-I-40

39 11 19
                                    

DELAPAN puluh persen, semua penculik menggunakan mobil butut dan berjenis Van. Tapi ini, jika dia benar-benar sedang menculikku, dia adalah penculik terbaik dalam sejarah. Penculik yang membawaku dengan mobil listrik sedan keluaran terbaru. Yang harganya bisa membeli dua rumah seluas seratus meter persegi di kota Quatur. Interiornya sangat mewah dan bernuansa gelap. Kursinya juga sangat nyaman. Aku bisa tertidur kapan saja, jika mata dan pikiranku tidak sedang mencoba menganalisa apa yang sebenarnya dia rasakan dan pikirkan setelah mendengar tuduhanku.

Dia pun tertawa. "Kau menganggapku penculik?" Dia kembali tertawa, seolah apa yang aku katakan adalah lelucon paling menggelikan yang pernah dia dengar.

"Ya," balasku, ikut tertawa, meskipun aku masih berusaha mengartikan ekspresi dan tawanya, aku takut itu topeng. "Tapi aku berpikir aneh saja, mana ada penculik yang mengendarai mobil mewah dan cantik untuk menjerat mangsanya."

"Kenapa kau berpikir aku penculik?" tanyanya, sambil melirikku sekilas, masih ada sisa tertawaan di bibirnya.

"Entahlah. Itu hanya pikiran selintas," balasku, yang juga masih memiliki sisa tertawa.

Dia mengangguk-angguk. "Ya, mungkin tidak salah kau berpikir seperti itu. Kita baru kenal beberapa hari. Dan rasanya aneh saja kita bisa begitu akrab sangat cepat dalam hitungan hari, seolah kita memang sudah saling mengenal sebelumnya. Sebenarnya tujuanku mengajakmu ke rumah karena aku ingin kau percaya padaku. Bahwa aku benar-benar ingin berteman denganmu. Tapi aku malah membuatmu mencurigaiku. Mungkin aku terlalu agresif mengajakmu ke rumahku." Bibirnya masih melengkungkan senyuman, sisa dari tawa gelinya.

Tidak ada. Mungkin aku tidak jago melihat ekspresi orang lain atau apa, karena Immanuel terlihat apa adanya. Bahwa dia benar-benar kegelian karena kata-kataku. Aku juga tidak menemukan bukti kebohongan dari penjelasan, atau jika semua itu adalah ekspresi topeng. Sorot matanya juga tidak kelam seperti kebanyakan mata para psikopat. Meskipun sebenarnya, bagiku, tuduhanku itu sama sekali tidak terdengar menggelikan.

"Jika kau benar-benar menculikku, aku bertanya-tanya apa yang sebenarnya memotivasimu melakukan hal itu," kataku, masih mencoba mengorek sesuatu. Dan ya, agar mobil juga tidak terlalu sepi.

Immanuel memajukan bibirnya seolah sedang berpikir. "Entahlah. Kau punya ide?" Seraya melirikku sekilas.

"Aku bertanya padamu," kataku, sambil setengah tersenyum, ekspresi wajahnya terlihat jenaka ketika aku mengatakan itu. "Biasanya, di film-film, motivasi penculik hanya sesederhana tentang perdagangan manusia, perdagangan gelap organ manusia, balas dendam, trauma masa lalu, atau ya ... hanya sekedar begitu."

Immanuel menganggukkan kepalanya lagi. "Sepertinya itu hanya ada di film-film saja. Zaman sekarang memang terlihat lebih damai dari zaman-zaman sebelumnya. Mungkin itu karena Iblis Malam, warga masyarakat dari tiap kerajaan tidak lagi sibuk dengan ambisi mereka, dan lebih memikirkan tentang keamanan dan kesejahteraan saja. Tapi bukan berarti kehidupan gelap tidak ada. Menurutku, akan selalu ada hal negatif dalam diri manusia. Maksudku, itu pilihan mereka. Seperti masalah ekonomi. Apalagi setelah kepercayaan pada agama terjatuh setelah rotasi bumi berubah. Kiamat terdengar tidak 'sepasti' sebelumnya. Ya ... selain matahari akan meledak suatu hari nanti."

Aku tidak begitu mengerti kentang konspirasi atau hal-hal lainnya, dan sebenarnya aku juga tidak begitu peduli. Tapi sepertinya Immanuel memiliki pandangannya sendiri terhadap hal-hal semacam itu.

"Bukan lagi penculik yang mencari mangsa, tapi para mangsa yang menyerahkan diri kepada si penculik. Mereka membutuhkan uang untuk menyambung hidup. Tidak semua orang beruntung mendapatkan pekerjaan. Tidak semua orang terlahir dari keluarga kaya. Dan ketika ada pilihan yang 'mudah', mereka memilih jalan itu saja. PSK, perjudian, dan hal-hal serupa lainnya sudah ada selama ribuan tahun, dan sama tuanya dengan proses jual beli."

Berawan #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang