tak memberi pembelaan pada salah satu pihakpun. Tapi, begitu Aksara melangkahkan kakinya untuk pergi, "Aku ikut Kak Aksa!"
Dito Mahendra - ayah mereka telah melarang dengan keras. Namun Ivanna juga berkeras kepala agar tetap ikut dengan Aksara.
Ivanna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Gadis itu melangkahkan kakinya keluar dari Minimarket dengan sebuah kantong plastik ditangan kirinya. Tak mau berlama lama, ia memilih segera pulang ke Apartemen. Toh, ini sudah larut malam.
Langkah kakinya terhenti saat dua orang lelaki bertubuh tinggi nan kekar berdiri dihadapannya. Lebih tepatnya menghalangi jalan. Keduanya mengenakan kaos tanpa lengan hingga menampakkan tato kalajengking di lengannya dan tato naga di lelaki sebelahnya. Sama, di lengan h
.Biasalah, preman jalanan. Hal ini sungguh memuakkan bagi Ivanna. Gadis itu memutar tubuhnya untuk mencari jalan lain namun tiba-tiba preman itu menarik tangannya. Tak kehabisan akal, Ivanna melemparkan kantong plastik belanjaanya kesembarang arah hingga berhamburan diatas tanah. Ia menendang kaki preman dengan tato naga dilengannya hingga preman itu mundur satu langkah.
"HEII!! Nggak usah ngla-"
"BUGH!"
Belum selesai preman bertato naga itu menyelesaikan kalimatnya, sebuah tendangan keras telah lebih dulu mengenai perutnya dengan telak hingga membuatnya terjatuh ke tanah. Preman itu hendak membalasnya namun, begitu melihat siapa yang menendangnya ia memilih untuk diam. Begitu juga dengan temannya.
"Gue udah pernah bilang, kan? Kalau mau jadi preman nggak usah di daerah sini!" ujarnya dingin penuh penekanan dengan tatapan matanya yang tajam.
Preman itu meringis pelan, bangkit dari duduknya dengan bantuan kawannya kemudian keduanya berlalu pergi meninggalkan tempat.
Cowok itu mengambil barang barang milik Ivanna yang berserakan di atas tanah kemudian memberikannya pada si pemilik.
Ivanna tersenyum tipis kemudian menerima kantong belanjaan miliknya yang disodorkan oleh cowok tersebut.
"Thank's, ya!" ujarnya yang dijawab anggukan pelan oleh cowok tersebut.
"Hati-hati jalan sendirian kalau malem." Cowok itu berlalu pergi setelah mengucapkan kalimat tersebut.
Ivanna menarik kedua ujung bibirnya dengan senang. Ganteng banget tu cowok! Batinnya, bangga sekali rasanya ditolong cowok tampan.
"Anjay! gue baper, kek di novel-novel aja!"
***
Thanks for your time to read my story.
Maap ya kalau ada typo!!
![](https://img.wattpad.com/cover/308724649-288-k514679.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENITY (END)
Teen FictionAdakah yang lebih indah dari itu? Saat seseorang tak sengaja menyelami kehidupan orang lain. Haruskah tetap terus menyelam tanpa peduli bahwa dirinya akan tenggelam? Atau memilih untuk berhenti menyelam demi sebuah ketenangan? Benar, semua orang pas...