49

33K 2.9K 83
                                    

EMPAT PULUH SEMBILAN : BELUM BERHASIL




Saat Anthariksa memasuki ruangan, ia melihat Ginan tengah berbincang serius dengan Zoya. Keduanya menoleh lalu menatap kedatangan Anthariksa dengan sebelah alis naik.

"Tangan lo nggak bisa dipakai buat ketuk pintu dulu sebelum masuk? Mau gue potong aja daripada nggak berguna?" Ginan menyambut dengan kalimat sarkas bukan main.

Antha mendengus pelan lalu mendekat. Melirik Zoya sejenak kemudian berdekhem pelan.

Sadar bahwa dirinya tidak diinginkan disana, Zoya pun bangkit dari kursi dengan senyum paham. Ia melirik Anthariksa dan Ginan bergantian sebelum pamit pergi.

"Nanti aku berikan dokumennya ke Mas Ginan kalau sudah selesai, sekarang aku balik dulu ke ruanganku."

Ginan mengangguk tanpa kata. Sampai Zoya keluar dari ruangannya, barulah ia berdecak pada sepupunya yang kini duduk dengan santai.

"Kalian ngapain berduaan?" Di saat-saat seperti ini, tatapan curiga Antha bisa lebih sadis dari istri-istri korban selingkuhan di televisi. "Besok-besok, gue bakal pasang tulisan di depan pintu ruangan yang berbunyi, 'Ginan brengsek sudah beristri' biar nggak ada lagi perempuan yang caper-caper kesini." Dengusnya.

"Lo ngomong apa khotbah?"

"Oh, kalau perlu, gue pajang foto Medhya di jidat lo biar siapapun yang mau gatel jadi berpikir dua kali karena insecure melihat betapa menawan saingannya." Antha masih menyipit. Tampaknya, dendam kesumat yang pernah ada ketika ia mendapati Ginan bermesraan dengan Zoya beberapa bulan lalu masih menempel di kepala. Sama seperti Devintari, Antha merasa terancam tiap kali melihat Zoya dekat-dekat dengan Ginan. "Dia ngapain sih, kesini? Heran gue, ada banyak banget laki-laki baik diluar sana, yang jelas-jelas suami orang masiiihh aja disamperin."

Ginan mendengus pelan. "Kerjasama Halim grup dan Zalco kelar Minggu ini. Dia ngasih rekap dari semua data-data penting dan kami mengevaluasi hasil kinerja secara keseluruhan."

"Evaluasi kan harusnya bawa tim lengkap, ngapain berduaan?"

"Lo bisa diem, nggak? Gue hajar juga lama-lama." Ancam Ginan dengan kesal. "Devintari mana?"

"Di Bali, kan lo sendiri yang nyuruh dia jangan jauh-jauh dari Leon." Tukasnya. "Ini juga yang mau gue bicarakan. Gue udah lama curiga sama tuh anak curut. Kayaknya dia berusaha menggoda Leon, deh. Jadi gue mohon, tolong pisahkan mereka sesegera mungkin sebelum Devintari merusak masa depan Leon yang cemerlang."

Ginan mengurut pelipisnya dengan stres. "Lo ngomong begitu sekali lagi, Dirgatama, gue janji setelahnya rahang lo pindah ke jidat."

Antha mendelik, memegangi kepalanya sendiri dengan horor.

"Jangan ganggu mereka. Selama Devintari bersama Leon, dia kelihatan anteng dan gue merasa aman menitipkan dia ke Leon. Jadi, biarkan mereka bekerja dengan tenang."

"Iya kalau mereka cuma kerja. Lah kalau si Leon di perkosa Devin, gimana?!"

"Rahang lo beneran minta pindah, ya?"

Anthariksa langsung ngakak melihat tampang Ginan yang serius. "Jangan ngamuk dulu. Nih, gue kasih laporan keuangan Zalco." Ia menyodorkan flashdisk pada Ginan. "Nanti hardfile-nya nyusul. Belum gue jadiin."

"Lelet," kecam Ginan dengan ketus. "Lo ikut gue ke New York minggu depan."

Antha langsung berbinar-binar. "Boleh?!"

"Terpaksa karena Leon lagi sibuk. Selama gue pergi, Leon bakal standby disini. Gantian." Ginan segera menghilangkan bintang-bintang di mata Anthariksa dengan kenyataan yang sesungguhnya. "Gue nggak akan ajak kaleng rombeng macam lo seandainya nggak betul-betul butuh,"

STROBERI DAN KOPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang