49 : Gejala Friendzone

122 8 0
                                    

Jangan lupa jejak

Riuhnya kantin sekolah tidak mungkin bisa di tandingi dengan tempat manapun. Kantin adalah tempat menyenangkan untuk sejuta umat. Tempat yang pas untuk menghabiskan uang di sekolah dan mengisi perut dengan kenyang. Nata yang istilahnya lebih dulu dari pada anak-anak IPA lantas bersama kedua temannya mereka menunggu Sena dan Mita di gedung dekat lapangan di lantai dua. Niatnya mereka akan mengajak kedua gadis itu untuk ke kantin bersama.

"Jadian napa, friendzone terus" sindir Gimbal

"Jadian napa, jomblo terus" sinis Nata lalu terkekeh ringan, "Oh ia kan hilal jodohnya belum muncul" lanjutnya lagi.

"Sialan si lo anaknya om Adiguna. Untung banyak duit lo kalo engga mana mau gue temen sama lo"

"Cih matre"

"Cih playboy"

Pintu anak-anak itu terbuka satu persatu dari mereka keluar karna istirahat sudah masuk jamnya. Sena dan Mita dengan senyum tipis datang dan menghampiri ketiga laki-laki tersebut.

"Ribut mulu perasaan"

"Cowo lo tuh Sen, bikin gedeg"

"Lah elu yang mulai gorila"

Sena memutar bola matanya malas lalu merangkul pergelangan Mita, "Gas lah kantin, gue laper"

Mereka mengangguk serempak dan pergi bersama-bersama menuju kantin. Jalanan luas seakan sengaja di persembahkan untuk mereka, Mita dan Sena berada di depan dengan laki-laki ketiganya berada di belakang seakan-akan melindungi akan suatu hal. Nyatanya  sesimple apapun yang mereka lakukan selalu menjadi pusat perhatian dan bisikan orang-orang. Kelima orang yang saling bersahabat dengan sama-sama penyuka musik ini selalu menjadi pilihan setiap orang. Mereka adalah daya tarik yang tidak mungkin ada duanya.

Sampai di kantin, meja pojok menjadi pilihan mereka. Karna jauh dari keramaian, dan bisingnya orang-orang. Nata berdiri setelah memboxing tempat lalu memesan makanannya di bantu oleh Gimbal. Tak lama mie gacoan, bakso, batagor, dan makanan lainnya sudah tersedia di atas meja. Sena mengambil oranye jus miliknya dan meminumnya sedikit lantas memakan batagor miliknya.

"Jangan di tambahin sambel lagi, lambung lo tuh kasian!" Peringat Nata dan mengambil botol sambal yang baru saja hendak Sena gunakan.

"Ishh, nyebelin lo" Sena menggerutu kesal meski begitu ia tetap memakan batagornya, "Nyebelin gini bikin sayang juga kali, ini juga demi kebaikan lo anjir. Makanya jangan keseringan makam pedes"

Sena menghela nafas dan memakan makanannya tanpa protes sedikitpun. Melihat Nata yang anteng makan tanpa bermain ponsel atau menggoda siswa yang lewat membuat Sena terheran. "Tumben lo nggak bikin rusuh. Stok cewe lo kemana?"

"Dia putusin semua kemarin, mau tobat katanya" sahut Gimbal, Sena melotot kaget lantas menoleh pada Gimbal dan Nata bergantian, ia merasa tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Nata dengan julukan playboy sejati adalah dua hal yang tidak mungkin bisa dipisahkan.

"Sumpah?!" Gimbal mengangguk mengiyakan.

"Kaget kan lo? Apalagi gue yang waktu itu nemenin ni anak cuma buat mutusin semua cewek-ceweknya. Ralat selingkuhnya" imbuh Galih

"Gokil, tiap kelas pasti ada aja cewenya. Pake peletnya kuat banget gila. Mana selingkuhannya cakep-cakep semua, kaya kenapa mau gitu loh sama speak cowo bangsat kaya dia?!" Tunjuk Gimbal pada Nata dengan terheran-heran.

Hari kemarin Nata mengajak kedua temannya untuk bermain-main ke setiap kelas, dan maksud bermain itu adalah memutuskan setiap kekasihnya dari kelas dua belas sampai pada semua junior. Dengan tampang tidak tahu malu, Nata mengetuk pintu setiap kelas dan memanggil setiap gadis miliknya, mereka berbicara santai sebentar di depan pintu lalu dengan cepat Nata mengucapakan maksudnya yakni memutuskan mereka.

Nata Sena (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang