IBLIS yang aku maksudkan bukanlah iblis yang ada dalam cerita rakyat. Yang sering digunakan masyarakat untuk menakut-nakuti anak mereka agar tidak keluyuran saat malam. Atau yang sering dikambinghitamkan atas kejadian kerasukan. Iblis ini seperti makhluk. Dan memang makhluk. Dulunya mereka manusia atau hewan mamalia, yang terinfeksi oleh iblis lain. Mamalia besar mulai terjangkit sekitar seratus tahun yang lalu, karena belum ada kasus hewan yang terinfeksi berasal dari jenis hewan sebelumnya. Untung saja tidak semua jenis hewan terinfeksi.
Kami sampai di Gerbang Tenggara tepat waktu. Mereka tidak berhasil mengejar kami. Dan gerbang belum menutup seperti semestinya.
Kadang para Penjaga Cincin memang agak sedikit lalai dalam menjalankan tugas. Seperti hari ini, seharusnya mereka sudah siap berjaga satu jam sebelum matahari terbenam, agar gerbang ditutup tepat pada waktunya. Tapi saat kami melewatinya tadi, belum ada tanda-tanda dari Penjaga Cincin, dan sekarang pun belum ada tanda-tanda jika mereka akan datang. Mungkin mereka menganggap Cincin Luar Kota tidak harus dijaga, karena di dalam cincin tidak ada pemukiman warga, hanya terdapat pabrik, peternakan, dan perkebunan saja. Tapi pihak kerajaan Wesfiw sudah memberikan mandat, bahwa seluruh gerbang harus dijaga minimal oleh empat orang, dan harus selalu ada Penjaga Cincin yang berkeliling untuk patroli setiap satu jam di atap. Begitulah sifat dasar manusia yang kadang, suka melalaikan tugas, tidak bisa benar-benar dihilangkan.
Setelah motor memasuki gerbang, Nathan memarkir motor dan langsung turun untuk menekan tombol, agar gerbang yang terbuat dari baja setebal dua meter itu tertutup. Dia berbalik ke arahku sebelum menaiki tangga menuju atap cincin. "Cari tahu, apa Gerbang Timur, Selatan, dan Barat Daya sudah tertutup, atau Penjaga Cincin sudah datang."
Aku memejamkan mata. Menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya. Jarak dari satu gerbang ke gerbang lainnya cukup jauh. Aku butuh tenaga dan fokus ekstra. Kulihat Gerbang Timur sudah tertutup, ada empat penjaga yang sudah sampai dan siaga dengan senapan laras panjang mereka, yang bisa menghancurkan setengah tubuh dari Iblis Malam. Di Gerbang Selatan juga sudah tertutup, ada enam Penjaga Cincin yang sudah bersiaga. Tapi di Gerbang Barat Daya belum ada siapa-siapa.
Aku mencoba memperluas jarak penglihatanku, agar bisa melihat apakah ada tanda-tanda dari Penjaga Cincin yang akan datang ke Gerbang Barat Daya atau tidak dalam waktu dekat. Dan aku menemukan dua orang sedang berjalan santai, berjarak dua ratus meter dari gerbang.
Setelah kembali membuka mata, aku segera naik menuju bagian atap cincin, tepat di mana Nathan sudah siap menggunakan senapan laras panjang yang biasanya digunakan para Penjaga Cincin. Dia mengambilnya dari peti persediaan yang ada di tempat itu. "Hanya tinggal Gerbang Barat Daya yang belum tertutup, penjaganya masih dalam perjalanan." Napasku tersengal dan ada sedikit keringat di leher.
"Cepat hubungi pos di sana, agar mereka bisa mendengar bunyi telepon dan cepat-cepat mendekat," katanya, sambil fokus mengarahkan senapannya ke arah bawah.
Cincin Luar Kota memiliki tinggi dua puluh meter dari permukaan tanah. Iblis Malam tidak akan bisa lewat, tapi jika mereka menumpuk tubuh mereka, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi. Itu sebabnya harus selalu ada Penjaga Cincin yang berjaga, berpatroli, dan memantau dari kamera pengawas.
Aku segera mendekati telepon kabel terdekat dan menekan tombol Gerbang Barat Daya.
Dering pertama....
Tidak ada yang mengangkat.
Dering kedua....
Masih tidak ada yang mengangkat. Aku menggigit bibir bagian bawah. Berdasarkan penglihatanku, memang tidak ada Iblis Malam yang mendekati gerbang tersebut, tapi aku tidak bisa menjamin. Bisa saja penglihatanku salah. Kami harus tetap bersiap-siap. Jika satu iblis saja bisa masuk di awal malam... belasan juta penduduk Kota Quatur menjadi taruhannya.
Dering ketiga....
Nathan menembakkan senapannya dua kali, tanda jika para Iblis Malam itu sudah sampai. Aku memang merasakan beberapa dari Iblis Malam itu bergerak lebih cepat dari yang lainnya.
Dering keempat....
"Gerbang Barat Daya siaga, ganti." Betapa bersyukurnya aku ketika mendengar suara tenor dari Penjaga Cincin itu.
"Kami mendeteksi keberadaan Iblis Malam mendekati Gerbang Tenggara, mohon untuk segera menutup Gerbang Barat Daya," kataku.
"Dimengerti."
Nathan berbalik ke arahku, dan aku membuat tanda oke dengan tangan. Ia mengangguk dan kembali memfokuskan perhatiannya ke arah bawah. Sedangkan aku bersandar saja di dinding, mengatur napas dan mencoba mengembalikan energi. Mempertajam penglihatan dengan cakupan wilayah cukup luas membutuhkan energi ekstra.
Aku merasakan mereka sudah semakin mendekat. Tak butuh waktu lama, mereka datang bertahap. "Arah jam sepuluh," kataku.
Nathan kembali menembak dua kali. Tak lama kemudian lagi, aku kembali berkata, "Arah jam satu."
Nathan menembak tiga kali.
"Arah jam sebelas."
Nathan menembak lima kali.
"Arah jam dua, jam sepuluh, jam satu, dan jam sebelas," kataku, itu sudah mereka semua, datang dengan kecepatan mereka masing-masing secara berurutan.
Nathan bersiap. Senapannya mengunci bidikan pertama. Dan suara tembakan terdengar, disusul oleh suara tembakan yang lainnya. "Sudah tiga puluh," katanya. "Apa ada lagi."
Kupejamkan mata sejenak untuk merasakan. Lalu aku menggelengkan kepala. "Aku tidak melihat mereka sampai jarak lima belas kilometer."
Nathan kembali melihat ke bawah. Dia melemparkan bom api yang akan langsung meledak ketika menghantam tanah, dan akan membakar apapun dalam radius tiga puluh meter. Memastikan bahwa Iblis Malam yang mengejar kami benar-benar mati dan tidak akan beregenerasi.
Dua Penjaga Cincin datang terburu-buru menghampiri dengan wajah panik. "Apa yang terjadi?"
"Apa ada Iblis Malam?" tanya Penjaga Cincin yang satunya.
Nathan berbalik ke arah mereka sambil menyimpan senapan laras panjang, yang tadi dia gunakan, ke atas peti penyimpanan dengan agak kasar. Matanya memerah, tanda jika dia sedang sangat marah-aku harap dia tidak mematahkan leher dua penjaga itu. "Kalian tanyanyakan saja kepada gerbang yang harusnya kalian jaga!" Dengan suaranya yang serak dan menyeramkan. Bahkan dua penjaga itu, yang notabenenya adalah seorang pria dewasa, tersentak kaget.
Lalu dia berjalan melewati dua Penjaga Cincin itu, membantuku berdiri dan berjalan menuruni tangga. Sesampainya di bawah, dia langsung melepaskan jaketnya. "Udara sudah semakin dingin." Sambil menyelimutiku. "Bibirmu pucat."
Aku tidak banyak protes dan memasukkan kedua tanganku pada dua lubang tangan jaket, yang tidak akan pernah berhasil menemukan lubang ujungnya. Tentu saja. Tubuh Nathan berkali-kali lipat lebih besar dariku. Dan lagi, suhu udara ternyata sudah semakin turun. Aku baru menyadarinya. Sejak tadi fokusku teralihkan oleh Iblis Malam, sampai aku lupa akan diriku sendiri dan keadaan sekitar.
"Kita harus segera pulang. Pak Tua akan semakin marah jika putrinya pulang terlambat dan kedinginan," katanya sambil menaiki motor dan menyalakannya.
Entah kenapa, aku merasa pedih ketika dia mengatakan itu. Aku naik ke boncengannya, melingkarkan tangan di perutnya, dan motor pun melaju dengan kecepatan sedang. Setidaknya jalanan di Cincin Luar Kota terbuat dari aspal, bukan bebatuan kasar. Kepalaku tidak akan membentur-bentur punggungnya lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Berawan #1
Vampire[VAMPIR] [Tamat] [13+] "Aku mencintai salah satu jenis dari mereka yang disebut vampir. Makhluk rupawan yang memiliki bentuk tubuh seperti malaikat untuk menarik mangsanya. Aku mencintai seseorang yang seharusnya tidak aku cintai. Karena harga yang...