13

36.5K 3.3K 238
                                    

TIGA BELAS : SEBUAH RAHASIA




"Prinsip kondangan itu, Ger, tamu yang hadir dilarang lebih cantik dari pengantinnya. Kita harus menghargai perempuan yang hari itu pasti ingin jadi pusat perhatian di acaranya sendiri, dengan cara berdandan sesederhana mungkin." Medhya masih menceramahi Gerda panjang lebar.

Sementara yang di beri masukan justru sibuk mengobrak-abrik kotak perhiasan. Masih belum merasa puas dengan hasil pencariannya sekarang. "Gue nggak peduli prinsip-prinsip tai kucing. Pokoknya, gue harus lebih cakep dari isterinya si Ganendra buntut kuda itu, biar dia menyesal meninggalkan gue demi tuh perempuan."

"Kalian yang dulu cinlok di lokasi syuting sinetron drakula itu, ya?" tanya Medhya mengingat-ingat.

"Vampir, kali! Drakula-drakula, seenak rahang lo aja!" Gerda menyambar tidak terima.

"Sama aja." Medhya mengendik. "Jangan menor, astaga! Kamu tuh mau kondangan apa nyari saweran, sih?!"

Anya yang sejak tadi diam menonton televisi kini ikut bersuara. "Biarin aja. Ngasih tahu manusia yang lagi di butakan dengan iri dengki macam Gerda tuh nggak akan ada manfaatnya," ujarnya seraya memanjangkan tangan, meraih remote tivi di meja dan memindahkan channel berulang-ulang.

Gerda menarik kalung mutiara dan anting-anting berbentuk bulat besar. Sebelum ia buka suara, Medhya sudah lebih dulu berteriak galak.

"Awas aja kalau kamu berani pakai benda itu!" Insting modis Medhya selalu muncul di saat-saat seperti sekarang. Gadis itu melompat dari sofa ke bawah, merebut benda tersebut dari tangan Gerda lantas mendelik. "Ini nggak nyambung!"

"Biarin! Yang penting gue kelihatan mewah!"

"Kamu bukannya kelihatan mewah, justru kayak peserta karnival tujuh belasan kalau begini!" Medhya geleng-geleng dengan ngeri, menatap penampilan Gerda sekali lagi dengan tampang tidak suka. "Si April kerjaannya ngapain, sih? Sebagai manager, dia nggak pernah gitu, ngasih tahu kamu kalau apa yang kamu pakai selama ini tuh nggak nyambung banget?"

"Jangan sok paham fashion, deh!"

"Dia fashion stylist, Ger," sahut Anya ogah-ogahan. "Jangan mentang-mentang goblok gratis, jadi lo borong semua."

"Oh iya," Gerda lupa fakta itu.  "Terus kenapa lo nggak dari tadi aja dandanin gue!"

Medhya berdecak. Ia berdiri sambil berkacak pinggang. "Pertama, copot semua yang ada di badanmu."

"Lo mau gue telanjang ke kawinan mantan?"

Anya berdengus pelan sambil senyum tipis. "Kumat," ia masih memfokuskan perhatian pada berita banjir di televisi sambil menyumbang komentar sesekali.

"Acara kawinannya di hotel?"

Gerda menggeleng. "Di pantai Wedi Ombo," ujarnya. "Mereka mau sok mengadakan acara private yang mengusung tema beach party gitu katanya." Ia mendengus dengki lantas melanjutkan. "Gue harap mereka keseret ombak terus jadi abdi dalemnya Kanjeng ratu Roro kidul aja sekalian. Huh."

"Mulutnya jangan sambil nyumbang doa jelek. Nanti berbalik ke diri kamu sendiri." Medhya mengingatkan. Ia menunduk guna mencari pakaian lain dari koper Gerda.
"Acaranya sore, kan?"

Gerda mengangguk.

Perhatiannya jatuh pada durago Bruma- Jacquard hand Embroidered One-Piece Swimsuit dari Agua Bendita, yang kini ia tarik perlahan. Setelah mendapatkan atasan yang sesuai, lantas ia bangkit dan pergi ke kamar selama beberapa saat.

Tak lama kemudian, Medhya kembali dengan Printed Silk Midi Skirt dari Emilio Pucci, salah satu koleksinya yang ia beli beberapa bulan lalu dari bonus lembur tahunan. Ia menyodorkan pakaian tersebut pada Gerda.N"Ganti bajumu."

STROBERI DAN KOPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang