-I-21

49 14 2
                                    

"Kau kenal cowok pucat yang sedang tersenyum dan melambaikan tangannya itu?" tanyanya, dengan nada tidak suka yang terdengar kental.

"Tentu saja, kami mengobrol tadi," jawabku, sambil masih tersenyum dan berjalan mendekati cowok malaikat itu.

"Mengobrol?" Nada suara Nathan semakin terdengar kesal. "Kalian mengobrolkan apa saja?" Dia berjalan mengikutiku.

"Tidak banyak." Aku tidak bisa menjelaskan terlalu detail karena kami sudah sampai di hadapannya, yang sekarang sedang berdiri dan tersenyum seolah menyambut kedatangan kami.

"Kau belum pulang?" tanyaku.

"Bus-nya agak telat," jawabnya. Lalu dia melirik Nathan.

Karena aku adalah perempuan yang peka, yang mengerti maksud lirikan matanya, aku segera mengenalkan Nathan. "Oh, iya. Ini--"

Nathan memotong perkataanku, tapi karena aku tidak mau perkataanku terpotong, aku pun langsung berkata. Alhasil, kami berkata berbarengan.

"Saudara."

"Pacar."

Kami langsung saling lirik di tengah raut wajah bingung yang diperlihatkan oleh Immanuel. Dia pun ikut melirikku dan Nathan silih berganti. Aku juga mengerti raut wajah itu, dia meminta penjelasan lebih lanjut. Namun Nathan berkata lebih dulu. "Aku pacarnya."

Aku buru-buru mendongak dan melotot ke arahnya. Lalu meringis ke arah Immanuel sambil setengah tersenyum. "Jangan dengarkan dia. Sepertinya pikirannya sedikit terganggu gara-gara mengenakan helm off-road yang tidak sesuai dengan kepalanya." Aku mengangguk-angguk ke arah Immanuel, lalu aku kembal melotot ke arah Nathan, kemudian kembali tersenyum ke arah Immanuel. "Dia saudara kembarku. Karena fakta itu, kami selalu bersama, dan dia sering berhalusinasi kalau aku adalah pacarnya."

Sekarang Nathan yang melotot penuh kemarahan ke arahku, rahangnya juga ikut mengeras. Sedangkan Immanuel mengangguk-angguk. "Aku mengerti. Aku juga memiliki saudari kembar. Kadang aku juga menganggapnya pacarku." Sambil tersenyum.

Anehnya, aku merasa aneh mendengar fakta baru itu. Aku terkejut dan senang karena dia masuk ke pembahasan keluarga, artinya dia mulai mempercayaiku, dan aku juga senang karena kami sama-dalam artian kembar. Namun, ada rasa tidak suka ketika aku mendengar jika kadang dia menganggap saudarinya seperti pacar. Entahlah, rasanya aneh. Seolah aku akan mendapatkan saingan.

"Wow, sungguh kebetulan," kataku, untuk merespons fakta kembar itu.

Kemudian Immanuel mengulurkan tangannya ke arah Nathan sambil tersenyum. "El."

Aku bertanya-tanya kenapa dia berkenalan dengan Nathan menggunakan nama panggilannya, seperti yang dikatakan oleh wanita penjaga perpustakaan waktu itu. padahal ketika denganku dia menggunakan nama yang sesungguhnya. Rasa senang baru kembali muncul. Entahlah aku suka detail-detail khusus seperti itu. Apa dia hanya mengatakan nama aslinya padaku?

Nathan menerima genggaman tangannya. "Nathan." Wajahnya sekeras batu ketika. Aku juga melihat otot dan urat-urat tangannya memegang. Ini gawat.

Meskipun aku tidak melihat raut kesakitan dari wajah Immanuel ketika bersalaman dengan Nathan, aku mencoba menghentikannya. "Sudahlah, jangan terlalu lama," kataku, sambil menarik tangan Nathan.

Immanuel terlihat biasa saja. Wajahnya menyunggingkan senyuman. "Genggamanmu kokoh."

"Ya, aku seorang prajurit pemburu iblis malam." Ada kesan sombong dalam nada suara Nathan, dan aku tidak suka itu.

"Aku percaya. Sangat meyakinkan." Immanuel kembali mengangguk-angguk.

Tiba-tiba bus datang. Beberapa penumpang turun, dan beberapa orang yang menunggu bus, mengantre masuk dengan tertib. Immanuel melirik kami. "Sepertinya bus-nya akan penuh."

Berawan #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang