AKU pernah mendengar suara guntur menggelar yang sampai menggetarkan apapun, kejadiannya tadi siang, ketika pertengkaranku dan Nathan baru saja memasuki babak baru. Tapi apa yang aku dengar kali ini jauh membuat hatiku lebih bergetar. Kepalaku tiba-tiba pusing dan telingaku berdenging. Seperti ada yang menembus perutku dengan kecepatan tinggi, membawa seluruh isinya tersembur dari arah punggung.
"Alex menghilang? Bagaimana ...?" Nathan malah memperjelasnya. Wajahnya terkejut bukan main.
Satu persatu ingatan tentangnya membanjiri benakku. Saat di kereta. Kacamata yang selalu membuat wajahnya terlihat seperti orang cerdas daripada kutu buku. Senyumannya yang manis. Manisan bunga khas kota Sexo yang dia berikan untukku. Ucapan terima kasihnya karena aku selalu memberikannya roti.
Aku tidak mempercayainya. Tidak, ini tidak mungkin terjadi.
"Pamanmu bilang, dia tadi mengeluhkan sakit kepala. Dia menyuruhnya pulang untuk istirahat. Mungkin karena akhir-akhir ini dia selalu bergadang dan kurang tidur. Pekerjaan di kantor Organisasi Pemburu Iblis Malam sedang sibuk-sibuknya. Tapi dia tidak pernah sampai ke rumah. Bibi belum melihat siapa-siapa lagi sejak kalian pergi tadi siang. Bibi juga tidak pergi ke mana-mana. Jika dia pulang lalu pergi lagi, Bibi pasti mengetahuinya."
"Kapan tepatnya dia pergi meninggalkan kantor Organisasi Pemburu Iblis Malam?" tanya Nathan.
"Sepertinya tiga jam sebelum matahari tenggelam. Sekitar empat jam yang lalu," jawab Bibi. Aku masih memegang tangannya, berusaha saling menenangkan satu sama lain.
Nathan melirikku sekilas, lalu sedetik berikutnya sudah bangkit berdiri.
"Nathan, kau mau ke mana?" tanya Bibi, mendongak, matanya mengikuti pergerakan Nathan.
"Semakin banyak yang mencari, semakin cepat dia ditemukan," balas Nathan, sambil berjalan ke arah pintu depan.
Aku melirik Bibi, ia melepaskan pegangan tangannya dariku dan langsung berlari menyusul Nathan. "Tidak!! Tidak! Tidak! Tidak! Nathan! Bibi tidak akan membiarkanmu pergi dari sini."
Aku mengikutinya. Bibi berhasil menghentikan Nathan di pintu depan. Dia melindungi pintu depan agar tidak diterobos Nathan.
"Bibi, aku harus membantu," kata Nathan. "Alex mungkin masih bisa diselamatkan dari ...." Dia tidak menyelesaikan perkataannya, wajahnya berhenti berekspresi seolah dia salah bicara.
Bibi langsung menyembur histeris, "Tidak, Nathan!! Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu?! Bibi tidak sanggup Nathan!!"
Nathan tidak berkutik. Biasanya dia adalah orang yang paling bisa membalas semua ocehan Bibi dengan nada dan ekspresi yang berapi-api, tapi kali ini, sepertinya sedikit berbeda. Apinya redup, dia tidak akan sanggup melihat Bibi jauh lebih kalut dari ini, seperti halnya diriku.
Aku melirik Nathan dan menggelengkan kepala. Kupikir ini bukan ide yang bagus untuk membuat hati Bibi terluka dengan memaksakan diri untuk pergi. Akhirnya Nathan mengerti tatapanku dan mengembuskan napas dengan berat.
"Bibi, ayo kita duduk lagi," ujarku, berusaha membujuknya kembali duduk di meja makan.
Bibi mengangguk. Dia meraih tangan Nathan agar ikut duduk di meja makan. Bibi terus mendesahkan kata, "Ya, Tuhan."
Dan sesampainya di meja makan, dia terus memegangi tangan kami berdua. Seolah kami bisa menghilang kapan saja, jika sedetik saja, dia melepaskan genggamannya. Nathan sedikit tidak nyaman karena itu, wajahnya terlihat jengah.
Tak lama kemudian, suara perut Nathan yang keroncongan terdengar nyaring. Bibi langsung meliriknya. Sedangkan Nathan menatap sekitar, mengindari lirikan mata Bibi. "Bukankah kalian baru saja pulang dari acara makan malam?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Berawan #1
Vampire[VAMPIR] [Tamat] [13+] "Aku mencintai salah satu jenis dari mereka yang disebut vampir. Makhluk rupawan yang memiliki bentuk tubuh seperti malaikat untuk menarik mangsanya. Aku mencintai seseorang yang seharusnya tidak aku cintai. Karena harga yang...