-I-56

28 13 14
                                    

AKU tahu, aku sudah terlalu sering terkejut. Tentu saja, Immanuel tidak pernah absen memberiku kejutan. Bukan berupa hadiah, tapi biasanya kata-kata, atau respons yang dia berikan.

Begitu pula yang sedang terjadi kali ini. Padahal akulah orang yang sedang berusaha mencari kata-kata yang tepat, untuk menanyakan pertanyaan bodoh milik Nathan, tapi malah dia yang ingin mengatakan sesuatu. Ini tidak biasanya. Apa Jangan-jangan dia ingin menyatakan cintanya padaku?

Oh, tidak!

Maksudku ... oh, ya!

Oh, aku bingung!

Kami baru kenal seminggu terakhir. Memang sih, di sisi lain, aku merasa sudah mengenalnya bertahun-tahun. Sebegitu mudahnya kami akrab. Mengobrol, bercanda, bertukar cerita, yang belum kami lakukan hanya pergi bersama. Tapi... bagaimana dengan Gio? Dan, jika kami bersama, aku tidak tahu bagaimana kelanjutan dari kisah kami di saat Nathan saja seperti itu. Ah! Kenapa juga aku berpikir terlalu jauh. Belum tentu juga dia mau mengatakan hal yang aku maksudkan.

Aku masih menatapnya dengan ekspresi terkejut, padahal dia belum mengatakan apa-apa. Awan yang semakin menggelap membuatku merasa ada sesuatu yang tidak mengenakkan akan terjadi. Semilir angin bersiul di telingaku, diikuti degup jantungku yang terasa sampai ke telinga.

Immanuel tidak pernah terlihat gugup. Wajahnya selalu memancarkan kehangatan dan percaya diri. Berbeda dengan kali ini, dia tidak terlihat percaya diri. "Aku pernah membaca sebuah ungkapan dari Kevin James dalam bukunya yang berjudul 'Semua Orang Ingin Mengatur Dunia' yang berbunyi, jika kau mencintai seseorang, kau harus jujur padanya tentang apapun. Jangan pernah ada yang ditutup-tutupi. Kau harus tampak orisinil luar dalam. Dan jika seseorang itu memang mencintaimu. Dia akan menerima segala sesuatu tentang dirimu. Baik maupun buruk. Karena cinta tidak terbatas oleh apapun."

Oh, dia berbicara soal kejujuran. Tunggu dulu ... kenapa aku merasa tersindir? Jangan-jangan dia sudah tahu jika aku memiliki seseorang dan berbohong tentang beberapa hal padanya? Tapi, dia kan tidak tahu aku cinta padanya atau tidak? Aku belum mengatakannya! Atau mungkin sudah? Ah, tidak mungkin!! Aku yakin aku belum mengatakannya!! Apa wajah dan sikapku terlalu mudah dibaca?

Jantungku semakin bertalu-talu dengan cepat. Aku seperti sedang berlari. Aku khawatir dia akan mengatakan bahwa aku pembohong dan orang paling palsu yang pernah dia temui. Aku begitu ketakutan. Tanganku terasa dingin. Apa ini gara-gara aku tidak menggunakan sarung tangan? Apa aku setakut itu dengan apa yang akan dia katakan?

"Selama ini aku tidak sejujur itu," katanya, sekarang wajahnya sedikit menunduk, menatap permukaan aspal. Seolah dia sangat malu kepada dirinya sendiri. Seolah perbuatan yang dia lakukan tidak pantas. "Aku tidak ingin kau menjauhiku karena alasan itu." Dia kembali mendongak menatapku dengan mata biru lautan-nya, aku bisa merasakan kilat rapuh di sana, tapi aku tidak mengerti apa yang sedang dia katakan. "Aku mencintaimu, Nathalia."

"Hei!" Nathan berteriak tidak terima sambil maju selangkah. Meskipun aku tidak menatapnya, tapi aku merasakan matanya yang melotot dengan alis menukik tajam. Kedua tangannya mengepal dengan urat yang menegang.

"Sejak pertama kali kita bertemu," katanya. "Cinta pada pandangan pertama mungkin hanya mitos bagimu. Atau hanya bisa terjadi satu dari seribu kasus pada manusia. Tapi bagi kaum kami, itu hal yang suci dan sakral. Tidak semua pribadi merasakan dan menemukannya."

Di tengah-tengah kepalaku yang terasa berputar dan tubuhku yang membeku, karena dia baru saja mengatakan jika dia mencintaiku, aku menyadari ada sesuatu yang mengganjal dalam kalimatnya.

"Sudah lima ratus tahun aku menunggumu, Nathalia," katanya, lagi. "Awalnya aku berpikir aku tidak akan pernah mendapatkan cinta seperti Ayah dan ibuku. Aku pikir mungkin aku dan Ella tidak akan menemukan jodoh kami. Tapi ... ternyata aku salah. Takdir mempertemukan kita."

Berawan #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang