-I-25

32 12 3
                                    

KAMI mengobrol dan berbagi cerita sampai lupa waktu. Aku baru sadar jika ini sudah hampir mendekati waktuku untuk pulang. Dua setengah jam sebelum matahari terbenam. "Aku minta maaf. Aku harus pergi," kataku, seraya beranjak. "Sudah waktunya pulang."

"Oh, ya, tentu saja," katanya, sambil ikut beranjak.

Aku menyadari buku-buku tebal yang dia bawa. "Oh, iya. Maaf jika aku mengganggu waktu belajarmu. Aku jadi lupa waktu karena bercerita. Kau seharusnya datang ke mari untuk belajar di perpustakaan, bukan mendengarkan curahan hatiku." Dengan alis yang bertaut, aku benar-benar menyesal dan merasa tidak nyaman padanya.

Immanuel tersenyum hangat seperti biasanya. "Tidak apa-apa. Aku masih memiliki banyak waktu. Aku terbiasa belajar sampai larut. Seharusnya aku yang meminta maaf, karena hampir membuatmu pulang terlambat."

Aku balas dengan tertawa ringan. "Kau tidak takut?" tanyaku. "Kebanyakan orang takut ketika harus berada di luar rumah pada waktu malam. Kau tahu, iblis malam."

"Kerajaan Wesfiw memiliki benteng cincin yang tebal dan kokoh, juga dilengkapi dengan senjata-senjata yang hebat, pasukan penjaga cincin dan pelindung juga banyak. Sirine tanda evakuasi juga akan langsung berbunyi ketika cincin terluar berhasil diterobos. Penduduk akan langsung pergi ke stasiun terdekat dan menaiki kereta darurat menuju pusat kerajaan. Selama masa evakuasi itu, penjaga cincin dan pelindung berani mati untuk mengulur waktu, agar semua penduduk bisa selamat. Lalu, satu menit setelah kereta berangkat, bom di setiap stasiun akan meledak agar iblis malam tidak bisa memasuki terowongan. Tidak ada alasan yang tepat kenapa aku harus takut."

Aku mengangguk-angguk. "Ya, benar juga." Sebenarnya dia tidak perlu menjelaskan sampai sedetail itu, aku juga tahu. "Tapi kebanyakan orang, ya... kau tahu." Lalu tiba-tiba aku menyadari sesuatu. "Oh iya, memangnya perpustakaan tidak tutup?"

"Perpustakaan tutup dua jam setelah matahari tenggelam," katanya.

Aku mengernyit. "Tunggu dulu. Bukankah kau bilang kau sering belajar sampai larut?" tanyaku, sambil setengah tersenyum, sadar jika ada kesalahan dalam kata-katanya.

Kemudian, perlahan-lahan dia mendekatkan wajahnya ke arahku. Seolah akan melakukan sesuatu. Awalnya aku bingung, apa dia benar-benar akan melakukan itu di tempat umum? Maksudku, apa yang dia lakukan membuatku gugup, bahkan pipiku terasa panas. "Ya, aku, lewat jalan belakang," jawabnya, dengan berbisik. "Jangan adukan aku pada Nyonya Evered. Dia akan memasukkanku ke dalam daftar hitam. Aku tidak akan diperbolehkan lagi belajar di sini." Dia menutup kata-katanya dengan senyuman.

Hhmm... ternyata tidak ada kesalahan dalam kata-katanya. Aku juga bernapas lega, lalu ikut tersenyum menanggapinya. Bukan berarti aku tidak mengharapkan kejadian yang kubayangkan, tapi... ah, sudahlah. Jika aku lanjutkan, aku akan terdengar seperti perempuan murahan, atau itulah anggapan beberapa orang--beberapa orang itu adalah keluargaku, mereka menjadi salah satu kelompok keluarga yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya, yang bagi sebagian orang sudah terlalu kuno.

Dia memegang buku-buku tebalnya dengan satu tangan. Tangannya yang lain mengangkat jinjingan milikku. "Jangan lupakan burrito dan enchilada. Mereka bisa menangis." Seraya menyerahkannya padaku dan tersenyum.

Aku menerimanya, tersenyum malu karena hampir melupakan barangku-tentu saja, berada di dekatnya membuatku butuh tenaga ekstra untuk fokus, sudah untung aku ingat jam pulang. "Ya, aku pernah dengar pribahasa itu, untuk tidak menyia-nyiakan makanan." Ketika aku menerima kantung kertas itu, jariku sedikit menyentuh jarinya yang masih sedingin es, seperti yang aku ingat.

Immanuel tersenyum semakin lebar. Hangat dan terasa menyenangkan. Membuatku kembali terdiam ketika menatapnya dan mengenyampingkan keanehan itu--tidak mungkin setiap saat jari tangan dan kakinya sedingin es, kan? Aku juga pernah mengalami jari-jari yang terasa dingin seperti itu, tapi tidak setiap waktu. Aku juga lupa apa yang tadinya akan aku lakukan.

Berawan #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang