EMPAT BELAS : Lika-liku percintaan artis ibukota
"Mampuuuuuuusssssss!!"
"Waeee? Wae geurae?" Dilla terlonjak kaget saat Dara tiba-tiba berseru panik. "Ono opo?!"
"Model kita hari ini nggak bisa datang!"
Medhya yang baru sampai langsung membeliak. "Hah?! Kenapa?!" Ia meletakkan tasnya di meja, kemudian menghampiri sumber kericuhan pagi ini. "Kenapa tiba-tiba nggak bisa datang?"
"Opungnya meninggal. Dia baru aja naik pesawat, pulang kampung. Ini juga gue dikabarin sama managernya. Aduh, mati gue, gimana ini?" tanyanya. "Mana pemotretan tinggal dua jam lagi! Mau nyari ganti dimana kalau begini?" Dara mondar-mandir sambil menggigiti kuku.
"Dil, telepon Mbak Karen. Suruh cepetan datang." ujar Medhya kemudian mengambil note kecil di mejanya. Membagi-bagikan beberapa lembar note itu pada Dilla dan Darra. Ia mengernyit sejenak. "Naira mana?"
"Saya, Mbak! Barusan nyari sarapan. Kenapa, ya?" Naira yang baru masuk dengan sekresek penuh bubur dan gorengan itupun bergabung.
"Nih, kita bagi rata. Itu nomer telepon para model. Kita hubungi mereka satu persatu. Coba tanya, ada yang kosong nggak hari ini? Kalau ada, kita minta tolong mereka buat ngisi slot pemotretan. Minta untuk ready di sini sejam lagi."
Mereka bergegas lari ke kubikel masing-masing.
Beberapa waktu berlalu, Karen datang. Pemotretan tinggal sejam lagi sedangkan mereka belum menemukan pengganti untuk model hari ini. Hal itupun membuat tim fashion ketar-ketir bukan main.
Di saat seperti itu, ponsel Medhya berdering. Menampilkan nama seorang yang lantas membuat kepala Medhya berdenting cemerlang.
"Mbak Karen!"
Karen yang sedang berkacak pinggang sambil mondar-mandir itu pun menoleh.
"Kalau model hari ini di ganti sama artis aja, kira-kira gimana?"
Semua orang menyerngit bingung.
"Mikir yang bener, Yaya. Kalau para model aja pada nggak bisa disuruh dadakan, apalagi artis yang jam terbangnya pasti udah jauh lebih tinggi?"
Medhya menggeleng. "Nggak. Aku punya satu orang artis yang saat ini lagi nganggur. Kerjaannya cuma leyeh-leyeh sambil makan dan tidur," ujarnya yakin. "Nggak apa-apa kan, kalau ganti artis aja?"
Karen berkedip cepat lalu mengangguk. "Terserah elo, ah. Pusing kepala gue,"
"Sip." Medhya lantas mengambil ponselnya di meja, menghubungi nomer seseorang yang langsung menyahut di dering pertama.
"Yay, remot tipinya kebanting terus pecah. Gue nggak bisa ganti-ganti channel lagi, nih. Lo nggak punya remot cadangan, ya?" Gerda langsung mengadu. "Bosen banget gue ngelihat acara julid pagi-pagi begini,"
"Ger," panggil Medhya sungguh-sungguh. "Dengerin aku baik-baik. Ini menyangkut masa depan kita bersama."
"Hah?"
"Kamu ambil handuk dan mandi sekarang juga. Lima belas menit lagi, aku akan pesankan taksi online buat kamu. Nggak usah banyak nanya. Satu, dua, tiga! Cepetan gerak!"
Bagai Ojan yang sedang kena hipnotis ala 'tatap mata saya', Gerda langsung sigap berlari. Mengambil handuk, dan segera gebyar-gebyur meskipun dia sendiri nggak paham, untuk apa melakukan ini semua.
****
Zoya masuk ke ruangan itu ketika Ginan dan Anthariksa sedang ngobrol.
"Mas Ginan," Brushed Leather pumps heels dari Prada mengetuk lantai dengan ringan. Si pemilik, tengah memasang senyum paling cantik yang ia punya ketika berjalan mendekat. "Lunch bareng?"
KAMU SEDANG MEMBACA
STROBERI DAN KOPI
Romance[Season kedua dari : Do you remember your first cup of coffee] Bahwasanya setelah patah dan hancur lebur bersama kehilangan bertubi-tubi yang ia rasakan di masa lalu, sebuah luka amat besar masih menghuni hatinya. Medhya sadar bahwa hatinya tak siap...