06 : kemarahan bunda nata

268 17 0
                                    

Pagi ini cukup cerah, burung berkicau di area rumah nata dan beberapa anak kucing kecil di dekat teras rumah asik bermain, itu anak kucing milik bundanya nata. Selepas menerima pesan singkat dari gadis tujuh belas tahun yang sudah ia anggap anak bungsunya sekarang bunda tengah asik bebares rumah sambil menunggu si anak tunggal pewaris Adiguna, siapa lagi jika bukan nata.

Anak itu selalu saja ada kejutannya. Padahal bunda sudah sangat senang menerima kabar nata adem ayem dan tidak bermain aneh-aneh, meski melihat dia sering bermain perempuan cukup membuat bunda menghela nafas setiap harinya. Karna jujur saja bunda merasa lelah dengan nata yang setiap minggunya mengenalkan anak gadis yang selalu berbeda dengan iming-iming, "bunda ini pacar nata yang paling cantik dan satu-satunya"

Heh! Mana ada satu-satunya tapi selalu ganti tiap minggunya?

Suara gerbang terdengar dibukakan oleh pak satpam yang buru-buru setelah mengambil kunci rumah dari depan garasi, lantas setelah itu deruman motor ninja yang terparkir di dalam garasi terdengar nyaring. Bunda tau itu pasti nata, memangnya siapa lagi, suaminya? Jangan berharap! Lelaki tua itu akan pulang setahun dua kali saja setelah tugasnya selesai.

Bunda duduk di kursi hitam yang langsung menghadap ke pintu utama, tak lama Pintu terbuka memperlihatkan anak semata wayangnya yang baru pulang.

Malam tadi nata memang tidak pulang kerumah tapi langsung menginap dirumah galih, untung saja galih mengabarinya jika tidak mungkin bunda akan semakin marah dengan nata yang tidak ada kabar dari malam hari setelah ia telpon terus menerus.

Nata berdiri canggung di depan bundanya, dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu duduk di samping bunda.

"Bunda marah sama nata?"

"Menurutmu?. Orang tua mana yang nggak marah liat anaknya balapan liar? Orang tua mana yang nggak marah waktu nelpon anaknya tapi malah ditolak?" Bunda menatap tajam Nata lalu melihat penampilan anaknya dari atas sampai bawah yang terkesan rapih, "Abis jalan sama pacarmu lagi nata? Pacar yang mana?"

"Eh? Anu Bun..." Nata kehilangan kata-kata di depan bunda, semua alasan yang ia siapkan tiba-tiba hilang begitu saja di kepalanya dan lagi bagaimana bunda bisa tahu kalo nata habis pacaran dulu sebelum pulang kerumah?.

"Semua motor kamu bunda sita, black card bunda bekukan selama satu bulan. Silahkan cari uang sendiri untuk masa hukuman kamu..." Bunda berdiri sambil merapikannya dasternya dan sanggulannya lantas menaiki tangga satu persatu untuk kembali ke kamarnya dan meninggalkan nata di lantai bawah.

"Bun kok gitu sih? Kalo motor gak ada nata sekolah gimana Bun?. Atau paling engga jangan bekuin kartu nata Bun, nanti nata kalo mau jajanin pacar nata gimana? Please Bun hukumannya jangan yang aneh-aneh..." Nata berbicara sambil menyusul bunda, nata memegang pergelangan bunda dan menghentikan bunda yang hendak menutup pintu.

"Bun please"

Bunda tersenyum manis di depan mata, tapi sayang. Bukan senyuman itu yang nata harapkan.

"Sekarang belajar cari uang sendiri. Kalo kamu mau seenaknya apa-apa gak izin sama bunda dan gak patuh sama aturan yang bunda bikin jangan harap bisa nikmatin fasilitas bunda..."

"Bun please gak papa deh uang yang dari bunda di bekuin ga papa beneran lagian nata kerja part time ini di cafee, tapi please motor-motor nata jangan di sita ya.... Ya...., Itu aset nata Bun" sekali lagi nata memohon pada bunda.

"Satu bulan tanpa motor-motor kamu, kalau kamu pake diam-diam motor kamu. Jangan harap besoknya lagi kamu ketemu sama motor kamu, bunda bakal gadaiin semuanya...."

Brak!

Bunda nata menutup pintu kamar dengan kencang dan membuat nata menutup mata kesal, "Astagfirullah bundaa" nata mengusap wajahnya kasar lalu bernafas panjang. Dia berbalik arah dan menuju kamarnya untuk tertidur dan menenangkan diri sebentar.

Awas lo Senaaa!

Sumpah serapah ia ucapkan dalam hati pada sahabat perempuannya yang Cepu, dasar Sena menyebalkan!.

•••

Setelah menginap di rumah Mita,  tadi Sena memutuskan untuk pulang kerumah. Dan agendanya pagi ini tepat pukul setengah tujuh dia akan melakukan lari pagi di sekitaran komplek depan dekat dengan perumahannya.

Dengan pakaian casual dan santai Sena percaya diri untuk berlari beberapa putaran, ia menggenakan tang top hitam yang dilapisi jaket parasut dan celana jumsuit berwarna coklat senada dengan jaket yang dikenakannya.

"Hai Sen.." seorang laki-laki bertubuh tinggi menghampirinya dan ikut lari dengannya, dia Gerald si ketua osis baru sekolah.

"Hai rald, lari juga?" Gerald menaggguk, "Kok bisa lari disini bukannya komplek rumah lo Deket sama Mita kan?"

"Janjian main basket sama anak-anak sini bentar lagi jadi sekalian joging dulu, lo sendiri kenapa lari disini?"

"Gue masih masuk daerah sini, oh ya main basket ya? Boleh gue ikut ga ?"

Gerald berhenti berlari lalu mengatakan sena yang sama ikut berhenti, setitik Mata penuh memuja terlihat di Pancaran bola mata Gerald. Laki-lakinya itu mengangguk lalu melihat jam di pergelangan tangan, "Dua putranya lagi kayanya cukup sen, udah itu lo ikut gue ke lapangan basket komplek ini"

Sena tersenyum senang lalu mengangguk, dia mengenggam tangan Gerald lalu menariknya untuk kembali berlari, "Yaudah ayo biar cepet...!, Eh nanti lo ajarin gue beberapa skill basket ya gue pengen banget belajar basket" Gerald dia tampak linglung saat tangannya ditarik oleh Sena, tapi beberapa saat kemudian dia kemagguk dan tersenyumlah, "siap sen!"

•••

"Lututnya agak di tekuk terus badannya agak condong tapi tatapannya ke depan coba sen"

"Nah bener kaya gitu, terus tangannya agak di lemesin sambil driblle bola kaya gini..."

Gerald mengajarkan Sena mendribble bola basket sambil menunggu teman-teman laki-laki itu yang katanya akan datang lima belas menit lagi. Sena cukup cekatan meski baru beberapa kali diajarkan. Dan itu membuat Gerald jatuh hati, mungkin?.

"Pantulan bolanya terlalu bawah jadinya badan lo terlalu condong kebawah. Sini gue pinjem dulu bolanya" Sena menaggguk lalu berduri tegak dan menyerahkannya bola biru itu pada Gerald.

Gerald mengambil dengan senang hati lalu mulai mempraktekkan cara dribbling yang benar, Sena tampak takjub dengan kelincahan Gerald. Ia bertepuk tangan untuk mengapresiasi teman laki-lakinya.

"Gila kok lo keren banget" decak kagum terucap dari bibir Sena hal itu jelas membuat Gerald salah tingkah. Tak lama teman-teman lelaki itu datang satu persatu dan mulai menyala Sena dan Gerald. Namun Mata Sena memicunya tajam saat ada Nata salah satunya.

"Heh lo ngapain disini?" Sena bertanya sambil berdecak pinggang di hadapan nata. Sedangkan nata, lelaki itu memutar bola matanya malas lantas menoyor kening perempuan di hadapannya.

"Harusnya gue yang nanya na. Lo ngapain ada di sini? Emang lo bisa main basket?"

"Sembarangan! Gini-gini gak bisa juga gue mau belajar, tanyain aja sama Gerald. Iya kan rald?" Sena menatap pada Gerald meminta pembelaannya dari lelaki itu.

"Ah pacaran kali lo berdua?! Wah anjir bagus nih kalo lo rald pacaran sama sahabat gue yang satu ini sukur-sukur bisa bikin dia bucin. Biar dia ga gangguin gue pacaran lagi"

"Eh mana ada, elo kali yang sering gangguin gue!"

Gerald maju ke depan memisahkan keduanya, "udah-udah. Yu Nat langsungnya main mumpung anak-anak udah pada dateng semua" nata mengangguk dan mengacungkan jempolnya dan bergabung dengan yang lain yang tengah menggenakan sepatu basketnya masing-masing.

"Sen duduk di sebelah sana ya biar ga kena bola takutnya ada yang gak sengaja main kasar" Sena menaggguk mengerti, dia duduk di tempat yang ditunjukan oleh Gerald tadi.

•••

Jangan lupa bahagia!

Jangan lupa vote dan komennya!. Terimakasih.

Nata Sena (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang